Cahaya fajar menyusup melewati celah-celah jendela. Menerangi ruangan di dalamnya. Dua orang, sang gadis dan seorang pemuda kini sedang sarapan bersama.
Meminum susu vanilanya, Rasha meneguknya hingga tandas lantas mengusap bibirnya bersih dengan tisu. Sedangkan Shem yang duduk berlawanan sudah menyelesaikan sarapannya beberapa saat lalu. Sekarang dengan wajah serius, tampak memeriksa kekuatan sejati sekaligus resonansi jiwanya.
Rasha mendongak, tepat ketika terdapat pemandangan seorang pemuda pucat yang disinari mentari lembut di pagi hari. Alis tebalnya sedikit menyatu, menandakan kalau ia sedang berkonsentrasi. Gadis itu menyipitkan mata, netra ungunya fokus menikmati lukisan hidup di depannya.
Perlahan bangkit, Rasha mendekati pemuda serius itu. Berdiri di depannya, jari gadis itu menyentuh dahinya. Mencoba meluruskan kerutan pada pemuda itu. Spontan Shem mengangkat kepala, sorot matanya menunjukkan keterkejutan. Melihat itu, Rasha mencondongkan wajahnya dan mengecup ringan kening pemuda itu.
"Ah, Ra-rasha...." gumamnya gugup. Daun telinga Shem seketika memerah, ia berdehem malu.
Mengaitkan bibir lucu, Rasha secara alami merapikan poninya yang jatuh ke dahi. Setelahnya ia menepuk pipinya lembut sembari duduk di sampingnya. "Bagaimana kekuatanmu yang sekarang?"
"Rasanya luar biasa." Shem seketika berdecak kagum, melupakan rasa malu sebelumnya.
"Kalau begitu mari kita coba saat sampai di Mistik." tawar Rasha tersenyum samar.
"Tentu." Mengangguk setuju, pemuda itu tampak menantikannya.
Melihatnya begitu antusias, Rasha terkekeh tak berdaya. "Baiklah, bersiaplah. Kita check out sekarang."
Setelah itu, keduanya segera keluar dari hotel. Memandang ke depan, padat lalu lintas kini menjadi latar belakang mereka. Pada saat ini, keduanya berada di kereta udara. Pemandangan Distrik Tehnoligo jelas dari atas sini.
Apalagi seluruh permukaan keretanya sengaja dibuat transparan. Membentuk ilusi seolah penumpang dalam kereta terbang di udara. Distrik Tehnoligo memang identik dengan kecanggihan dan kemajuan teknologinya---sesuai nama yang konotasinya selaras. Apalagi warna nasionalnya adalah monokrom. Menambah kesan autentik Distrik Tehnoligo.
"Hei, kenapa kita tidak teleportasi saja? Bukankah itu lebih cepat?" bisik Shem, menoleh ke sebelahnya.
Rasha yang menopang dagu, tampak menerawang ke kejauhan. "Setiap distrik dari lima, masing-masing punya mekanisme tersendiri untuk masuk maupun keluar. Cara eksternal lain pastinya akan diblokir. Jadi semuanya perlu mengikuti prosedur yang ditetapkan."
"Oh, begitu," balas Shem mengerti, lama terjebak dalam penjara membuatnya melewatkan banyak hal.
Lalu ia mengedarkan pandangan. Tidak banyak yang naik kereta udara menuju Mistik pada hari ini. Hanya segelintir orang, bisa dihitung jari. Di bawah awan dan tepat di atas gedung-gedung monokrom, kereta udara melaju stabil.
Sampai netra kelabu terangnya berhenti pada tatapan dingin tak jauh di belakangnya. Memicingkan mata, Shem menangkap seringai samar dari laki-laki dengan netra biru bagaikan danau beku itu. Melihatnya, ia mengerutkan dahi aneh.
Tepat saat itu, Rasha melihat ekspresi Shem yang tak biasa. Mengikuti arah tatapannya, sepersekian detik pandangan terkejut melintas di matanya.
"Kekuatannya ilusi. Jangan tatap matanya." ucap Rasha mengingatkan Shem dalam pikiran.
Hanya saja hening, tidak ada balasan. Terlambat. Menghela napas tak berdaya, Rasha memejamkan mata. Mengontrol resonansi jiwa mereka, ia membuat dinding pemblokir dalam alam bawah sadar Shem. Seketika ikatan ilusi terputus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperium Sha [End]
Fantasi"Jadilah bebas dan tak terbatas." Tentang ambisi dan dendam seorang gadis bernetra ungu misterius. Tentang hierarki mutlak dalam kekuatan superior dan inferior. Tentang benua bernama Erabru. Satu milenium telah lewat, dan kehancuran Bumi tak lagi te...