Seandainya

4.9K 551 19
                                    

Pukul sembilan malam. Pria itu masih asyik duduk di kursi kebesarannya sedangkan karyawan lain mulai meninggalkan kubikel masing-masing. Sementara lelaki itu sibuk dengan beberapa artikel di meja kerjanya, perempuan berkucir kuda yang duduk menatap ke depan tersenyum tipis. Oh, iya, benar! Tak ada pekerjaan lain kecuali memandangi raut serius suaminya bekerja setelah ia sendiri sudah menyelesaikan pekerjaan setengah jam lalu.

"Kesambet tahu rasa!"

Tepukan di bahu kiri Tera membuyarkan kesenangannya. Bela tampak menyandang tas ke bahu kiri, bersiap pulang. Tera hanya terkikik geli menyadari kebiasaan barunya yang mungkin aneh di mata sahabatnya itu.

"Buruan ajak dia pulang. Apa mau nginep di kantor?"

Keduanya terbahak sebelum akhirnya wanita yang mengenakan blouse merah marun itu berpamitan.

Ah, memang! Bela mana tahu asyiknya berdua saja di kantor ini. Betapa asyiknya membicarakan apa pun sebelum tengah malam di ruangan Sam yang temaram itu. Sebab laki-laki itu malas menyalakan lampu utama ketika bekerja di malam hari. Ia lebih suka menyalakan lampu duduk di meja dengan laptop menyala.

"Mau pulang tidak?" Tera melongokkan kepala dari celah pintu yang dibuka sedikit.

Pria yang lengan kemeja panjangnya ditarik hingga siku itu mendongak sebentar. "Sebentar lagi."

Perempuan yang tengah memegang kenop pintu itu tersenyum sumir lalu menutup pintu sebelum masuk. "Seandainya cerita Lentera di Atas Samudra dibukukan, kamu mau penulis nambahin berapa part dan tentang apa?"

"Enggak ada."

"Hah? Masa, sih? Kamu, kan, perlu menjelaskan masa lalu juga."

Sam menengadah seraya menghela napas jengkel. Laki-laki ini memang selalu kesal setiap membahas masa lalu. "Penting?"

Tera menipiskan bibir. Ia hampir beranjak karena sebal. Namun, cekalan di pergelangan tangannya mengentak tubuh ramping perempuan itu sampai terduduk di pangkuan Sam.

Lalu, ketika iris sehitam jelaga itu mengunci pandangan pada wanita dalam rengkuhannya, Tera bergeming, berusaha tak melakukan pergerakan apa pun. Siapa pula yang bisa melepaskan diri dari wangi parfum yang bercampur dengan keringat lelaki ini ketika sedekat ini? Tera hampir tidak pernah bisa.

"Enggak ada masa lalu. Cuma aku sama kamu, bisa?"

Pipi perempuan berwajah tirus itu merona. Ia menyelipkan juntaian rambut yang lolos dari ikatan ke balik telinga seraya menggigit bibir. Tera merangkulkan kedua lengan ke leher suaminya, menghidu aroma menenangkan di kemeja Sam sepuas yang ia mau.

Sementara lelaki itu hanya tersenyum tipis usai mengusap rambut hitam legam Tera. Ia hampir mematikan laptop ketika ketukan cepat dan ucapan permisi bersamaan pintu terbuka terdengar.

"Yak, astaga! Kalian bisa enggak, sih, di rumah aja?!" Suara Bela dan pintu kembali di tutupnya.

Sahabat Tera itu mengomel panjang lebar di sebalik pintu tanpa jeda. Sementara Tera hanya terkekeh seraya turun dari pangkuan suaminya.

"Enggak tahu apa, aku tuh masih jomblo. Kalau pengen gimana?!"

Tera menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu mengekor Sam setelah mematikan laptop, dan mengenakan tas selempang di bahu kanan.

"Pengen tinggal nikah aja beres," celetuk lelaki itu sembari menarik map merah dari uluran tangan Bela.

Sahabat Tera itu mencebik jengkel diiringi kikikan geli istri Sam. Bela berdecak, menarik paksa map merah usai ditandatangani Sam sambil berdiri.

"Katanya mau pulang tadi," protes Tera.

"Lupa belum minta tanda tangan. Sekarang mau pulang beneran ini. Kalian berdua pulang juga sana!" Bela menabok lengan kanan Tera geram sebelum mengentakkan langkah meninggalkan keduanya di lorong yang sepi.

"Ayo, pulang, Partner Hidup!" Sam mengedikkan dagu, mengajak istrinya berjalan bersisian dengannya.

Lorong yang semula sunyi menggemakan obrolan remeh temeh keduanya.

"Serius, kalau cerita Lentera di Atas dibukukan kamu mau nambah part tentang apa?"

"Enggak ada."

"Ada, Sam!"

"Apa?"

"Tentang aku ... sama kamu. Saat pertama kali aku menginjakkan kaki di kantor ini."

Langkah Sam terhenti. Ia menunduk menatap binar di kedua mata perempuan yang tengah mengandung buah cinta mereka.

"So?" Tera memainkan kedua jari telunjuk di depan dada

Sam mengedikkan bahu lalu memperdalam tundukan kepala demi melekatkan ujung hidung mancungnya di puncak kepala Tera.

"Terima kasih sudah menerangi dasar Samudra dengan Lentera-mu," bisiknya lirih.

**

(07-10-2021)

Halo, Sam! We miss you so bad! 😍

Siapa yang kangen cueknya Sam?

Serius pertanyaan Tera tadi. Kalau cerita ini dibukukan, kalian mau aku nambah berapa extra part? 😆

Terima kasih yang udah mampir ke sini. Ini cuma cerita intermezo. Kangen Sam bikin aku jadi nulis intermezo ini. 🤭

Maaf kalau ada typo. Tolong diingatkan, ya. 🥰

Tingkyu .... 😘

💐💐💐

💐💐💐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lentera di Atas SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang