married, lucas.

19.

Karena tadi pagi gak sarapan, sore nya Hana beneran ngerasa lapar. Makanya dia mutusin untuk ke indomaret dekat hotel sambil pakai hoodie kebesaran punya Ten.

Baru beberapa langkah jalan, Hana gak sengaja nabrak seseorang.

"So—

"Cie, hoodie gue dipake. Kenapa gak pake jaket punya sendiri?"

"Masih lo tanyain juga?!"

Ten ketawa karena di matanya, Hana kalo lagi marah itu lucu.

"Mau beli makanan?"

"Kok—

"Lo tadi pagi gak sarapan, laper kan pasti?"

Hana ngangguk. Lalu setelahnya Ten gandeng tangan cewek itu. Gak banyak anak kelas yang liat mereka, mungkin juga meraka gak sadar kalau orang yang jalan sambil gandeng tangan itu Hana sama Ten.

"Ten,"

"Ha?"

"Ini kenapa kesannya kita kayak lagi selingkuh sih?"

Ten nahan tawanya begitu liat muka Hana yang kelewat polos waktu nanya itu, "Kenapa emang?"

"Kita jalan sambil nutupin muka, terus—kita sama-sama pake pakaian hitam."

"Yaudah, gak usah gandengan tapi lo jalan di samping gue. Jangan ngilang ya?"

"Kalo gue ngilang?"

"Gue khawatir."

Hana nganggap itu cuma candaan Ten. Cuma begitu liat mata cowok itu—nggak! Ten cuma bercanda! tegas Hana sama dirinya sendiri.

Mereka jalan menyusuri trotoar. Langit hari ini mendung, menciptakan hawa dingin di sekitar mereka berdua. Hana jalan di belakang Ten, dan lagi-lagi dia nabrak Ten waktu cowok itu berhenti mendadak.

"Tadi gue bilang apa?"

"Apa?"

Ten mendecak sebal, "Jalannya disamping gue, Hana."

Ten jalan ke belakang dan sejajarin posisinya sama Hana.

"Ayo cepet, keburu hujan."

*

"

Tuh kan, bener hujan."

Ten mandangin air hujan yang jatuh ke tanah. Lagi-lagi mendecak kesal karena dia harus nunggu hujan reda baru bisa balik ke hotel. Dan dia gak tau sampai kapan hujan nya reda.

"Jangan kesel gitu. Hujan itu rezeki dari Tuhan. Berdosa banget kamu kalo kesel gara-gara hujan."

"Solimi?"

Hana ketawa, "Solihah!"

Hana menghirup bau petrichor yang khas. Sesekali tangannya dia arahin ke depan, seolah mau nampung air hujan yang terus menerus turun ke bumi.