Bagian 19

11.5K 1.9K 70
                                    

Tera memainkan jemari di atas meja sambil sesekali menelisik seisi ruangan. Semuanya sibuk hari ini. Bela dan Juan bahkan setelah menyapa sejenak kembali berkutat dengan layar komputer mereka. Komputer Tera sendiri sudah menyala sejak setengah jam yang lalu. Namun, ia masih enggan menyibukkan diri dengan pekerjaan. Pikirannya sibuk menerka apa yang sedang dilakukan laki-laki di rungan tepat di depan kubikel Tera.

Sejak ia sampai di kantor, pintu itu tak kunjung terbuka. Hanya terbuka sesekali saat karyawan yang lain masuk mengantarkan beberapa berkas. Sialnya, semua karyawan yang masuk langsung menutup pintu dan tak memberi Tera kesempatan melihat sosoknya.

Tera meniup juntaian poninya yang berantakan seraya mengembuskan napas kasar. Ia beralih mengamati kubikel Bela di sisinya. Dari tempat Bela duduk sepertinya akan lebih mudah melihat ke dalam ruangan melalui jendela kaca dengan tirai horizontal blinds berwarna putih.

"Bel," panggil Tera seraya menoleh ke arah wanita dengan kemeja motif garis-garis merah.

"Hmm?" Bela masih sibuk mencatat sesuatu di buku agendanya. Ia memang sempat bilang akan ada rapat pukul 10 siang nanti.

"Aku bisa pinjam komputermu sebentar? Udah kelar kerjaan belum?"

"Udah, emang komputer kamu kenapa?" Bela masih saja menggerakkan pena di atas kertas.

"Lagi lemot. Bentaran doang, Bel, ya?"

Bela beranjak tanpa menoleh sedikit pun. Ia bahkan masih sempat mencatat sambil berjalan pelan ke meja Tera. Bela terhuyung saat Tera tergesa melewatinya dan tanpa sengaja menyenggol lengan. Namun, sahabat Tera itu hanya tersenyum tipis dan menggeleng pelan. Tera tak perlu menjelaskan banyak hal. Ia sendiri yakin Bela menyadari kegelisahannya sejak dudul di kursi kantor.

"Kangen tuh bilang, enggak kucing-kucingan," sindir Bela. Ia menggerak-gerakkan kepala ke kiri dan kanan sambil mengedip lucu.

Yang di sindir hanya menggaruk kepala yang tak gatal. Namun, tak urung ia tersenyum canggung. Sebelum mendongak dan menatap lurus ke depan, Tera menarik napas dalam. Lalu ...

Astaga! Dia sejak kapan melihat ke arahnya? Tera buru-buru menunduk seraya membungkukkan badan lebih dalam. Berharap kubikel yang tak begitu tinggi ini bisa menutupi dirinya. Bagaimana bisa saat ia menatap ke depan justru Sam ternyata sudah menatapnya duluan?

Tera berdeham, menata perasaan sejenak lalu berpura-pura memainkan komputer Bela. Sesekali ia menoleh ke kiri, tetapi ujung matanya melirik ke kanan. Sam sudah kembali sibuk dengan berkas di meja. Tera juga sempat melihatnya mengangkat gagang telepon dan ....

Ya, ampun! Tera mendelik ke arah telepon kabel di meja Bela. Sam menelepon ke meja Bela?

"Angkatin, paling Sam minta suruh kumpul ke ruang rapat. Yuk, ah!" Bela beranjak membuat Tera terpaksa mengangkat telepon.

"Ya?"

"Rapat sekarang. Kamu ngapain duduk di situ?"

"Oke, komputer lemot, pindah bentar," sahut Tera asal dan tanpa aba-aba memutus sambungan telepon dengan meletakkan ke tempatnya. "Juan, rapat!" Tera sedikit berteriak memanggil Juan.

"Yok!" Juan menyahut diikuti karyawan lain bangkit dari tempat duduk.

Tera melangkah lesu. Kapan Sam akan mengajaknya bicara mengenai pernikahan mereka? Yang membuatnya lebih kesal lagi, laki-laki itu keluar ruangan menuju ruang rapat di sebelah kanan ruangannya tanpa menoleh barang sebentar.

Tera kembali ke kubikel hijau miliknya, menata buku agenda dan pouch  berisi alat tulis. Malas memasuki ruang rapat membuatnya sampai di sana paling akhir. Tak ada kursi kosong lagi kecuali di sisi kanan Sam. Di sisi Bela sudah ada Juan dan karyawan lain.

Lentera di Atas SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang