08 : Kebetulan kedua

158 46 42
                                    

Penghujung Jalan
Kebetulan kedua

•°•

Perang dingin di antara gue sama Alubiru masih berlanjut sampai sekarang. Udah lebih dari tiga hari, hampir satu minggu tapi baik gue atau Alubiru sekali pun kelihatannya gak ada yang berniat tegur sapa lebih dulu.

Bayangin tuh, kita rumah sebelahan, berbagi satu ruangan kerja tapi saling diem-dieman.

Gue berkali-kali menghela napas panjang, mengusap wajah dan memijat kelopak mata sejenak. Capek juga seharian ngelihatin layar komputer terus. Kerjaan lagi banyak, tapi gue gak mood buat selesaikan sekarang juga.

Menunda pekerjaan, sesungguhnya bukan gue banget. Ya abis mau gimana lagi, dari tadi pagi gue gak ada betah-betahnya di ruangan.

Yaudah, ketika berada di titik teratas dengan rasa gak betah plus risih gue akhirnya beranjak dengan niat keluar mencari udara segar.

"Eh!"

Bersamaan dengan pintu yang gue buka, ada Joyi yang kebetulan hendak masuk ke ruangan.

"Kebetulan banget!" cewek itu tersenyum lebar sambil mengangkat amplop coklat di tangannya ke udara. "Gue baru aja mau minta tolong sama Alubiruㅡ"

"Sama gue aja," gue memotong ketika Joyi menyebut nama Alubiru.

Gue berdeham pelan. "Alubiru sibuk, gue gak begitu sibuk." jelas gue seraya menutup pintu sesegera mungkin. Takutnya Alubiru dengar, kan tambah gak enak.

"Yaudah, anter gue ke Sudirman." kata Joyi, berjalan lebih dulu dan gue mengekor satu-dua langkah di belakang.

"Ngapain?" tanya gue heran. "Jangan bilang mau ngapelin Chandraㅡ"

"Enggak lah anjir!" Joyi menoleh cepat, matanya melotot seolah ingin keluar. "Gue mau konfirmasi berkas ke klien, gue gak sebucin itu ngapel Chandra di jam kerja begini."

"Oke." daripada Joyi mengomel lebih panjang lebih baik mengiyakan secepat mungkin. "Tapi hari ini gue bawa motor, pake mobil lo ya."

"Ck, gue kan minta tolong niatnya males nyetir plus hemat bensin!" decak Joyi.

"Dih, dasar pelit." komentar gue.

"Serius! Tadi pagi gue lupa isi bensin, tinggal dua kotak, lo mau dorong mobil gue kalo mogokㅡ"

"Ya diisi bensin dong, Mbak Joyi." keluh gue setengah gregetan.

"Bayarin!" Joyi menyengir lebar. "Tanggal tua nih, Dam hehehehe."

"Iye, gue bayarinㅡ"

"Yesss! Nih kunci mobilnya!" memang orang tuh paling suka sama hal yang berbau gratis. Joyi yang tadinya ngumpetin kunci mobil, sekarang malah nyodorin kunci mobilnya dengan senang hati.

Sambil berdecak gue terima kunci mobil dengan gantungan nightmare itu. "Untung gue orangnya gak pelit, apalagi sama temen." celetuk gue kemudian.

Joyi ketawa. Tangan cewek itu terangkat, nepuk-nepuk punggung gue. Gue meringis, Joyi tuh biar cewek tenaganya tenaga badak!

"Joyi! Lo mau bikin punggung gue biru-biru hah?!" gue meringis seraya menjauh, memberi jarak supaya tangan Joyi gak bisa menyentuh badan gue seujung kuku pun.

"Eh! Eheheheh sorryy sorryy~"

Masih sambil meringis gue mendecih, dalam hati heran sendiri. "Kok yang bentukannya begini ada aja yang mau?"

 "Kok yang bentukannya begini ada aja yang mau?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Penghujung Jalan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang