Lamaran?

14 4 0
                                    

"Zaqi, ayo bangun!" teriak Hari, sang ayah sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Zaqi dan membuka jendela sehingga sinar matahari pagi bisa membangunkan Zaqi dari tidurnya.

"Jam berapa sih, Yah? Ini kan hari libur. Ga ngantor. Katanya kalo hari libur bisa tidur sampe siang," protes Zagi mengambil selimutnya dan menutupi tubuhnya lagi.

"Eh, kamu tuh mau lamaran tahu! Buruan bangun, mandi!"

"Emang jadi lamarannya?" ucap Zaqi santai.

"Ya jadi!"

"Oh..."

Zaqi menutup matanya sebentar, lalu tiba-tiba saja membuka matanya mendadak. Zaqi terbangun dari tidurnya dengan wajah yang sangat shock.

"Lah, emang jadi lamaran! Aku pikir aku cuma mimpi!"

Zaqi memukul-mukul pipinya sendiri, dan meringis kesakitan.

"Udah sadar? Sana Mandi. Mana ada orang mau lamaran bau!" ketus Hari sambil berlalu pergi.

Zaqi masih berada di atas ranjangnya, memukul-mukul wajahnya sendiri. Apakah benar dia akan melamar seseorang? Bagaimana bisa? dirinya saja tidak pernah mempunyai suatu hubungan dengan siapapun. Bagaimana bisa dirinya akan melamar seseorang yang belum dia kenal sebelumnya.

Zaqi meremas-remas tangannya sendiri. Mendadak tangannya terasa sangat dingin. Zaqi benar-benar gugup. Kening Zaqi mulai dipenuhi oleh keringat. Zaqi memikirkan yang iya-iya. Bukan yang tidak-tidak. Zaqi memikirkan bagaimana dia akan menghadapi wanita calonnya tersebut. Bagaimana jika calonnya itu cantik?

Zaqi terkekeh sendiri. Jika calonnya cantik ya bagus untuk dirinya. Tapi bagaimana dengan caligynephobianya? Apakah calonnya akan menerima dia? Apakah calonnya bisa memahami dirinya kelak?

Zaqi mengacak rambutnya, dia frustrasi.

Zaqi pergi ke kamar mandi. Zaqi belum juga melakukan ritual mandinya. Zaqi malah menatap dirinya di cermin dalam waktu yang sangat lama. Zaqi menatap tubuhnya sendiri. Kenapa dia bisa mempunyai phobia terhadap wanita cantik dan menarik? Padahal jika dilihat, Zaqi juga mempunyai paras yang tampan, menurutnya.

Tapi jujur, Zaqi memiliki wajah yang 50:50. Zaqi bisa berubah menjadi lelaki dengan wajah gagah, namun dirinya juga bisa merubah wajahnya menjadi imut seperti anak kecil. Kulitnya bersih, dengan potongan rambut seperti artis Korea. Dia tidak memajukan poninya untuk menutupi dahi, tapi belahan rambutnya yang berada agak ditengah membelah rambutnya menjadi dua sisi, kanan dan kiri.

Zaqi menatap dirinya di cermin dengan seksama, ada jenggot tipis yang berada di dagunya. Dia memainkan jenggot tipis itu memikirkan apakah harus di cukur atau tidak. Namun Zaqi sepertinya memilih untuk membiarkan jenggot tipisnya itu berada disana.

Zaqi mundur beberapa langkah ke belakang. Menatap lamat tubuhnya sendiri. Tubuhnya tidak kurus dan tidak gemuk. Zaqi dulu sempat mempunyai tubuh sixpack namun sekarang sudah tidak lagi karena dirinya sudah mulai jarang pergi ke gim. Namun sisa-sisa sixpack nya masih nampak walaupun harus sedikit memaksakan.

Zaqi menampakan gigi-giginya yang putih. Dirinya sedang belajar tersenyum. Zaqi mencoba beberapa pose senyum dari mulai satu jari, dua jari, hingga tiga jari. Maksudnya Zaqi sedang belajar cara tersenyum sesuai tingkatannya.

"Manis," batinnya pada dirinya sendiri.

Zaqi hanya menghabiskan waktu 10 menit untuk membersihkan badannya. Namun membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk memilih pakaian yang akan dia kenakan. Zaqi sampai harus membuka google untuk mencari ide referensi mengenakan pakaian untuk lamaran.

Zaqi sebetulnya memiliki banyak potong pakaian batik. Zaqi mencobanya satu persatu. Dari yang lengan pendek, hingga lengan panjang. Dari yang berwarna ungu sampai hijau. Semuanya sudah dia kenakan. Namun Zaqi merasa kurang cocok dikarenakan dirinya merasa sebagai tamu undangan daripada calon pelamar itu sendiri.

DUG..DUG..DUG..

Pintu kamar Zaqi terdengar bukan terketuk melainkan sebentar lagi sepertinya akan ambruk karena di dobrak. Ayah Zaqi berteriak dari luar.

"Zaqi, lama amat sih? Buruan!"

Zaqi tidak menjawab, dia malah mengikuti ucapan ayahnya dengan lirih.

"Siapa suruh ngajak ngelamar anak orang kaya ngajak ke warung depan," ucap Zaqi pada dirinya sendiri.

Zaqi memutuskan untuk memakai batik coklat berlengan pendek. Dengan dipadukan celana jeans berwarna hitam.

Ayah, bunda dan adiknya Riri sudah menunggu di ruang tengah. Melihat Zaqi yang keluar kamar dengan mengenakan pakaian yang seperti itu, Ayahnya sontak geram.

"Kamu mau ngelamar anak orang, bukan mau kondangan. Masa pake jeans!"

"Ya elah, Yah.. lagian baru lamaran kan? Belum nikahan?" ujar Zaqi santai.

"Cie yang mau lamaran," ledek Riri adik perempuannya yang masih usia anak SMA yang selalu meledeknya dan tak pernah akur sejak dulu.

"Diem lu, Dek!"

"Dih, Galak."

"Udah-udah, ayo bantuin bawain ini ke mobil," suruh bunda Zaqi. Zaqi mengangguk.

Ada sekitar 6 buah parsel yang mereka bawa. Zaqi dan ayahnya masing-masing membawa 2. Sedangkan ibu dan adiknya masing-masing membawa satu.

Zaqi berada di kursi kemudi, ayahnya berada di sampingnya. Sedangkan bunda dan adiknya berada di kursi belakang.

Zaqi memasang seatbelt dan menyalakan mobilnya. Namun dia seperti kebingungan.

"Kenapa? Ayo jalan!" suruh sang ayah.

"Eh, Maap. Aku aja ga tahu kita mau ngelamar siapa. Terus aku diminta nyetir? Mana aku tahu tempatnya!" ujar Zaqi menggeram.

"Lah emang Ayah ga ngasih tahu kamu kalo kamu mau ngelamar siapa?" tanya ibu yang nampak kaget juga.

"Ayah aja dadakan banget, Bun. Baru kemarin nyuruh Zaqi buat nikah. Eh sekarang malah lamaran," adu Zaqi pada sang bunda.

"Bener gitu, Yah? Katanya Ayah udah kenalin Zaqi sama calonnya. Makanya kita buru-buru lamar. Kan Zaqi udah setuju, gitu kata Ayah kemarin, Qi"

"Kenalin apanya, ketemu aja ga pernah. Denger suaranya deh, atau lihat fotonya aja belum pernah," ujar Zaqi ketus.

"Tapi Bun, dengerin. Yang mau kita lamar ini anak dari sahabat Ayah sewaktu kuliah dulu. Sahabat Ayah yang namanya Randy itu loh, Bun. Inget kan?"

Bunda Zaqi mencoba mengingat-ingat.

"Randy kan cakep tuh, pas kuliah dulu dia bahkan jadi kaya orang yang di kejar-kejar cewe kampus. Ya sama Ayah juga sih"

"Ehem..." bunda menggeram, membuat ayah menelan susah salivanya sendiri.

"Randy itu kan cakep, pasti anaknya cakep. Kan dulu kita pernah pergi ke nikahan Randy sama Putri, Bun?"

"Oh, Randy yang itu. Randy yang cakep itu ya?" lanjut bunda. "Iya, Zaqi. Gapapa kamu sama anaknya. Dulu Bunda mau sama bapaknya tapi ga jadi karena ayah kamu udah ngeduluin. Ga dapet bapaknya, bisa dapet anaknya juga gapapa," ujar bunda excited.

Zaqi tertawa melihat wajah ayahnya yang merah padam menahan marah.

"Bunda! Masalalu jangan dibawa-bawa. Ini kita mau jadi besanan loh. Bunda jangan jelalatan matanya," protes ayah.

"Ga usah cemburu, Yah. Bunda kan tetep sayangnya sama Ayah."

Zaqi dan Riri serentak terbatuk-batuk melihat kelakuan kedua orangtuanya tersebut.

"Ini jadi jalan gak? Jangan mesra-mesraan di sini. Masih ada bocah dibawah umur," kata Zaqi sambil melirik sang adik dari cermin spion.

"Dih, Riri udah gede kok"

"Gede apanya? Umur aja belum 17 tahun"

"Tapi masih mending Riri ga takut sama cowo. Lah Kakak malah takut sama cewek. Malu-maluin"

"Udah-udah jangan ribut. Kapan jalannya kalo kaya gini?" suruh Ayah seraya merapikan rambutnya.

"Jalan kemana, Yah?" ledek Zaqi.

"Jalan menuju jalan yang lurus!" ketus ayah, kesal.

Perfect Duo [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang