Bagian 21

11.9K 1.9K 172
                                    

Tera mengoles selai cokelat pada selembar roti di tangan kiri. Bangun kesiangan lagi dan laki-laki yang tengah berdiri di depan cermin ruang tengah itu bangun lebih awal. Memalukan memang. Tera menggigit bibir menyesali kemalasannya. Bahkan almarhum Ayah masih suka mengetuk pintu kamar saat subuh menjelang dan hanya mendapat sahutan gumaman saja.

Saat Tera terbangun, ia tergesa mandi dan menyusul Sam yang sudah rapi. Dua piring omelet sudah tertata rapi lengkap dengan dua gelas susu di sisi kanannya.

"Harusnya kamu membangunkanku tadi," sesal Tera seraya meletakkan roti di atas piring kembali.

Sam hanya menatapnya sejenak lalu kembali berkutat memasang jam tangan di pergelangan tangan kiri. "Aku sudah membangunkanmu."

Bibir Tera mengerut sebal. Seharusnya Sam membangunkannya lebih keras lagi agar ia mau bangun. Satu menit berlalu dengan tenang untuk melahap omelet dan roti di meja pantry. Namun pikiran wanita berlipstik soft pink itu masih saja menyesalinya.

"Sam?"

"Apa?"

"Nurul pasti wanita yang rajin, kan?" Mulai lagi. Sejak semalam ia sering membanding-bandingkan dirinya dengan mantan istri Sam.

Sam hanya mendongak sesaat lalu kembali sibuk dengan sarapannya.

"Saaam ...." Tera menjejak-jejakkan kaki ke lantai. Namun, laki-laki itu tetap tak mau bersuara. "Masakan dia pasti enak, kan?"

"Aku enggak tahu gimana mau jawab." Sam meraih gelas susu di sisi kanan piring dan meneguknya sampai tandas.

Tera menyipitkan kedua mata. "Bohong," celetuk Tera dengan suara lirih, tetapi ia yakin Sam bisa mendengarnya.

Sam mendesah lelah. Sementara Tera memilih meninggalkan sarapan dan berlalu menggendong tas punggungnya. Selama Sam masih semisterius ini, Tera akan selalu mencecarnya dengan seribu tanya tentang Nurul.

Baru sampai di ruang tamu, Sam tergesa mencekal lengan Tera dan merangkul bahunya dengan erat. Wanita yang menyimpan cemburu itu membeku.

"Jangan jauh-jauh dariku kalau di kantor. Apa pun yang kamu dengar tentangku, tidak semuanya benar. Bicaralah kalau hal itu mengganggumu. Mengerti?" Kedua matanya menatap lurus pada manik hitam milik Tera.

Yang ditatap hanya balas menatap bingung. "Maksudmu?"

"Aku enggak suka banyak pertanyaan. Nih, mulut bisa diem enggak, sih? Dijawab salah, enggak dijawab ngambek." Sam mengeluh seraya membuat gerakan menyentil di udar.

Namun, detik berikutnya tubuh Tera kaku saat laki-laki yang tengah merangkulnya itu menunduk dan menyentuhkan bibir mereka meski hanya sekilas. Usai adegan yang hanya berlangsung sekian detik itu, Tera susah payah mengembalikan kesadarannya. Sialan, Sam mempermainkannya!

"Samudra! Enggak sopan, ih!" jerit Tera ketika Sam seenaknya berlalu mendahuluinya.

**

Sam melempar tas punggung ke sofa di ruang kerjanya. Ia sedikit malas bekerja hari ini. Sebenarnya banyak rencana yang ingin ia lakukan bersama Tera sebelum berangkat ke Kashmir. Akan tetapi, beberapa deadline menanti di kantor.

Ia baru saja mengempaskan diri duduk di kursi berporosnya saat ponsel di saku kemeja bergetar.

"Sam, kapan kamu mulai mengenalku? Lebih dulu mana antara aku dan Nurul?"

Lagi-lagi sam mendesah dan melempar ponsel ke meja sedikit kasar. Ia menyandarkan tubuh lalu menengadah menatap langit-langit kantor. Kapan mengenal Tera hanya dirinya dan Huanran yang tahu. Sam sedikit menegakkan tubuh, berusaha menilik wanita yang sedang duduk tepat di kubikel depan ruangannya melalui pintu yang sedikit terbuka. Wanita itu masih menatap layar ponsel di meja sambil berpangku tangan. Sepertinya ia kesal karena pesannya hanya dibaca dan tak kunjung ada jawaban.

Lentera di Atas SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang