"Ntar aku aja yang jemput ya, ngga usah ikut Bram," tegas Idrus sekali lagi.
Jenna heran, mobilnya sudah jadi sejak Kamis siang, tapi tetap saja Idrus menjemputnya, dan bodohnya dia tetap saja mau ikut.
"Calon istrinya Pak Bram cemburu ya, sampe nyuruh kamu anter jemput aku gini?" tanya Jenna dengan muka ingin tahunya.
Semenjak Soesdjito masuk rumah sakit dan sekarang sudah dirumah mereka makin akrab saja.
Idrus menatap Jenna dengan malas, perempuan ini memang menyebalkan.
Dia melihat Jena memakai dress A-line yang menampilkan bahu menggemaskannya. Dia gatal memakaikan jaket pada tubuh jenna, dan tadi ia sempat rotes tentang apa yang dikenakan Jenna.
Namun wanita itu menjawab bahwa dress ini sudah ia beli dengan Kahitna, dan memang sangat cocok dengan kepribadiannya yang tidak ribet. Lagipula dresscode hari ini berwarna putih. Serta satu rahasia lagi, Jenna sudah memermak dressnya agak mempunyai saku untuk tempat ponselnya dan pulpennya. Itu adalah hal yang sangat penting. Jenna lebih mungkin tidak membawa dompet daripada tidak membawa pena.
Tetap saja, Idrus nyaris menjerit bahwa dress ini terlalu pendek untuk Jenna.
"Beli gaun lagi yuk, yang agak panjang sama agak tertutup sedikit." rengek Idrus saat Jenna sedang memulas bibirnya.
"sekalian aja panggil Ivan Gunawan buat desain gaun sekarang, ngaco banget." Jenna berkomentar kesal, lalu sebelum turun dia menatap Idrus dan terseyum, "makasih ya udah dianterin."
Idrus hanya mengangguk dan segera saja mengatakan bahwa jam sepuluh nanti dia akan menjemput Jenna, sementara gadis itu hanya mengiyakan tanpa berkomentar panjang.
Seisi ruangan tampak mewah, banyak sekali perwakilan perusahaan yang diundang dan rasanya Jenna tak pantas sama sekali disini.
"Formalitas saja ya Jenn, saya agak kurang suka pesta begini," Bram mulai berbicara mengacaukan pikiran Jenna yang masih terpukau dengan dekorasi yang memanjakan mata para wanita. Bagaimana tidak, lihat saja disudut sana tampak tatanan bunga dan balon dengan lampu temaram menjadikan sudut tersebut sangat kental dengan suasana romantis.
Bram berhenti karena sapaan darirekan kerjanya, serta para pengusaha yang tiba-tiba mengerubung mereka.
Tapi sial, sepertinya malam ini Jenna tidak cukup banyak berdoa, dia kembali bertemu dengan Arneeta. Namun tak seperti biasanya, kali ini Arneeta tampil lebih sederhana. Tidak ada gaun berkerah rendah, ataupun berpotongan mini. Sama-sama dress a line seperti miliknya hanya saja punya Arneeta berenda.
"Jenna ... " panggil Arneeta riang, sambil menggandeng kekasihnya yang tentu saja sudah Jenna ketahui bahwa dialah orrang yang dulu selalu dia puja.
"Kenalin, tunangan gw, Dirga," ucap Arneeta.
Sementara Jenna hanya mengangguk. "Lo sendirian atau sama pacar lo?" nada pertanyaan Arneeta sangat kental dengan ejekan.
Sebelum Jenna sempat menjawab dia menyambung kalimatnya lagi, "Oh sorry, sama bos lo ya," lalu kembali memancarkan senyum sok ramahnya.
Dirga mengingatkan dengan membelai lembut lengan Arneeta. Jenna melihatnya tanpa sensor sama sekali, untung saja hatinya sudah terlatih meski rasanya tetap saja perih.
"Betul, saya sama atasan saya, tentu saja sembari mengembangkan bisnis, bukankah ini sangat efisen?" Jenna membalas sambil melempar senyum mautnya.
Diam-diam DIrga memandangi Jenna dengan mata yang lapar.
Bahkan tanpa dress a line sialan itu, JEnna tetap cntik. Sekalipun kulitnya tidak seputih porselen dan tubuhnya jauh dari kata semampai.
"Ah betul sekali, apalagi pesta seperti ini sebetulnya adalah ajang pamer keberhasilan diri, setujukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT YOUR BRIDE
ChickLitSewindu menjadi babu untuk pacarmu belum tentu dia mau menjadi pendampingmu. Jenna, wanita cantik, tangan kanan bos di perusahaan properti merasa dikhianati pacarnya sendiri. Delapan tahun jungkir balik bersama hanya berakhir menjadi pesuruh belaka...