Jalan Buntu

344 38 8
                                    

Tak terasa sebulan sudah terlewati dari waktu enam bulan yang telah ditentukan untuk magang. Sejauh ini Intan bekerja dengan baik di sana.

Intan masuk ke ruangan meeting. Tak lama Pak Ariel menyusul di belakang Intan. Di sana sudah banyak karyawan lain yang sudah siap mengikuti rapat.

Gelas-gelas berisi kopi sudah melingkar di atas meja. Aroma harumnya memenuhi ruang rapat ini. Beberapa saat kemudian Pak Ariel mulai memimpin rapat. Masing-masing dari mereka saling bertukar pikiran memberikan ide terbaiknya.

"Oke, besok Ari, Ina, dan saya ke Bali untuk meeting sama client di sana ya. Oh ya, kamu juga ikut, Tan." Pak Ariel menatap Intan.

"Siap, Pak." Intan tersenyum.

Riel besok aku ke Bali.

Intan memberikan kabar itu kepada Ariel setelah selesai rapat. Dia ingin bisa bertemu Ariel besok sebelum dia pergi ke Bali. Tapi sejam berlalu tanpa balasan.

Intan berjalan menuju lift. Saat pintu terbuka, Intan langsung melangkah masuk. Tak lama Pak Ariel pun masuk ke dalam lift itu. Namun sayangnya sudah over load. Akhirnya Intan mengalah dan keluar dari lift.

"Oh baik, saya kesana sekarang." Pak Ariel langsung keluar dari lift setelah menerima telepon.

Karena lift penuh, Intan memilih untuk turun ke lantai dasar dengan tangga. Seketika ada seseorang yang memanggilnya dari arah belakang saat dia hendak menuruni anak tangga.

"Besok saya jemput kamu ya, Tan?" Tanya Pak Ariel kepada Intan.

Intan terdiam. Dia bingung harus jawab apa sekarang? Bagaimana kalau besok Ariel tiba-tiba datang untuk menjemputnya?

"Um, terima kasih Pak, tapi besok saya ada yang antar." Intan tersenyum tak enak hati.

"Oh gitu, baiklah. On time, ya." Pak Ariel tersenyum sebelum berlalu.

Keesokan harinya..

Intan masih menunggu Ariel menjawab pesannya, meskipun dia sudah siap untuk berangkat. Intan bingung kenapa Ariel tidak ada kabar sejak kemarin di saat Intan ingin sekali bertemu dengannya.

"Kok masih bengong di sini? Ayo berangkat, nanti kamu terlambat loh." Mama mengusap punggung Intan.

"Eh iya, Ma. Ini udah mau jalan."

Tetiba suara klakson mobil terdengar di depan rumah. Intan mengintip dari balkon rumahnya bersama mama. Tak lama seseorang keluar dari dalam mobil itu saat Intan sudah turun ke bawah untuk menghampirinya.

"Pak Ariel?" Intan terkejut.

"Assalamu'alaikum Tante, saya kesini untuk jemput Intan," Pak Ariel tersenyum lalu menyalami mamanya Intan.

"Oh pantes Intan belum berangkat, ya sudah hati-hati ya."

Perjalanan pagi itu sedikit lancar. Langit begitu cerah menyambut mereka. Sorot sinar mentari membuat Pak Ariel memakai kaca mata hitamnya agar tidak silau.

"Tadi saya lewat jalan dekat perumahan kamu, terus dapat kabar katanya kamu belum datang. Jadi sekalian saya jemput. Walau belum telat, gak ada salahnya kan datang lebih awal?" Pak Ariel tersenyum lebar.

"Iya Pak, tapi saya jadi nggak enak sudah merepotkan." Intan tersenyum canggung.

Dia masih agak rikuh untuk bersikap luwes terhadap Pak Ariel. Intan mengecek ponselnya untuk melihat adakah balasan dari Ariel. Tapi ternyata belum dibalas juga, bahkan dibaca pun tidak.

"Kamu kemana, Riel?" Tanya hati Intan, cemas.

"Oh ya, kamu gak jadi diantar kan?" Tanya Pak Ariel meskipun terlambat memastikan.

"Tidak kok, Pak."

"Tan bisa gak, kita gak perlu sekaku ini?" Pak Ariel tertawa.

Tawa itu mulai mencairkan suasana yang kaku. Mereka habiskan perjalanan menuju bandara dengan bertukar cerita. Pak Ariel menceritakan tentang bisnisnya itu yang ia bangun sejak waktu kuliah dulu untuk menjawab pertanyaan yang dilemparkan Intan kepadanya. Sejak duduk di bangku SMA, Intan memang sudah tertarik dengan dunia bisnis. Tapi dia belum punya keberanian seperti yang Pak Ariel miliki untuk memulainya.

Bersambung...

[REVISI] ARIELIZA (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang