Sore yang cukup dingin. Beberapa daun mulai jatuh berguguran, terpisah dari rantingnya. Sebagian tersapu angin dan pergi cukup jauh dari asalnya. Aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke rumah. Di tanganku, ada sebuket bunga lily. Meski tidak sedang musim semi, aku tetap berjuang untuk mendapatkan bunga ini sebagai kado ulang tahun untuk Zoe. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dan ini adalah tahun ketiga kami merayakannya di Seattle.
Tidak terasa sudah tiga tahun kami berdua tinggal di Seattle. Menikmati setiap harinya dengan lingkungan baru. Zoe sangat bahagia setiap kali musim semi ataupun ketika salju turun pertama kali di musim dingin. Dia selalu mengajakku ke Festival Tulip di Lembah Skagit atau menikmati bunga sakura bermekaran di Tidal Basin. Dia juga punya toko langganan untuk membeli bunga saat musim semi, karena dia akan mengganti vas bunga di ruang tamu setiap harinya. Kecintaan Zoe pada bunga, bahkan sudah dikenal oleh penjual di pasar bunga.
Langkah kakiku melambat saat sudah sampai di dekat rumah. Aku melihat lagi buket bunga yang aku bawa dan memastikan kalau kondisinya masih bagus. Bibirku mengulum senyum, membayangkan betapa bahagianya Zoe saat menerimanya. Aku melangkahkan kakiku menaiki empat anak tangga menuju ke pintu. Tanganku meraih pegangan pintu dan mendorong pintu. Ruang tamu sepi. Aku terus melangkah masuk hingga ke bagian dapur. Senyumku mengembang saat melihat Zoe sudah berdiri di dekat sofa dan sedang tersenyum padaku. Dia mengenakan terusan selutut dengan motif bunga. Satu tangannya memegang kamera.
“Happy birthdaaayy!” seruku sambil berjalan ke arahnya. Dia mengarahkan kameranya ke wajahku dan merekamnya, bahkan saat aku mencium bibirnya.
“Tulipnya indah.” Dia menerima buket bunga dariku dan menciumnya. “Surprise gift from my husband.” Ucapnya sambil menghadapkan kamera yang dipegangnya ke arahnya. Dia menunjukkan buket bunga lily di tangannya.
Aku tersenyum sendiri melihatnya. Dia selalu merekam setiap aktifitas yang dilakukannya ataupun pada momen spesialnya, seperti hari ini.“Bagaimana kamu tahu akan membawa kado untukmu?” tanyaku.
“Karena aku tahu kamu tidak akan melewatkan ulang tahunku.” Zoe tersenyum saat mengatakannya. Dia kemudian mengajakku ke meja makan. Di sana, dia sudah menyiapkan makan malam untuk berdua. Sebenarnya, terlalu banyak untuk dimakan berdua saja.
“Curry?”
“Ya. Aku belajar membuat chicken curry dari penjual di pasar. Dia bahkan memberiku beberapa bumbu rahasia dari kampung halamannya untuk membuat chicken curry.” Cerita Zoe.
“Penjual dari India itu?”
“Hmm. Dia sangat baik padaku.”
“Sepertinya, kamu semakin banyak kenalan di sini.”
Zoe tertawa mendengarnya. Dia memang sangat ramah pada beberapa orang di lingkungan ini. Dia sering mengajak bicara orang-orang di pasar sambil berbelanja. Kebanyakan mereka juga orang-orang pendatang seperti kami.
“Enak.” Chicken curry ini benar-benar enak. Bumbunya memang terasa tidak biasa di lidah, tetapi mungkin itulah ciri khas makanan India.
Zoe tampak senang saat melihatku memakan curry buatannya dengan lahap. Semangkok besar curry yang dia siapkan bahkan sampai habis tidak tersisa.Setelah selesai makan, kami berdua memilih untuk duduk berdua di depan perapian. Zoe tidur di pangkuanku seperti yang biasa dilakukannya tiap malam.
“Aku mendapat telepon beberapa hari yang lalu.” ucap Zoe tiba-tiba.
Aku menghentikan aktifitasku membaca buku, dan menatap Zoe. Menunggunya melanjutkan ucapan.
“Seseorang dari rumah sakit menghubungiku kalau ada pasien yang mendaftar untuk donor jantung. Kebetulan, jantungnya cocok denganku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day We Had
RomanceAku tidak pernah berpikir kalau takdir akan membuatku bersinggungan dengan perempuan bernama Zoe. Membawaku pada keputusan-keputusan besar, termasuk mengakhiri pertunanganku dan memilih menikahinya. Namun, aku tidak pernah menyesali setiap waktu yan...