Berbagi Rahasia

506 42 2
                                    

"Kok lu gak laporin gue ke polisi?"

"Untuk apa? Toh setiap baik buruknya perbuatan pasti ada balasannya."

Deg.

Jawaban Intan tadi menghantam nuraninya. Dia masih terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Intan itu.

"Oh ya, dari tadi kita belum kenalan loh. Nama gue Ariel."

"Oke, stop di sini ya, Riel." Intan menepuk punggung preman bernama Ariel itu.

Sebelum melangkah masuk ke kampusnya, dia meninggalkan pesan untuk Ariel.

"Aku udah tepatin janji aku, dan sekarang giliran kamu yang tepatin janji kamu untuk gak datang ke rumah aku lagi. Janji?"

Intan memandang Ariel dengan wajah penuh harap. Gadis itu terlalu polos. Ariel tersenyum dan berangguk ringan. Dia hendak pergi namun Intan menahannya sejenak.

"Masker itu kan udah aku buang ke tong sampah. Apa kamu punya lebih dari satu?"

"Gue cuma punya satu." Ariel berlalu sambil nyengir.

Intan berbalik arah. Dia masih memikirkan ucapan Ariel tadi. Wajahnya terlihat sangat jijik. Itu artinya Ariel memungut kembali masker yang sudah dibuangnya ke tong sampah. Intan menahan rasa mual.

Beberapa jam kemudian...

Intan sudah menunggu busway di halte kampusnya. Tak lama busway pun tiba. Intan sudah melangkah masuk. Tiba-tiba seseorang memberikan sebuah dompet di hadapan wajahnya saat mereka baru saja masuk ke dalam busway. Intan terkejut karena dompet itu adalah miliknya.

"Nih. Aneh, kok copet masih bisa lolos ya di sini?" Tanya orang itu.

"Mungkin dia hebat seperti kamu. Oh ya, kok kamu naik busway? Lagi ada perlu di sini?" Tanya Intan polos.

"Ya, gue perlu lu."

Intan langsung melotot. Dia menatap orang itu lekat. Khawatir kalau orang itu akan mengingkari janjinya tadi pagi. Intan langsung menggeser posisinya. Suasana busway yang padat saat itu membuatnya kesulitan.

"Kamu jangan ingkar ya, Ariel."

"Loh di mana letak ingkarnya? Tadi pagi kan gue janji gak akan ke rumah lu lagi, bukan gak akan temui lu lagi." Orang yang ternyata Ariel itu mengelak.

Intan kebingungan. Sepertinya berbicara dengan Ariel memang harus tepat sasaran. Intan tidak ingin bertemu dengannya lagi.

"Lu gak nyaman ya?" Ariel melihat ekspresi wajah Intan yang risih berada di sebelahnya.

"Aku akan nyaman kalau kamu itu orang baik, Riel."

Langit kala itu sudah berganti warna. Semburat jingga ditemani jajaran burung menjadi teman yang paling akrab di saat pulang. Intan masih terpesona dan masih terus memandanginya dari balik jendela busway. Ariel sudah turun sejak tadi, tapi Intan masih menyimpan cerita Ariel dalam pikirannya.

"Gue minta maaf ya, Tan. Gue kira lu anak koruptor yang rumahnya pengen gue rampok. Please jangan menjauh. Gue janji akan jadi orang baik. Meskipun gue masih butuh banyak waktu untuk keluar dari zona ini. Gue perlu lu untuk jadi semangat gue menjemput kebaikan."

Mungkin Ariel sudah tak tahan menyimpannya sendiri. Dia menceritakan semuanya kepada Intan. Ayahnya Ariel adalah seorang koruptor yang dipenjarakan oleh teman-temannya sendiri sebagai kambing hitam atas kesalahan yang dilakukan bersama. Hati Ariel seolah terbakar dendam. Dia ingin bukan hanya ayahnya saja yang mendapat hukuman, tetapi semua orang-orang yang terlibat.

Karena masalah itu hidup Ariel jatuh miskin, mamanya sakit sampai meninggal karena berlarut dalam kesedihan saat ayahnya dipenjarakan. Dan sekarang Ariel hidup sendiri dengan serba kekurangan.

Malam itu Ariel berniat merampok rumah target pertamanya. Tapi ternyata dia salah alamat. Dia malah bertemu Intan malam itu. Air mata Intan tanpa sadar menetes setelah mendengar cerita Ariel. Tapi dia bisa apa? Sementara Ariel pun menolak untuk dibantu.

"Gue cuma pengen keadilan. Bukan untuk membela Ayah gue. Bahkan sampai saat ini gue masih benci sama dia. Dan orang-orang itu harus merasakan hal yang sama."

"Tapi kan sudah ada polisi yang bertugas untuk itu." Intan mencoba meluruskan.

"Gue gak punya bukti yang kuat, Tan. Di negeri ini masih banyak yang kelaparan, daripada uangnya untuk mereka habiskan foya-foya, mendingan gue kasih ke yang membutuhkan."

"Gak gitu caranya, Riel." Intan mengusap air matanya.

Dan setelah hari itu, Intan sudah tidak menolak ketika Ariel mengantar dan menjemputnya kuliah. Intan rasa Ariel sangat butuh tempat cerita.

Bersambung...

[REVISI] ARIELIZA (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang