Suara tabrakan antara aura saling beradu nyaring di udara. Dari jarak sekian meter, kelompok Rasha bisa mengetahui pertarungan sengit di depan. Rasha segera menghampiri sebuah pohon dan duduk di salah satu cabang dengan bantuan kabutnya---bersama Shem.
Menumpukan dagu ke tangan, Rasha menonton pertarungan penuh minat. Dalam padang rumput di antara pohon-pohon tinggi yang mengelilingi, tiga sosok tampak saling bekerja sama untuk meruntuhkan dua badak kokoh bercula tiga. Tiap kali diserang, badak itu akan menghindar dan menyebabkan Bumi bergetar. Kulit tebalnya yang berfungsi sebagai perisai, menambah kesulitan untuk merobohkan dua badak bebal itu.
Satu bocah laki-laki tampak lumayan kepayahan menghadapi seekor badak yang sedari tadi terus secara paksa merangsek maju. Sedangkan di sisi lain, dua gadis kecil yang memiliki koordinasi begitu baik, melawan badak kedua yang juga keras kepala. Akhirnya membuat dua gadis itu sama kewalahannya.
Dan saat badak yang terpojok oleh logam dari salah satu gadis berambut platinum. Gadis lain berambut putih mendongak ke atas dan menyadari kalau ia kini menjadi tontonan peserta lain. Seketika, seperti sudah mengetahui maksud pihak lain, tanpa isyarat apapun gadis platinum itu melepaskan kekangannya. Membuat badak yang sedang memberontak segera meluncur cepat ke arah pohon tempat di mana Rasha dan Shem duduk.
Menyadari itu, spontan keduanya turun dari pohon, menjauhi jebakan secara serempak. Rasha pula melepaskan momentumnya yang sempat menahan badak itu, mencuri waktu selama sesaat. Brak! Dar!
Dalam sekejap mata pohon yang ditabrak hancur berkeping-keping disebabkan tekanan yang terlalu kuat. Lima orang selain sepasang mitra jiwa tadi, menampilkan bermacam ekspresi melihat kejadian itu. Tampak antara takjub dan terkejut secara bersamaan.
Gadis berambut putih itu memasang seringai usil ke arah Rasha. “Hei, putri bungsu dari Walikota Mistik memang luar biasa seperti rumornya.”
Rasha menaikkan alis mendengar itu. Menatap bergantian pada wajah gadis kembar itu, ia menarik sudut bibir. “Koordinasi anak kembar Walikota Tehnoligo juga lumayan. Sepertinya Vendor Taliga memang sukses dalam eksperimennya. Bukan begitu, Lumia dan Titania?”
Walau tidak akrab, tapi mereka telah saling melihat beberapa kali sebelumnya. Karena sebagai anak walikota, tentu saja tatap muka tidak akan terelakkan. Terutama bagi mereka yang akan mendapat kursi posisi selanjutnya. Sudah tidak bisa wajar lagi.
Mendengar itu, si rambut putih tampak agak pucat wajahnya. Itu adalah aib yang paling tabu bagi mereka berdua. Tapi sebaliknya si rambut platinum---yakni Titania Taliga---tidak terlalu terpengaruh, ia justru bertanya santai. “Ah, temperamenmu memang tidak bisa diganggu-gugat. Hei, tapi kenapa kau berbeda dari kakakmu itu, Vadias Kitz?”
“Ia bukan kakakku.” ucapnya skeptis, memutar bola mata malas.
“Ah, benar juga. Sayang sekali ia tidak sadar.” Menggelengkan kepala, Lumia akhirnya berkata prihatin. Tapi ekspresinya berbanding terbalik, malah menyeringai licik.
“Hm, sayangnya beberapa orang memang terlalu bodoh.” Rasha mendengus, melirik Esa dari sudut matanya.
“Apa maksudnya itu?” Esa mengerutkan dahi, menatap bolak-balik antara Rasha dan si kembar curiga.
Namun sebelum siapapun dapat menyahut, badak yang tadi meledakkan pohon kini pulih lebih dulu. Tatapannya memburu tempat di mana Rasha berdiri. Mengincarnya bagai mangsa, seolah tahu siapa yang membuat kepalanya kacau beberapa saat lalu.
Dan tiba-tiba saja, badak itu menyerbu maju, mencoba menyeruduk Rasha dengan kekuatan penuh. Refleks Rasha menghindar, membiarkan badak itu menyerang kawanannya yang lain. Drak! Bruk! Kedua badak itu seketika berguling ke tanah, menyebabkan Bumi bergetar lebih keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperium Sha [End]
Fantasi"Jadilah bebas dan tak terbatas." Tentang ambisi dan dendam seorang gadis bernetra ungu misterius. Tentang hierarki mutlak dalam kekuatan superior dan inferior. Tentang benua bernama Erabru. Satu milenium telah lewat, dan kehancuran Bumi tak lagi te...