TAHU apa yang lebih dibenci Dowoon selain keramaian? Keramaian di mana dia harus bersosialisasi. Sungguh, rasanya sangat menyebalkan. Dowoon ingin pulang. Dia sudah membayangkan kasur apartemennya yang empuk. Pilihan itu lebih baik baginya ketimbang terjebak di ruangan luas dan mewah dengan beragam manusia di dalamnya.
Dowoon meregangkan kerah kemejanya yang terasa mencekik. Acara penghargaan punya aturan khusus soal pakaian. Dowoon jelas tidak bisa datang ke sini dengan sweater polos, apalagi piyama.
Tepukan pada bahunya hampir membuat Dowoon menjatuhkan gelas minumannya. Dowoon berbalik, terkejut begitu menemui wajah seorang gadis yang tampak begitu familiar. Dowoon berusaha keras mengingat, rasanya nama gadis itu sudah ada di ujung lidahnya.
"Park Sooyoung?"
"Yoon Dowoon!" Gadis itu berseru senang, kelewat antusias hingga memeluk Dowoon.
Dowoon tertawa, meski dia segera meminta Sooyoung melepaskan pelukannya. "Kau bisa membuatku mati sesak napas."
"Ups." Sooyoung melonggarkan dekapannya. Dia tampak semakin cantik, lebih bersinar dari yang Dowoon ingat. Senyumnya sama hangatnya dengan yang terakhir kali Dowoon lihat. "Aku hanya tidak menyangka bertemu denganmu di sini."
"Aku juga." Dowoon tersenyum, lalu teringat sesuatu. "Kau di sini karena...."
"Aku berhasil mewujudkan impianku!" Sooyoung memotong dengan ceria.
"Oh, benarkah? Siapa artis asuhanmu?" Dowoon ingat kalau impian Sooyoung semasa mereka sekolah menengah adalah menjadi manajer artis.
Senyum lebar terkembang di bibir merah Sooyoung. "Seorang aktor. Kau pasti mengenalnya. Omong-omong, kau menjadi sutradara sekarang? Serius, aku sudah menyangka yang satu ini."
"Bagaimana kau tahu?"
"Kalau kau akan menjadi sutradara?"
"Bukan, bagaimana kau bisa mengenalku sebagai sutradara?
Sooyoung memutar bola mata, seolah Dowoon baru saja menanyakan kenapa langit berwarna biru. "Sejak dulu, aku tidak mengerti soal ini. Tapi gadis-gadis menggila tentangmu di sosial media. Mereka bilang kau lebih pantas berada di depan kamera ketimbang di belakangnya.. Intinya, kau cukup booming akhir-akhir ini, aku melihatmu di televisi."
Dowoon menghela napas, bisa merasakan suasana hatinya langsung turun ke dasar. "Sejujurnya, ini sangat menyebalkan. Aku ingin dikenal karena karyaku, bukan karena wajahku."
Sooyoung tersenyum simpatik, dan Dowoon selalu suka bagaimana Sooyoung dapat menghargai seseorang bukan dari wajahnya. "Aku menyukai trailer film terbarumu, sungguh. Kau memilih aktor dan aktris yang tepat dan penggambaranmu sangat menakjubkan."
"Terima kasih. Aku akan menganggap itu pujian dari seseorang yang sudah lama terjun di dunia perfilman."
Sooyoung tertawa pelan. "Selera humormu masih saja seperti itu. Omong-omong, kau datang sendiri ke sini?"
Dowoon mengarahkan dagunya ke seberang ruangan, pada sekumpulan pria dan wanita dengan jas mahal dan gaun-gaun indah membalut tubuh mereka. Seorang laki-laki dengan setelan jas putih melihat ke arah mereka, lalu tersenyum lebar. Dowoon membalas dengan anggukan ringan sementara Sooyoung tersenyum sopan.
"Kim Wonpil. Kenal?"
"Tentu saja!" seru Sooyoung. "Mana mungkin aku tidak mengenal penyanyi dengan suara sebagus dia? Dia pernah mengisi soundtrack pada film yang dibintangi Hansol."
"Hansol?"
"Oh, kau mungkin lebih mengenalnya dengan nama Vernon. Aku manajernya." Sooyoung tersenyum bangga, dan Dowoon tidak bisa menolak kejujuran pada matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH {✓}
FanfictionHiraeth; (n.) a homesickness for a home to which you cannot return, a home which maybe never was; the nostalgia, the yearning, the grief for the lost places of your past. Mereka menemukan rumah, tapi bukan tempat beratap dan dinding di sekelilingnya...