DIA sedang mengemudi.
Dowoon bisa merasakan dia tengah duduk di atas mobil yang bergerak, agak membuatnya mual pada awalnya, tapi Dowoon cepat terbiasa. Dia berada di sebuah mobil tua, interior mobil yang telah lama tidak dilihatnya. Tidak ada layar navigasi atau sederet tombol canggih yang biasa Dowoon lihat pada mobil yang dinaikinya. Ini mobil lama, tapi cukup bagus.
Angin malam menampar pipinya, dingin tapi menenangkan. Jari-jarinya yang kurus mencengkeram setir, mengendalikannya dengan stabil. Matanya menatap ke depan, mobil yang dikemudikannya memasuki terowongan. Meski kesadarannya tidak dalam kondisi untuk menyetir, Dowoon sadar tangannya bergerak secara otomatis, seperti perintah autopilot yang tertanam di otaknya. Dowoon berhasil menggerakkan lehernya, menemui seseorang tertidur lelap pada kursi disampingnya. Dari postur tubuhnya, Dowoon menduga dia seorang laki-laki. Sebagian besar rambutnya tertutupi tudung jaketnya yang gelap, tapi Dowoon bisa melihat sebagian helai rambut pirang pucat jatuh di dahinya. Lampu yang tertanam pada dinding terowongan bergantian menyinari wajahnya. Di satu kesempatan, Dowoon bisa melihat fitur wajah tampan laki-laki di sampingnya. Ketampanan yang sedikit berbeda dari orang Korea kebanyakan.
Berdarah campuran?
"Oppa, lihatlah ke depan saat mengemudi."
Suara lembut itu membuat Dowoon melirik kaca spion tengah, bertemu pandang dengan seorang gadis yang tengah menggosok matanya. Rambutnya berantakan, tapi justru membuatnya kelihatan menggemaskan. Dowoon ingin bertanya 'siapa kau?' tapi yang keluar dari mulutnya justru kalimat lain.
"Tidurlah. Kau pasti lelah."
Dowoon terkejut karena nada lembut yang keluar dari mulutnya. Nada yang hanya dia gunakan pada orang-orang yang telah dekat dengannya. Anehnya, Dowoon bahkan tidak tahu siapa nama gadis di belakang itu.
"Apa Oppa lelah?" Dia menjulurkan kepalanya mendekat di antara dua kursi. "Kita bisa bergantian."
Dowoon menoleh. Cahaya dari lampu menerangi tepat saat gadis itu tersenyum, membuat Dowoon bisa melihat kerut samar di matanya yang menyipit, juga pipinya yang terangkat saat bibir merah muda itu melengkung ke atas. Helai rambut sebahunya terkulai di pundak Dowoon. Meluncur turun dan berkilau di bawah penerangan samar.
"Kau tidak bisa menyetir, Yerim."
Lagi-lagi keluar tanpa dia sadari. Gadis bernama Yerim itu tertawa pelan, terdengar renyah dan menular. Dowoon bisa merasakan sudut bibirnya berkedut, lalu membentuk senyum yang tidak bisa dia tahan. Dowoon tidak paham apa yang sedang terjadi.
"Kita di mana?"
"Aku tidak tahu." Dowoon menjawab. Aku bahkan tidak tahu siapa kau atau orang di sebelahku, lanjutnya di dalam hati. Tapi kalimat itu hanya didengar dirinya sendiri. Mulutnya seolah terkunci selain untuk menjawab pertanyaan Yerim.
Yerim tidak mengatakan apa-apa. Dowoon bisa mendengarnya memundurkan tubuhnya ke belakang, bergumam sesuatu yang terdengar tidak jelas. Mungkin dia mau tidur lagi, atau entahlah, Dowoon tidak terlalu peduli. Pikirannya lebih disibukkan pertanyaan lain yang lebih penting. Di mana dia? Siapa orang-orang yang satu mobil dengannya? Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Berbagai skenario berputar di kepalanya, Dowoon mengambil satu kesimpulan;
Ini hanya mimpi.
Dowoon mengembuskan napas. Itu satu-satunya jawaban paling masuk akal sekarang. Dowoon mengulang-ngulang kalimat itu di dalam hati, berusaha meredam kepanikan yang sempat menjerat pikirannya. Mobil keluar dari terowongan. Dowoon menyalakan radio, membiarkan musik menemani perjalanannya yang sunyi. Dia kembali fokus pada jalanan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH {✓}
FanfictionHiraeth; (n.) a homesickness for a home to which you cannot return, a home which maybe never was; the nostalgia, the yearning, the grief for the lost places of your past. Mereka menemukan rumah, tapi bukan tempat beratap dan dinding di sekelilingnya...