13 : Cerita Senja

192 40 18
                                    


Penghujung Jalan
Cerita Senja


•°•

Sejatinya gue ini paling payah kalau berurusan sama yang namanya cewek. Yah, biar rekor kencan buta gue bejibun banyak banget, nyatanya hasil dari kencan buta itu kan gak ada yang benar-benar berhasil.

Yang nyangkut banget cuma Aletta. Sebenarnya gue udah merasa klop banget sama Aletta, cuman ternyata iman kita yang gak klop. Gue lebih sayang Allah daripada makhluk ciptaan-Nya.

Itu yang dinamakan, "mungkin gak berjodoh."

Karena gak tahu harus apalagi biar Senja tenang dan berhenti nangis, ujungnya kita cuma muter-muterin Kebun Raya Bogor sampai Senja benar-benar merasa lebih baik.

Jadi tuh, tadi kan gue yang nyuruh Senja buat nangis. Gue pikir penilaian gue terhadap Senja sebagai cewek yang bener-bener kuat dan tegar, pikir gue Senja gak akan nangis lama.

Ternyata cewek dengan cover kuat sekalipun kalau sudah nangis, setengah jam aja gak cukup.

Puas banget gue setengah jam lebih jadi bahan gunjingan pengunjung starbucks. Mungkin kurang lebih mereka menggunjing gue seperti ini,

"Gila, itu ceweknya dibiarin nangis gitu aja? Jahat banget gak sih?"

"Ceweknya nangis kejer gitu kok cowoknya diem aja ya? Jahat banget, gue jadi ceweknya udah gue cakar kali tuh cowok."

Mulut-mulut julid itu gak tau aja kalau penyebab cewek ini nangis bukan gue. Gue cuma orang berbaik hati yang mau dijadiin kambing hitam. Gak apa-apa asal Senja merasa lebih baik.

Alasan kenapa gue suruh Senja nangis sederhana kok. Meski gak tahu cerita lengkapnya bagaimana, gue cuma merasa pernah ada diposisi dia.

Sedih, kecewa, dan marah yang jadi satu. Waktu selesai sama Aletta itu yang gue rasain, pengen banget nangis tapi gengsi.

Cowok kok nangis. Makanya gue terpaksa nahan.

Dan ternyata menahan rasa kaya gitu gak enak. Makin di tahan rasanya makin menumpuk, udah kaya bom waktu. Makin ditumpuk ledakannya suatu hari nanti akan sangat besar.

Melihat bagaimana sedih dan pilunya tangisan Senja sekarang, gue jadi berpikir dan mengira-ngira, berapa lama dia menyimpan dan menahan luka sebesar itu???

Ketika mobil yang gue kendarai sudah memutari kebun raya sebanyak lima kali, barulah Senja bersuara.

"Damar…"

Gue menoleh sekilas, "nanti dulu, jangan bicara apa-apa dulu."

Senja menatap dengan raut wajah bingung. Tapi melihat bekas dan jejak-jejak air mata di pipinya malah bikin gue meringis.

"Saya cari tempat yang cocok dulu. Yang tenang supaya kamu feel better." gak tahu kenapa timing nya pas banget, di depan sana pintu masuk kebun raya.

Yaudah gue putar setir masuk ke kebun raya. Setelah bayar biaya masuk gue mengendarai mobil masuk kebun raya agak lebih dalam.

Senja butuh suasana tenang dan kebun raya tuh suasananya tenang banget. Gak ada banyak orang di sini selain pohon-pohon besar yang rindang.

Setelah ketemu tempat yang pas gue sengaja membuka kaca jendela, tidak terlalu besar agar udara bisa masuk, lalu mematikan mesin mobil.

Mesin mobil mati digantikan dengan hening. Sambil buka seatbelt gue melirik Senja, cewek itu kembali menutup mulut rapat-rapat. Pun matanya menatap kosong ke arah dashboard mobil.

Penghujung Jalan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang