Dua ribu dua puluh
umurku sudah menginjak dewasa
banyak perkara;kejadian yang pernah meruntuhkan asa.
Hal yang bermaharajalela membentuk ketandusan jenaka.rumah sudah bersahabat dengan raga
seakan mengurungku dari terang
kaki tidak lagi berpamitan tanpa arah
semua terserah pada kepala
kalau terdetik berpetualang,
dia segera membelah lautan manusia di kotaraya
kadang baru tersedar ;"bangunan sudah tinggi-tinggi sedangkan aku masih terperangkap dalam purba".
bangunan pencakar langit seperti penyihir
penghuni cuma penurut kesibukan,
mungkin sudah kebiasaan menghidu bauan kemodenan.
Jantung berdegup kencang saat bersaing dengan tubuh sasa
merasa tersesat di gurun terpencilakal mulai mengatur bernafas
belajar berdikari tanpa ada tangan memberi saku
tanpa ada ibu marah-marah pagi buta
disaat asa memuncak,aku pulang dengan segulung hampa
pintu kecewa menanyakan khabarku
katanya rezeki belum bertamu kerumahkuhasratku tergendala di tahun ini
setiap premis kudatangi;
aku menaruh harapan tinggi
setelah berhari-hari--
berbulan-bulan bahkan sampai kalender sudah habis kukoyakkan.Masih kelabu.
Akhirnya aku masih menjadi purba dikediamanku.9.10.20
YOU ARE READING
Tentang Lampau Yang Purba
PoetryLampau begitu purba sudah mendiami atma sejak berkurun waktu. Kelak,akan dipertemukan lagi dengan masa depan.