Bagian 24

11.6K 1.8K 78
                                    

Mata dengan manik hitam itu menunduk. Gurat senyum itu memudar seketika perempuan dengan senyum semirip Huanran duduk bersimpuh di karpet seraya menggenggam telapak tangan sang kakek. Gurat keriput di beberapa sudut wajah tampak menegaskan wajah sendunya. Kedatangannya kemari dengan sejuta harapan mengusir sepi, membawa sang cucu ke singgasananya dan menata hidup baru.

"Kamu tidak mau tinggal bersama Kakek?"

Suara serak Tuan Lee membuat Tera bergeleng cepat. "Bukan begitu maksud Tera, Kakek. Bukankah Ibu belum terlalu tua untuk tinggal bersama Kakek dan meneruskan bisnis Kakek?"

Huanran tersenyum tipis lalu tertunduk. Ah, putrinya ini ada-ada saja. Lagi pula dirinya sudah memiliki bisnis resto sendiri dan menikmatinya. Buat apa harus menjadi pewaris bisnis Kakek?

"Lagi pula aku dan Sam sudah memiliki pekerjaan yang kami sukai di sini meski masih suka ada keributan kecil. Seperti ...," jeda Tera sembari melirik sinis ke arah Sam yang duduk di sudut ruangan, "terlalu banyak kupu-kupu di sekitarnya."

Tawa Huanran hampir tersembur bila ia tak segera menutup mulut. Namun, tak urung setelah mendengar Sam mendesah sambil bersandar pasrah di sofa membuatnya tertawa. "Astaga, kamu ini membuat suamimu terlalu merasa paling tampan sedunia!" kekehnya sembari menghapus sudut mata yang basah.

Tuan Lee terkekeh pelan menyadari kelucuan Tera. Rumah terasa nyaman dengan canda tawa. "Kamu sering bertengkar dengannya?"

Tera mengibaskan kedua tangan segera. "Tidak, Kakek. Dia terlalu mencintaiku."

Sam yang baru saja meneguk es lemon terbatuk.

"Astaga, Sam, dia terlampau jujur!" Huanran kembali terpingkal-pingkal.

"Jadi, percayalah, aku akan baik-baik saja. Lagi pula aku juga yakin Ibu masih kuat meneruskan bisnis Kakek. Atau bisa saja dia menemukan pendamping hidup dan memberikan Kakek cucu laki-laki," sambung Tera dengan mimik tanpa dosa.

Kali ini wanita berwajah tirus itu salah tingkah. Ia berdeham sambil meraih cangkir teh di meja. "Apa-apaan kamu ini. Umur ibumu sudah lebih dari 40 tahun." Huanran bergumam dengan semu merah di kedua pipi.

"Aku sudah pernah menyarankan mengakhiri masa lajangmu sejak bertahun-tahun yang lalu, Bi." Sam bergumam pelan. Ia sedikit mencondongkan tubuh ke samping demi menghindar dari lemparan bantal sofa Haunran.

"Ibumu tak sudi meneruskan bisnis Kakek." Tuan Lee mendengkus seraya memalingkan wajah.

Tera menghela napas panjang. Ia mengusap punggung sang kakek pelan. "Kakek, percayalah, semua akan baik-baik saja. Maafkan Ibu, ya?"

Huanran tertunduk. Sungguh ia tak menyangka kehadiran Tera bisa melunakkan dinding es kakeknya. Binar mata tua itu terlihat berbeda. Sejak bertahun-tahun lalu, Huanran kerap takut mengenalkan Tera dengan keluarganya. Belum lagi perpindahan prinsip Huanran saat nekat menikah dengan Ridwan sempat mengguncang keharmonisan hubunganya dengan keluarga. Tak menyangka bila pertemuan ini tak sesulit apa yang dia khawatirkan. Sam benar, semua akan baik-baik saja.

**

"Aku sudah bilang semua akan baik-baik saja," pungkas Sam saat hendak berpamitan pulang.

Ia sudah berada di area parkir. Huanran sengaja mengantar mereka sampai area tersebut.

"Itu karena kepergian ayahnya, Sam. Aku yakin dia tak sanggup jauh dari Asiyah karena rasa bersalahnya terhadap Ridwan. Dulu aku khawatir dia nekat meninggalkan Asiyah dan Ridwan kalau aku menemuinya. Aku sudah berjanji menyerahkan hak atas Tera pada mereka berdua." Huanran mengencangkan sweter saat angin sedikit berembus.

Sam tersenyum. "Bukan, dia terlalu mencintaiku. Tidak mungkin dia meninggalkanku," canda Sam.

"Hei, dasar pendendam! Kenapa membalasnya padaku? Coba katakan di depan Tera, dia yang mengatakan itu di depan Kakek." Wanita berambut sebahu itu tertawa kecil.

Lentera di Atas SamudraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang