E m p a t.

3.8K 108 0
                                    

"Zoya cantik kan Al?" Tanya Lenna menggoda anaknya yang ia tau kalau anaknya itu keceplosan.

Albar yang emang dasarnya acuh tak acuh pun tak menggubris ucapan mommy nya dan ia melanjutkan kegiatan mengecek email yang masuk.

Pekerjaan lebih penting bagaimanapun keadaannya ia lebih memilih pekerjaan daripada pernikahan yang pikirnya belum tentu bahagia.

Kalian salah besar jika perasaan batu yang dimiliki Albar adalah sebuah trauma di masa lalunya. Big No!

Dia sudah muak melihat perempuan diluar sana memberikan tubuhnya begitu saja saat mendekatinya. Maka dari itu ia tak berminat sama sekali yang namanya cinta.

Semua itu hanyalah palsu..

Cinta selalu mendatangkan kekacauan dalam hidup, sama seperti kerabatnya.. Tapi itu dulu sebelum sang kerabatnya membuat keluarga nya menjadi jatuh miskin.

Hanya keluarga kecilnya saat ini yang bisa memberikan segala kekuatan dalam menjalankan hidupnya.

Oke balik lagi pada dua sejoli ini..

"Kamu itu Al, calon istri secantik dan semanis Zoya di anggurin. Harusnya tuh kamu beruntung punya nak Zoya yang sabar juga wanita cerdas." Bukan Lenna namanya kalau tidak menceramahi sang anaknya yang bandel kalau urusan perempuan.

Tentu saja Zoya sedang berganti baju yang awal ia pakai tadi di ruang ganti. Lenna juga bisa malu dengan sikap dingin Albar kalau menceramahi anaknya di depan calon menantunya.

"Masih lama mom?" Si Albar bukannya mencerna ucapan sang mommy malah balik bertanya.

"Kamu itu Al selalu buat mommy mikir." Pasrah Lenna yang ucapan nya selalu di abaikan oleh sang anak.

"Mom belum cukup aku menerima perjodohan ini?" Belanya yang tak mau di salahkan.

"Al dengar mommy.. mommy bukannya mau cepat-cepat dapet cucu dari kamu, mommy cuma mau melihat kamu menikah dengan perempuan yang bisa bertanggung jawab dengan keluarga nya. Sudah itu saja mommy udah bahagia Al." Kesedihan terpancar dari raut wajah Lenna.

"Dan lagi.. jangan pernah sakiti nak Zoya Al, karena Zoya itu gadis yang sangat ceria yang jarang mengenal kesedihan." Setetes air mata Lenna jatuh membasahi pipinya.

Albar yang jarang melihat mommy nya menangis dan kali ini sang ibu yang selalu cerewet kepadanya menangis menasehati nya.

Ia pun iba lalu segera memeluk mommy nya, rasa bersalah juga hinggap di hatinya tak tega melihat seorang ibu yang telah melahirkan nya memberikan apa itu arti sebuah keluarga bahagia di hidupnya yang dingin.

Zoya yang telah keluar tanpa ditemani pegawai lagi, menatap seorang ibu dan anak yang saling menukar kesedihan di hadapan nya. Ia pun merasakan kesedihan itu dan tanpa sadar air mata juga jatuh membasahi pipinya.

Seorang ibu dan anak sadar kalau masih di butik segera mereka melepaskan pelukan itu.

Lenna yang peka kalau sedari tadi Zoya diam menatap adegan tadi pun langsung menyunggingkan senyuman yang tulus.

"Sini nak Zoya." Perintah Lenna sembari menepuk sofa yang kosong di sebelahnya.

Zoya menghapus cepat sisa-sisa air matanya lalu berjalan mendekati calon mertuanya yang duduk menatap kearah nya. Albar lagi-lagi bersikap acuh menyibukkan diri menatap Tap nya, namun sesekali melirik kearah Zoya dengan sudut matanya.

"Al antar nak Zoya pulang."

"Hmm."

Keduanya pun beranjak pergi meninggalkan butik kecuali Lenna yang memang ia bekerja disini sebagai pemilik.

Sesampainya di mobil Albar kembali bersuara ke Zoya " Besok saat kau pergi wisuda beritahu aku jam berapa acaranya." Setelah mengucapkan kalimat itu ke Zoya Albar langsung masuk kedalam mobil begitu saja.

Zoya pun langsung mengikuti gerakan Albar memasuki mobil dia.

"Kenapa kamu bertanya begitu?" Tanyanya cepat tak mau lagi gugup.

"Aku temani." Sudah? Dua kata itu saja yang keluar? kurang cukup.

"Tapi kenapa kau—" tanyanya lagi masih penasaran kenapa tiba-tiba dia menemani ia wisuda.

Albar menyurai rambutnya dengan kedua tangan kemudian menjawab " karena mommy, apa ada lagi yang kau tanyakan?" Sembari menatap mata Zoya yang menciptakan jantung Zoya yang berdetak lebih cepat.

"Kalau anda tidak berkenan lebih baik jangan." Mulai sekarang Zoya harus memberikan sifat ketus kepada Albar.

Apalagi tadi ia diberi tahu calon mertuanya kalau Albar itu seorang pemarah. Jadi apa salahnya ia mencoba mengeluarkan emosi pria itu.

"Kau tau.. aku tidak suka kepada orang yang membantah perintahku." Tatapan tajam Albar yang mulai tercipta.

"Apa anda juga tau.. saya orang yang tidak suka memaksa." Balas Zoya tak kalah tajam nan dingin. Hilang sudah rasa takut dan gugup jika ia sedang memandang pria satu itu.

Ia harus tegas dengan pria beku yang bernama Albar, sungguh ini juga bukan sifatnya bersikap ketus kepada seseorang apalagi baru dikenalnya.

"Terserah saya tetap menjemput besok."

"Baik. Jangan harap anda bisa menjemput saya besok."

Albar lebih memilih diam dan melajukan mobilnya mengantarkan gadis yang kata mommy nya baik hati itu.

Keadaan di dalam mobil pun ikut memanas padahal AC sudah menyala sedari tadi.

Sampai tak terasa sudah sampai di rumah Zoya dan Zoya yang menyadari itu langsung sesegera mungkin turun dari mobil Albar.

"Makasih atas tumpangannya." Sebelum menutup pintu mobil ia mengucapkan terimakasih dengan nada ketus.

Dengan kesal Zoya melangkah menaiki tangga dengan wajah garang. Tak ada ucapan 'Zoya pulang' seperti biasanya kalau ia masuk kedalam rumah.

Untung keadaan rumah lagi sepi, entah kemana ibu nya berada. Mungkin ibunya lagi di kantor ayahnya kerja.

"Tenang Zoya ngga mungkin dia jemput besok." Ia menyakinkan kalau Albar hanya mengada-ada.

Segera ia membersihkan diri dengan mengguyur air dingin agar lebih santai.

Beda lagi kalau Albar, ia benar-benar kesal namun juga heran. Perasaan, kemarin gadis yang dijodohkan orang tuanya selalu gugup, tapi apa tadi..

Sekilas bayangkan saat Albar dengan enggan menatap Zoya di butik tadi. Kalau dilihat-lihat lumayan juga gadis itu.

Tidak, tidak.. ia tidak merasa jatuh dengan tampilan nya tadi, hanya menilai saja. Ingat! Menilai saja.

Albar pun tak sekeji itu kepada orang tuanya apalagi pada wanita pujaannya yaitu sang mommy tercintanya.

Melihat mommy nya menangis dia juga merasa kurang memberikan kebahagiaan kepada sang mommy nya. Ia kira sudah cukup memberikan keberhasilan atas kerja kerasnya selama ini, dengan memberikan perubahan dalam hidupnya yang terpuruk di masa lalu.

Albar juga tak menyalahkan daddy-nya yang memberikan kepercaya penuh kepada kerabat nya dulu yang tega merebut semua aset perusahaan ayahnya hingga ke akar-akarnya.

Justru yang menguatkan dirinya adalah kedua orangtuanya yang seharusnya sedang terpuruk dengan kejadian di masa lalunya.

Tapi mau di kata bagaimana juga takdir lah yang akan menang membawa perjalanan seseorang entah seperti apa.

~~~












Don't forget for vote and comen read, thanks a lot read.💜💜

The Cold Man [New]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang