Sudah 3 hari Anton tidak pulang. Julia tidak peduli Anton kemana, gawainya pun ia nonaktifkan. Julia sudah melakukan apa yang mesti ia lakukan dan ia penasaran akan reaksi Anton.Sesungguhnya Julia sangat mencintai Anton namun prilaku suaminya memaksa ia mengambil tindakan tegas. Ia ingin Anton jera.
"Bu, ada Bapak di depan." ucap Tomo satpam di rumah Julia.
"Jangan dibuka pagernya, seperti perintah saya kemarin."
"Tapi, Bu. Kasian Bapak."
"Lebih kasian anak istri Pak Tomo kalau pintu pager itu dibuka."
Pak Tomo terdiam mendengar ucapan majikannya. Julia memang mengancam pegawai di rumahnya jika mereka membukakan pintu untuk Anton maka mereka akan diberhentikan.
"Bilang pada Bapak, ditunggu Ayah di rumah besar."
"Baik, Bu."
Pak Tomo berlalu pergi menuju ke gerbang rumah sementara Julia berdiri di dekat jendela, ia memerhatikan Pak Tomo yang berbicara pada Anton. Terlihat sekali emosi Anton dari kejauhan.
***
Julia memasuki rumah mertuanya, ia langsung menuju ruang keluarga di mana Anton dan orang tuanya telah menunggu.
"Akhirnya kamu datang juga," ucap Anton.
Juli tersenyum sinis pada Anton lalu mencium punggung tangan bapak dan ibu mertuanya.
"Duduk, Julia." Ibu mertua yang usianya sudah tua itu meminta Julia untuk duduk.
Julia duduk di sofa tepat di samping sang ibu mertua.
"Ayah sudah dengar semua penuturan Julia dan melihat semua buktinya. Kamu gak bisa lagi mengelak, Anton." ujar ayah dengan tatapan tajam.
"Semua yang Anton lakukan ada alasannya, Yah."
"Apa alasan perselingkuhan kamu?"
"Asti hidup menderita semenjak Julia memberi video kami pada suaminya. Ia diceraikan dan tak dianggap lagi oleh orang tuanya. Anton kasihan dengan Asti, Anton hanya ingin menolong."
"Menolong sampai menghasilkan anak? Ngaco aja kamu!" sembur Ayah.
"Asti gak punya tempat bersandar selain aku. Aku gak tega."
"Gak tega sampe menghasilkan anak. Itu namanya selingkuh! Pinter kamu cari alasan." sinis Julia.
"Kalau kamu berniat menolong, kamu bisa melakukan tanpa berhubungan dekat lagi dengan Asti. Kamu itu lulusan Harvard, masa gitu aja gak bisa nyari cara." Ibu mertua Julia ikut bicara.
Anton terdiam dan tangannya mengepal. "Oke, aku mengaku salah. Asti memang selingkuhanku."
"Lalu kenapa kamu berselingkuh?"
"Julia terlalu mandiri, tidak ada celah bagi aku untuk menjadi sandaran baginya. Sebagai suami aku ingin menjadi sandaran istri. Sementara Asti perempuan yang lemah yang membutuhkan sandaran dalam hidupnya."
"Alasan!" ucap Julia.
"Aku ingin istriku menjadikan aku sebagai sandarannya. Aku laki-laki, aku punya power untuk itu."
"Kamu terus saja memberi alasan untuk membenarkan perselingkuhanmu. Ayah sudah ambil keputusan."
"Keputusan ... keputusan apa?"
"Saham kamu di perusahaan yang ayah berikan untukmu sudah diubah menjadi atas nama anak-anakmu dan Julia yang menjadi perwakilan mereka."
"Ayah ... ayah tidak bisa seperti itu."
"Tentu saja bisa, itu hukuman buat kamu. Saham itu selama ini masih atas nama ayah dan kini menjadi milik anak-anakmu."
"Lalu ... aku?"
"Kamu masih bisa menjadi direktur perusahaan atas izin Julia."
"Kamu tega Julia,"
Julia hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan Anton. Tiba-tiba ponsel Anton berbunyi.
"Ya halo,"
"...."
"Apa?"
"...."
"Baik saya segera ke sana,"
Julia dan kedua mertuanya saling tatap mendengar ucapan Anton dengan seseorang via telpon.
"Aku harus ke rumah sakit, Asti kritis." Selesai berucap Anton berlalu pergi.
***
"Julia, please maafkan aku," Anton berlutut di kaki Julia.
"Aku mau antar anak-anak ke sekolah," Julia menghentakkan kakinya yang disentuh oleh Anton. Pagi ini Julia baru saja memanaskan mobil untuk mengantar anaknya ke sekolah. Dan Anton tiba-tiba masuk ke dalam halaman rumah mereka.
"Aku bersalah, aku akui itu. Maafkan aku Julia. Tidak adakah sisa cinta di hatimu untukku?"
"Kamu bicara soal cinta? Dulu ke mana cinta kamu saat bersama Asti?"
"Julia, jika kamu tidak menerimaku setidaknya rawatlah anak ini. Ia tidak bersalah." Anton memperlihatkan wajah bayi di gendongannya.
"Itu anak Asti kan? Kalian rawat saja."
"Asti sudah wafat 3 hari yang lalu." Anton berkata lirih.
"Kamu gak tau malu, begitu menderita datang lagi padaku."
"Aku tidak bisa merawat bayi, Julia. Aku mohon rawatlah anak ini, aku akan pergi dari hidupmu."
"Oek ... oek ... oek ...." Bayi yang masih merah itu menangis keras dalam gendongan Anton.
Julia menatap bayi itu, naluri keibuannya berkata bayi itu tidak bersalah, dia adalah korban sama seperti dia dan anak-anaknya.
"Please Julia, anak ini tidak bersalah. Aku dan Asti yang salah. Jangan biarkan ia menanggung kesalahan kami."
Julia kembali menatap bayi mungil itu. Binar mata sang bayi seakan menarik Julia. Hatinya tak tega.
"Kemarikan bayi itu, dan pergilah aku tidak ingin melihatmu."
Anton memberikan bayi mungil itu pada Julia lalu pergi.
***
"Mbak, kok jadi ngelamun?" tegur April pada Julia yang duduk di hadapannya.
"Inget masa lalu."
"Yang lalu biarlah berlalu, Mas Anton juga sekarang udah beneran tobat kan. Gak selingkuh lagi dan jauh lebih religius dari pada dulu. Rajin ibadah."
"Iya. Alhamdulillah."
"Mbak, temani aku ketemu temen-temen, yuk. Aku beneran suntuk nih. Aku pengen ngilangin stress."
"Masalah kamu itu dihadapi bukan dihilangin."
"Justru itu. Ada temen-temen yang senasib sama aku. Aku pengen Mbak ketemu mereka, daripada menghadapi masalah sendiri mending bersama-sama kan."
Julia mengangguk. "Baiklah, Mbak bersiap dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
A-pel (Anti Pelakor)
Storie brevi" Tutup semua celah untuk para pelakor" 5 wanita beda usia, beda profesi, beda latar belakang berkumpul bersama demi menjaga keutuhan rumah tangga mereka dari makhluk yang bernama pelakor (perebut lelaki orang). A-pel, Anti pelakor akan melakukan a...