Penghujung Jalan
Bertemu
•°•
"Tumben Mas, nyuci mobil sendiri."
Gak perlu noleh buat memastikan siapa yang baru saja bicara, karena itu pasti Bima yang baru selesai jogging pagi. Dari radius sepuluh meter udah kecium bau keringatnya.
"Biasanya tinggal pergi ke steam mobil, kan Mas orangnya mageran." sahut Bima lagi.
"Komentar mulu sih netijen, heran." Gue mencoba untuk gak melempar spons berbusa di tangan, "padahal dia sendiri lebih mageran." cetus gue.
Setelah mendengar bunyi gerbang yang ditutup akhirnya gue noleh, melihat Bima berdiri dengan tangan terlipat di depan perut. Persis mandor yang lagi mandorin tukangnya.
"Apa?" tanya gue kemudian.
"Cuciin motor adek dong sekalian." Bima menunjuk ke arah lain dengan dagunya. "Baru inget kemarin kehujanan, kotor banget."
Gak perlu pikir panjang saat itu juga gue lempar spons berbusa ke arah Bima. "Emangnya Mas babu kamu hah?!!" omel gue garang.
Tapi Bima malah ketawa. "Sekalian Mas, sekalian keringetan bisa kali motor adek dicuciin—ARGHHH BASAH! BASAH MAS BASAH!"
Bukan cuma spons berbusa gantian gue angkat selang terus sengaja di arahin ke arah Bima. Adek gue satu-satunya itu mencak-mencak sambil berusaha menghindar, "BUNDAAAAAAAAAA LIHAT KELAKUAN MAS DAMAR NIH!" teriak Bima keras banget.
Gue ketawa santai, "Bunda di dapur gak akan dengar—"
"Damar! Adeknya diapain masyaallah! Kenapa Bima disiram kaya gitu?!! Damar!" seru Bunda tiba-tiba muncul dengan wajah panik. "Kalo adeknya sakit gimana?!!"
Selang di tangan auto tergeletak di atas tanah, gue buru-buru matiin keran air dengan gerakan panik. "Bukan gitu Bun, tadi tuh Bima—" gue berniat menjelaskan tapi Bunda lebih dulu melontarkan kalimatnya.
"Jahat banget sih kamu, masa adek sendiri disiram air begitu??! Emangnya Bima tanaman hias??!!" omel Bunda.
"Ppfftt!" gak mau ketahuan ketawa di depan Bunda gue buang wajah, melihat Bima yang basah kuyup dengan wajah pasrah. "Maafin Mas ya Bim—ppfft!"
Gawat, ngeliat kondisi Bima yang basah kuyup justru membuat keingan gue tertawa makin besar. Gak tahu harus gimana lagi gue udah pasrah tutup mulut pake tangan, berharap suara tawanya gak terdengar sampai ke telinga Bunda.
"Bun! Lihat tuh Mas Damar malah ketawa!!" adu Bima, menunjuk gue dengan wajah tidak terima.
"Apa?? Siapa yang ketawa?!" gue berusaha banget pasang ekpresi poker face tapi jadinya malah begini,
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung Jalan
Short StoryDamar sudah lelah. Seluruh perjuangannya tidak ada yang membuahkan hasil, selalu terhalang oleh sekat kuat tak kasat mata. Ingin sekali menyerah, tapi pada penghujung jalan, ia menemukan titik cerah. Ternyata skenario-Nya lebih indah. Kim Doyoung...