27.

1.9K 209 54
                                    

Setelah selesai beresin rumah yang berantakan banget— padahal Hana cuma ninggalin rumah seminggu, tapi keadaan rumah udah kayak kapal pecah— Hana mutusin untuk berkunjung ke rumah Vanya.

Dan disinilah mereka, di teras rumah. Sambil nyiramin tanaman, Hana cerita tentang masalahnya— yang sebelumnya selalu dia pendam sendiri.

"Jadi, ceritanya lo masih marah nih sama dia?"

"Iya gitu— tapi lo tau sendiri kan gue orangnya nggak bisa lama-lama kalo marah."

Vanya naikkin sebelah alisnya, "Berarti lo udah nggak marah, cuma gengsi aja mau bilang ke Lucas kalau lo udah maafin dia."

"Udah nggak marah bukan berarti udah maafin ya!"

Hana cemberut, lalu cewek itu duduk di sebuah kursi panjang. Nggak lama, Vanya ikut duduk di sebelahnya.

"Han, manusia nggak ada yang sempurna."

Hana masih natap lurus ke depan, enggan bertanya walau sebenernya dia nggak paham maksud dari omongan temannya barusan.

"Semua orang pasti pernah ngelakuin kesalahan. Dan harus gue akui kadang tuh emang nggak gampang untuk bisa maafin kesalahan orang lain. Tapi nggak gampang bukan berarti nggak bisa, kan? Nih ya, Han, Lucas udah minta maaf, dia udah berusaha buat memperbaiki kesalahannya. Masa lo nggak mau maafin dia?'

Hana diam sejenak. Apa yang barusan dibilang Vanya emang benar. Lagian Hana juga nggak bisa kalau terus-terusan begini sama Lucas.

Suara motor membuyarkan lamunan Hana, seseorang berhenti di depan rumah Vanya. Nggak begitu jelas wajahnya, tapi semakin orang itu mendekat Hana sukses membulatkan matanya.

"Van, ini kata Mami mau balikin piring—"

"Ten?"

••••••

Hendery sama Xiaojun dibuat heran sama kedatangan Lucas yang tiba-tiba langsung ngelempar plastik indomaret ke sembarang arah.

Doi sempet mondar-mandir kayak orang yang lagi panik sebelum akhirnya duduk di depan pintu kosan.

"Jangan duduk depan pintu, Cas, ntar susah dapet jodoh," Kata Xiaojun.

"Udah dapet jodoh!!"

"Santai dong, nggak usah ngegas," Balas Xiaojun.

"Belum tentu, anjir. Kalo cerai gimana?" Tanya Hendery—sengaja banget bikin Lucas kesel.

"Gandeng lah sia!'
(trans : Berisik ah lo!)

"Anjir ngegas mulu lo daritadi, kenapa sih?"

"Tadi... gue ketemu Doyeon."

Hendery sama Xiaojun langsung diem. Lalu buru-buru narik Lucas ke dalam dan ngunci pintu kosan.

"Anj—"

"Ngga usah protes! buruan cerita!"

Lucas akhirnya cerita. Semuanya dia ceritain secara lengkap tanpa ada yang dikurangi ataupun ditambah.

"Yang paling bikin gue gedeg dia bawa-bawa Hana, gimana gue nggak emosi?!" Reflek, Lucas dorong badan Hendery.

"Emosi sih Emosi, tapi jangan dilampiasin ke aing juga atuh lah anjrit!" Respon Hendery nggak terima.

"Mending sekarang lo telfon Hana deh, tanyain dia dimana sekarang," Saran Xiaojun.

"Tadi mah dirumah."

"YA KAN TADI UJANG!"

"Kok jadi lo yang emosi sih, Heng?!"

"Asik, gelut!!" Sindir Xiaojun.

Lucas udah nyoba buat nelfon Hana berkali-kali, cuma yang terdengar malah suara operator alias handphone Hana lagi nggak aktif.

"Tanya si Yeri atau Yuqi coba," Saran Hendery sambil niup-niup mie instan nya yang masih panas.

"Males anjir, ntar gue dijulidin."

"Emang julid-able sih lo."

Hendery yang baru mau makan mie nya nggak jadi karena ketawa dulu denger celetukan Xiaojun barusan.

"Nyelekit tapi suka bener omongan lo, Jun."

"Itu coba lo chat si Vanya aja, Cas," Saran Xiaojun dan langsung dituruti Lucas. Kebetulan juga anaknya lagi Online.

Lucas :
Van
Ada Hana gk?

Vanya :
Iya

Lucas :
Iya apa yg jelas

Vanya :
Iya adaaaa

Lucas :
oke

Vanya :
Ada Ten juga

Lucas langsung panik.

"AHENG KUNCI MOTOR GUE MANA??????"

••••••••

Ten langsung nge-freeze ditempat. Niat mau balikin piring malah ketemu sama orang yang lagi pengen dia hindari—karena sebuah alasan.

"Oh iya, makas—widih, bonus makanan nih."

Ten nggak menggubris Vanya, matanya sibuk natap ke arah lain asal nggak natap Hana. Sampai akhirnya cowok itu nunduk sambil mengusap tengkuknya.

"Gue ke dalem dulu ya, lo berdua ngobrol dulu deh."

"Eh, Van, gue langsung pulang aja."

Vanya mendecak, "Enggak! Duduk sini," Katanya seraya nuntun Ten untuk duduk di sebelah Hana.

Canggung.

Itu yang mereka rasain sekarang.

Sesekali Ten menatap Hana dari samping, Rambutnya yang tergerai diterpa angin. Bulu mata Hana yang lentik—yang tanpa sepengetahuan Hana, Ten suka itu.

Ten ingat, dulu dia selalu bilang begini, "Itu bulu mata asli apa palsu sih? lentik banget buseeett, Syahrini kalah."

Tapi sekarang, jangankan bilang begitu. Untuk sekedar nyapa aja lidah Ten rasanya kaku.

Tanpa mereka sadari, angin yang tadinya berhembus pelan sekarang mulai berhembus kencang. Membuat debu ikut beterbangan dan sialnya debu itu masuk ke mata Hana.

"Aish, aw.."

"Han?"

Ten greget sendiri liat Hana yang malah ngucek matanya. Spontan aja, Ten meraih kedua bahu Hana supaya menghadap ke arahnya.

"Coba melek."

Hana nurut, walaupun nggak sepenuhnya melek.

Pelan-pelan, Ten niup mata Hana. Kalau aja ada orang yang liat mereka berdua saat ini, pasti mikirnya aneh-aneh.

Kayak Lucas yang baru datang dan masih pakai helm nya.

"HEH HEH HEH APENIH????"

married, lucas.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang