Bab 17

1.6K 264 17
                                    


"Mau kemana ini?"

"Woi lo budek ya?!"

"Ini jalan kemana sih oi!"

Sudah setengah jam lebih Prilly berteriak menanyakan kemana Ali akan membawanya namun pria tampan itu masih memilih bungkam tanpa menghiraukan Prilly yang sudah mencak-mencak di tempatnya.

Sampai akhirnya Prilly memilih diam dan menoleh keluar menatap pemandangan diluar jendela mobil dari pada melihat pria datar di sampingnya bisa-bisa terjadi pembunuhan di dalam mobil ini.

"Kenapa diam?" Anehnya ketika Prilly diam justru Ali yang merasa sepi dia ingin gadis ini terus mencak-mencak dan berteriak didekat telinganya.

Aneh bukan?

Prilly mendengus kesal sebagai jawabannya dan mendengar dengusan pelan dari calon istrinya membuat senyum Ali mengembang lebar.

"Lo berubah bisu ya?"

"Apa sih lo?" Ketus Prilly tak habis pikir, tadi aja sok-sokan kaku ditanya lah sekarang giliran Prilly diam jadi sibuk sendiri kan?

"Gue mau ajak lo ke suatu tempat." Ali membuka suara. "Kemana?"

"Ke suatu tempat."

"Yaudah ke suatu tempat tuh kemana Bambank?!" Prilly gemas sendiri melihat kelakukan pria kaku yang tiba-tiba berubah jahil ini.

Ali kenapa sih?

Tawa Ali terdengar memenuhi mobil, dia tidak menyangka ternyata ada sisi lain dari gadis ini yang membuatnya tertawa seperti ini.

"Lo serius dengan pernikahan kita?" Entah kenapa tiba-tiba Ali mempertanyakan hal itu pada Prilly.

Prilly menoleh menatap Ali lama-lama begitu juga dengan Ali meskipun sesekali dia harus menoleh ke depan untuk melihat jalanan yang lumayan padat.

"Gue serius dan menurut Papa Alberto minggu depan kita akan melangsungkan pernikahan." Prilly sengaja menceritakan masalah ini untuk melihat bagaimana reaksi Ali apa pria itu akan mencak-mencak atau parahnya Ali marah dan menurunkannya di pinggir jalan.

"Oke."

"Ya? Lo bilang apa barusan?!" Prilly jelas terlonjak kaget menatap Ali dengan mata membulat sempurna.

"Oke. Gue bilang oke dan mulai sekarang mari berbicara sopan satu sama lain calon istriku." Ali mengedipkan matanya sebelum memperlihatkan senyuman mautnya pada Prilly yang masih menganga lebar dia belum mempercayai apa yang baru saja dia lihat dan dia dengar.

Dia yakin Ali pasti sedang merencanakan sesuatu. Prilly harus berhati-hati.

"Dan satu lagi." Prilly menaikkan sebelah alisnya menatap Ali seolah bertanya apa lagi.

"Aku mau kita menjalani kehidupan berumah tangga seperti pasangan normal lainnya."

"Oke nggak masalah asal tidak ada orang ketiga gu--aku oke aja." Jawab Prilly enteng.

Mereka berdua membicarakan perihal berumah tangga layaknya sebuah bisnis.

Ali menganggukkan kepalanya. "Setelah menikah aku akan berusaha setia sama kamu." Jawab Ali enteng namun penuh ketegasan.

Prilly kembali menaikkan sebelah alisnya menatap Ali dengan pandangan ragu yang sangat kentara. "Emang lo mampu keluar dari jurang kesesatan lo itu cuma karena gue?"

"Kamu bukan lo. Dan untuk pertanyaan kamu kita tidak akan tahu jawabannya sebelum kita mencoba tapi aku yakin selama ada niat pasti aku sanggup berubah menjadi pribadi lebih baik." Ujar Ali dengan santainya sebelum membelokkan mobilnya menuju sebuah pemakaman.

Prilly terhenyak ketika melihat Ali membawanya kemari. "Lo baru aja membicarakan perihal kesetiaan dan sekarang lo mau ngubur gue iya?!"

"Apa sih? Kita ke sini itu untuk--"

"Ngubur gue iya kan? Masak iya ke pemakaman main catur ada aja."

Ali tak bisa menahan tawa gelinya, wanita ini ada saja. Sepertinya tak salah jika Ali memperlakukan Prilly baik-baik sampai wanita itu luluh dan baam Ali akan merebut kembali warisannya dari tangan Prilly.

Dan semua itu dimulai dengan memperlihatkan keseriusannya pada Prilly.

"Di sana ada Mama aku kamu tidak mau bertemu dengan calon Ibu mertua kamu?" Ali bertanya dengan suara lembutnya sengaja dia sentuh sudut bibir Prilly yang terlihat membiru akibat tamparan yang diterimanya.

"Setelah dari sini kita ke klinik ya aku nggak mau lebam ini semakin parah." Ali kembali menyentuh sudut bibir Prilly.

Prilly membeku dia tak siap dengan kedekatannya dengan Ali apalagi tatapan pria yang terlihat begitu tulus. Ya Tuhan kenapa jantungnya berdebar begitu kencang?

Ada apa dengannya?

***

"Ma Ali datang.."

Prilly memilih diam dan memperhatikan calon suaminya menyapa Ibunya.

Ali tersenyum lembut ketika menyentuh nisan yang bertuliskan nama Ibunya. Wanita yang sangat dicintai olehnya.

"Maaf Ali lupa membawakan mawar putih kesukaan Mama namun Ali kemari tidak sendirian Ma ada seseorang yang ingin Ali kenalkan pada Mama." Ali kembali mengulas senyum lembutnya setelah mengulurkan tangannya pada Prilly.

Prilly meraih tangan Ali bibirnya dengan refleks membalas senyuman Ali. "Namanya Prilly calon istri Ali yang berati calon menantu Mama juga." Ali kembali menatap pusara Ibunya.

"Dulu Mama sangat ingin memiliki seorang putri kan? Dan sekarang Mama sudah memilikinya, Prilly akan menjadi putri Mama." Suara Ali terdengar bergetar, sungguh Ali tidak menyangka Ibunya akan terlebih dahulu menghadap Tuhan.

Meninggalkan dirinya sendirian di dunia ini meskipun ada Papa tetap saja Ali sangat membutuhkan sosok Ibunya. Melihat mata Ali yang sudah berkaca-kaca Prilly refleks mengeratkan genggamannya pada tangan Ali yang masih belum dia lepaskan.

"Assalamualaikum Tante." Suara lembut Prilly terdengar menyusup ke gendang telinga Ali refleks membuat Ali membalas genggaman tangan Prilly.

"Nama saya Prilly Tan. Kalau Tante mau Tante boleh kok anggap saya putri Tante sendiri tapi izinin saya menikah dengan putra kesayangan Tante ya?" Pada bagian akhir perkataannya Prilly sengaja menoleh menatap Ali yang sejak tadi tak mengalihkan pandangannya dari Prilly.

"Izinkan saya menjaga dan membahagiakan putra Tante." Prilly tidak tahu kenapa mulutnya lancang berbicara seperti itu namun melihat tatapan teduh Ali membuat hatinya bergetar tanpa bisa dicegah.

Pria di depannya saat ini bukan pria menyebalkan super mesum seperti yang dia temui semalam. Tatapan mata Ali tak berbinar bahkan nyaris kosong namun Prilly bisa merasakan kesenduan dimata tajam itu.

"Biarpun dia menyebalkan dan mesum tapi saya bersedia menjadi sandarannya ketika dia lelah. Saya akan berusaha membahagiakan putra Tante. Ini permintaan tulus dari lubuk hati saya Tante."

Angin berhembus sendu seolah menandakan jika Ibunda Ali memberikan izin atas apa yang Prilly pinta meskipun kini wanita itu sedang beradu pandang dengan mata tajam Ali. Mereka seolah-olah berlomba menyelami perasaan mereka masing-masing dan yang membuat Ali terhenyak adalah ketulusan hati yang terpancar dari mata bulat jernih milik calon istrinya.

Apakah ini nyata?

*****

Cinta Dan PengorbananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang