penggal tiga

225 107 14
                                    

Mereka berdua terbuai dalam isi percakapan. Tidak terlihat lagi canggung. Sesekali diiringi canda tawa.

Pukul sepuluh lewat tujuh.

Seluruh murid kembali ke kelas dan kantin perlahan mulai sepi.

"Kita tukaran dong, kamu dibangku aku."

"Oke," setuju gadis itu pada ajakan Partha dan mengambil semua perkakas.

"Kamu kenapa pindah?" tanya Surai penasaran.

"Biar dekat dengan nona manis," jawabnya tersenyum dengan kedipan mata.

Kelas kemudian berlanjut. Datang guru membawa tiga buku dan tas di bahu.

✠ ✠ ✠

"

Selesai juga hari ini."

"Segitu saja ngeluh, dasar lemah."

"Mari pulang?"

"Ayo!"

Lantas mereka beriringin keluar dari lingkungan sekolah. Berjalan kaki karena memang rumah tak jauh dari sekolah.

"Bagaimana hari ini?" tanya Surai membuka percakapan di tengah jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Bagaimana hari ini?" tanya Surai membuka percakapan di tengah jalan.

"Lumayan menyenangkan."

"Ku harap kata lumayan akan segera berganti menjadi sangat."

"Ini baru permulaan. Tunggu saja hari berikutnya, mungkin akan lebih nyaman."

"Semoga."

✠ ✠ ✠

Hari lepas hari hingga bulan dan terganti setahun.

Ada dalam satu ruangan menjadikan mereka terikat hubungan teman. Walau taruna berharap lebih mendalam.

Tetapi tuan hanya menyimpan seluruh perasaan.

"Tha, bisa ajari aku nomor 13?"

Lamunan seketika terhenti.

"Dengan senang hati, nona manis."

Lihai menjelaskan setiap pembahasan yang terlihat rumit bagi Surai. Seksama memahami ocehan dari mulut taruna. Memang kalau menyangkut materi berhitung, tak akan ada habisnya membuat otak semakin panas dan bisa saja buntung.

Mata nona manis tak mau terputus dari tangan taruna yang sibuk menari di atas kertas putih. Sedetikpun tiada kedip.

"Oh, garis satu bersinggungan dengan garis ketiga."

Merasa sedikit paham, Surai berusaha mengerjakan beberapa soal dengan usahanya. Sangat serius, seluruh atensi hanya memandangi papan hitam di depan.

Partha juga tentu sibuk dengan antesinya memuji wajah cantik nona manis.

Cantik. Sungguh cantik ciptaanmu ini wahai penguasa bumi.

"Ingin ku memiliki nona manis," bisik taruna membuat Surai bergidik.

"Otakmu sedang tidak sehat," dibalas singkat namun pipi merona muda sedikit malu.

Memang, tidak sehat karena selalu Surai dalam isi kepala. Chitrangada Lalita Surai telah berhasil memikat hatiku.

Abudaga ; Kim Rowoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang