Penghujung Jalan
Kencan buta•°•
Hari itu setelah puas menertawakan gue dengan setumpuk kisah mirisnya, Alubiru bersikeras memaksa gue untuk ikut serta dengan acara yang namanya kencan buta.
Kencan buta, ketahuilah itu termasuk hal yang paling gue gak suka dan gue benci.
Gak suka atau benci bukan berarti gue gak pernah ikut serta, gue pernah ikut kencan buta kok, gak sekali dua kali, tapi cukup sering.
Dari kencan buta itu gue bertemu banyak perempuan dengan berbagai rupa, karakter, dan sifat. Dari banyaknya pertemuan itu tentu gak semuanya nihil, beberapa ada yang buat gue tertarik.
Tertarik untuk mengenal lebih dalam dan jauh. Tapi setelah mengenal lebih justru gue menemukan hal yang gak bikin klop, semuanya sama.
Satu hal yang buat gue tanpa pikir panjang mengakhiri hubungan yang bahkan belum sempat dimulai.
"Dam, barusan gue udah kabarin patner kencan buta lo. Gue bilang ketemuan di Huff & Puff jam tujuh." kata Alubiru dengan santai.
Berbanding terbalik dengan gue yang udah kesal bukan main. "Alubiru… kan gue udah bilang, gue gak mau ikut kencan buta lagi—"
"Yang kali ini keliatan klop kok sama lo." potong Alubiru, cowok itu sama sekali gak takut bahkan setelah gue tatap dengan tajam. Dia justru mendorong ponselnya ke depan wajah gue. "Nih orangnya, cantik, ayu gitu. Selera lo banget kan?"
Berhubung ponsel Alubiru di depan muka gue banget, otomatis layar yang nampilin foto seorang perempuan itu tertangkap oleh retina mata gue.
"Cantik sih cantik…" gue mendengus sambil mendorong ponsel Alubiru menjauh. "Tapi percuma kalau—"
"Gue yakin banget yang ini klop," Alubiru berujar mantap. "Percaya sama gue Dam—"
"Pirciyi simi gui—cuih! Lo udah ngomong kaya gitu seratus kali!" sungut gue. Biasanya gue akan goyah disodorin cewek yang sesuai sama selera, tapi gue gak mau ngalamin hal yang sama terus-menerus.
Gila aja, seekor anjing pun gak mau jatuh ke dalam lubang yang sama. Apalagi gue.
"Bodo amat ya, gue gak mau ikut. Titik!" kata gue final.
Alubiru mendengus. "Ayolah Dam, sekali ini aja—"
"But no is still no, Bir."
"Tapi ini tuh—" ucapan Alubiru terputus ketika ponsel di genggamannya berdering nyaring.
Gue mengernyit tidak suka. Alubiru tuh, kenapa juga harus jadiin lagunya Via Valen sebagai nada deringnya sih?!
"Alay." cibir gue.
Alubiru yang gak dengar cibiran gue sekarang lagi terima telepon yang gue gak tahu dari siapa itu. Alah, palingan juga Aletta yang nelepon minta dijemput.
Tanpa mau menunggu Alubiru selesai gue bergerak membereskan meja kerja, memasukkan barang yang memang harus masuk ke dalam tas gue.
"Dam, Damar!" tapi kegiatan gue itu terhenti saat Alubiru menyodorkan ponselnya.
Gue menatap bingung layar ponsel Alubiru yang memperlihatkan kalau sambungan telepon dari kontak tidak bernama itu masih tersambung.
"Apaan sih?" tanya gue heran. "Lo dapet telepon penipuan—"
"Bukan!" selanjutnya Alubiru memaksa gue untuk menerima ponselnya. "Cepetan ngomong!" dia memaksa gue bicara sama orang yang gak gue kenal.
"Apa sih, gak mau—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung Jalan
Short StoryDamar sudah lelah. Seluruh perjuangannya tidak ada yang membuahkan hasil, selalu terhalang oleh sekat kuat tak kasat mata. Ingin sekali menyerah, tapi pada penghujung jalan, ia menemukan titik cerah. Ternyata skenario-Nya lebih indah. Kim Doyoung...