Sebuah Pilihan

436 35 4
                                    

Beberapa bulan kemudian...

Hari yang dinanti pun tiba. Empat tahun penuh perjuangan berhasil dilewati Intan meski penuh suka duka di dalamnya. Hari itu mama dan papa menatapnya dengan bangga. Toga sudah melingkar di kepala Intan. Dan Intan tampak cantik dengan balutan kebaya berwarna biru.

Langit siang ini memancarkan warna biru yang tenang senada dengan kebaya Intan. Jajaran pohon di sekitar gedung menambah kesejukan siang itu. Angin terus berembus lembut menyambut haru. Seseorang dari kejauhan masih menunggu Intan selesai mengabadikan momen bersama teman-temannya.

"Congratulation Intan," pria itu memberi Intan bunga seraya tersenyum bangga.

Dia datang bersama orangtuanya. Intan meraih bunga itu disertai ucapan terima kasih. Tak lama saat suasana mulai menyepi, pria itu berlutut di hadapan Intan. Dia mengeluarkan sekotak cincin dari saku jasnya.

"Kenapa tiba-tiba sekali? Bahkan kamu belum tanya aku siap atau nggak." Wajah Intan merona merah.

Intan mengitari sekeliling, beberapa temannya yang masih di sana bersorak memberikan selamat dan memintanya untuk menerima pria itu.

"Kalau aku minta izin, bukan kejutan dong," pria itu tertawa kecil.

Pria berwajah blasteran itu telah yakin akan pilihannya meskipun mereka baru saling mengenal beberapa bulan saja. Hatinya telah menjatuhkan pilihan kepada Intan sejak awal mereka bertemu di kantin kantor. Wajah Intan yang teduh seolah memikatnya sejak pandangan pertama.

"Oke," Intan mengangguk sambil tertawa.

Betapa senangnya pria itu setelah mendapati jawaban Intan untuk perasaannya selama ini. Pria itu menyematkan cincinnya di jari manis Intan. Bersamaan dengan itu seorang pria berwajah Arab datang tanpa membawa bunga, tapi dia datang membawa janjinya. Intan melihatnya, dia hampir tak mengenali pria itu karena tampilannya yang amat berbeda. Pria berwajah Arab itu memakai stelan tuxedo silver. Terlihat sangat rapih dan gagah, tak ada tampang preman sedikit pun seperti dulu.

"Ariel?" Intan terkejut. Dia menghampiri pria itu, yang tak lain adalah Ariel.

Sejak pertengkaran waktu itu mereka sudah tidak pernah bertemu lagi. Bahkan Ariel sudah tidak bisa dihubungi, sepertinya dia sudah mengganti nomornya.

"Wah kayanya gue terlambat ya, Tan? Harusnya gue bisa melihat lu dilamar dari awal. Oh ya, selamat! Gue mau pulangin ini," Ariel tersenyum sambil menahan sesuatu.

Intan meraihnya. Dia membuka kotak yang diberikan Ariel padanya. Ternyata sebuah kalung. Meskipun baru, kalung ini sama persis seperti miliknya yang dulu.

"Ariel makasih banyak, makasih karena kamu udah datang, makasih juga karena kamu udah tepat janji," Intan tersenyum seraya menangis.

Ariel mengusap bahu Intan. Dia berjalan ke arah pria bertubuh tinggi dengan wajah blasteran itu. Ariel menjabat tangannya sambil tersenyum lebar.

"Selamat, Bro!"

"Terima kasih, saya Ariel." Pria blasteran itu memperkenalkan dirinya.

"Hah serius? Gue juga Ariel."

Mereka tertawa bersama setelah mengetahui bahwa nama mereka kembar. Tak lama Ariel pamit pulang karena ada urusan.

Setelah hari itu Ariel tak lagi bertemu dengan Intan. Bahkan di hari pernikahan Intan dengan Pak Ariel, dia juga tidak datang. Rasanya masih perlu waktu untuk mengikhlaskan Intan bahagia dengan Ariel yang lain. Ariel hanya memberikan hadiah pernikahan dengan sepucuk surat yang dia sisipkan untuk Intan.

Lu benar, Tan. Tujuan baik pasti akan menemukan jalannya sendiri. Setelah berkali-kali gagal dan hanya melukai diri gue sendiri, akhirnya gue nemuin cara yang benar untuk mengadili para koruptor itu. Ternyata Ayah gue masih menyimpan bukti-bukti itu dan kasih tau ke gue setelah gue besuk dia. Dan alhamdulillah mereka udah dapat hukumannya sekarang.

Jadi jangan khawatir lagi tentang gue dan bahagia selalu bersama Ariel yang lu miliki sekarang, ya.

Intan melipat kembali surat itu. Dia senang hidup Ariel menjadi lebih baik sekarang, dan dia juga bahagia karena sudah ada Pak Ariel yang kini menjadi suaminya.

"Hei Sayang!" Si Pak suami menghampirinya yang sedang duduk di window seat kamar.

"Makasih ya!" Tiba-tiba Intan berdiri tegak dan langsung memeluk tubuh suaminya itu. Dia merebahkan kepalanya di sana.

"Makasih.. karena kamu udah mau nunggu aku. I love you, Sayang!" Intan mendongak seraya tersenyum haru menatap suaminya.

Bersambung...

[REVISI] ARIELIZA (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang