Seorang pria tambun berjalan disebuah lorong apartement. Pria itu hampir genap 5 tahun tinggal disana, dan sekarang ia baru saja pulang dari berbelanja bahan makanan.
Hidung pria itu mengkerut, mencium aroma tak sedap. Ia menunduk dan mendapati muntahan didekat kakinya. Sialan! Siapa yang muntah disini! Makinya didalam hati.
Kemudian ia tersadar bahwa muntahan tersebut tepat didepan pintu unit milik seorang remaja laki laki. Agak khawatir, pria itu mengetuk pintu unit Nicholas namun tidak ada sahutan sama sekali. Sekitar lima menit ia menunggu namun tanda tanda bahwa seseorang akan membukakan pintu sama sekali tak ada.
Pria tambun tadi menelpon penjaga, meminta si penjaga untuk datang dan mengecek keadaan Nicholas. Si petugas datang, dan pria tadi memberitahukan kekhawatirannya. Si petugas adalah pria yang sama dengan petugas yang kala itu memisahkan Nicholas dan Jay yang saling memukul.
Keduanya makin khawatir, dengan kunci cadangan si petugas akhirnya berhasil masuk. Bau apek dan sumpek memenuhi indra penciuman keduanya.
"Berantakan sekali" komentar si pria tambun, melihat banyaknya bungkus makanan instan di lantai. Tangan si petugas menggerayang di dinding, mencadi sakelar lampu lalu menyalakannya.
"Astaga" dan semua kekacau balauan ruangan itu makin nyata. Keduanya masuk semangkin dalam lalu menemui Nicholas yang terbaring di sofa.
"Wajahnya pucat" ujar si pria tambun.
"Nak, bangunlah" si petugas menepuk nepuk lengan Nicholas beberapa kali dan memanggil namanya.
"Aku rasa dia mabuk"
"Sepertinya begitu"
"Nak, hei! Bangun!" Tepukan itu semangkin keras namun Nicholas masih tak bergeming.
"Nak!"
"Bagaimana kalau bawa kerumah sakit saja? Sepertinya dia bukan hanya mabuk"
Si petugas melirik pria tadi lalu mengangguk.
"Ayo bopong!"
"Semenjak Hanbin pindah, Nicholas menjadi kacau"
"Ah temannya itu"
....
Jay mengelus setiap ruas jemari Hanbin, perasaan dilema muncul dibenaknya. Apakah dia harus tetap berada disini atau kembali ke kelas. Tony memang sudah mengatakan kalau pemuda itu akan meminjaminya catatan. Tapi apa yang bisa Jay harapkan? Dia tidak sepandai Hanbin yang bisa langsung mengerti semua materi kadang hanya dengan membaca catatan. Jay harus mendengar penjelasan langsung dari Mr.Yoongi.
Jay menghela nafasnya dalam. Matanya memperhatikan wajah Hanbin yang pucat. Ia berdecak, kemana gerangan roti yang ia berikan pada pemuda itu. Jay yakin Hanbin tidak memakannnya.
Jay meronggoh ponsel dari dalam saku. Mengirimi Tony pesan untuk membelikan makanan untuk Hanbin. Lalu balasan ia dapatkan dari Tony. Ya katanya tunggu sebentar.
Jay terkekeh, Tony hebat sekali bisa membalas pesan disaat Mr.Yoongi masih mengajar.
Jay menaruh ponselnya. Lanjut memperhatikan wajah Hanbin. Ia tersenyum kecil, ah perasaan kagum lagi lagi muncul. Kenapa Hanbin bisa seindah ini pikirnya. Tangan Jay mengusap kening Hanbin. Memperhatikan bagaimana detail wajah Hanbin. Alisnya, matanya, hidungnya dan....bibirnya.
Jay tersedak sendiri, terbatuk kecil karena mendadak gugup. Oke, dia tidak boleh berpikiran kotor. Apa bedanya dia dengan Nicholas jika ia melakukan itu—
Tapi Nicholas pernah mencium Hanbin—
Fuck! Bisanya bisanya Jay merasa iri!
Tidak boleh! Tidak boleh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting You For Coming Back
Fanfiction"Maaf" "......Jangan temui dan hubungi" ____ "Tidak sadar diri..." ____ "Katakan bahwa ini juga untuk Niki!..." ___ "....Part of loving you is letting you go" NichoBin short story