Kelas sebelas satu.
Hari ini jadwal pelajaran olahraga. Semua murid mengganti pakaian dan segera menghampiri guru yang sudah berdiri tegak di tengah lapangan.
"Ayo semua berkumpul," kata seorang bapak guru meniup lantang peluit di dalam bibir.
Lalu mereka berlari menghampiri.
"Kita pemanasan dulu!" perintah sang guru. "Partha, silahkan kamu pimpin."
Taruna langsung mengambil alih barisan dan mulai menghitung.
"satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan." ucap semua murid.
Saat semua asik melakukan pemanasan, "Surai, hidung kamu berdarah nak." ucap guru sigat menghampiri taruni.
Telinga taruna yang mendengarpun ikut khawatir. Menyusul di belakang bapak guru.
"Kamu sakit?" dengan lembut membelai kening dan menghapus jejak darah yang tersisa di bawah hidung.
"Ah tidak. Mungkin hanya kelelahan,"
"Kamu bawa saja dia ke UKS."
Merekapun pamit meninggalkan lapangan.
✠ ✠ ✠
"Kamu tadi sarapan?"
"Belum, hehe."
"Astaga, pantas mimisan."
"Aku pesan makanan dulu. Kamu jangan gerak sedikitpun, istirahat dulu."
Taruna beranjak pergi dengan langkah tergesa.
Sembari menunggu, puan melihat langit ruang UKS sampai terlelap.
"Hai Surai,"
"Eh kalian kesini." sahutnya pada segerombolan gadis yang datang.
"Tentu, kami khawatir denganmu."
"Tapi lebih khawatir Partha pastinya hahaha,"
Merasa yang mereka tertawakan bukan bahan lelucon yang cocok.
"Maksudnya?" bertanya dengan heran.
"Kamu tidak lihat Partha tadi cemas banget lihat kamu mimisan."
"Tentu dia khawatir, kami kan sahabat. Itu hal yang biasa dalam persahabatan."
"Kamu yakin semua hanya sebatas sahabat?" tanya seorang gadis memastikan.
"Tentu yakin," jawab Surai dengan seluruh keyakinan.
"Sahabat cinta maksud Surai haha," malah disanggah tawa kembali.
"Ternyata semua hanya sebatas teman baginya, padahal aku berharap lebih atas nama cinta ini," kata taruna yang sedari menguping percakapan mereka.