Firasat
“Dorry…berhenti, jangan lari!”
“Tuan Besar, tolong jangan tinggalkan saya sendiri.” Napasku masih terengah-engah mengejar mereka berdua.
“Mammie…cepatlah! Kenapa selalu terlambat?”
Tidak! Aku tak sanggup mengejar tuan besar dan Dorry. Kuputuskan menyandarkan tubuh ini pada sebuah pohon. Aku butuh istirahat. Mereka berdua sepertinya sengaja meninggalkan diri ini. Ah, bapak dan anak sama saja!
Pandangan mataku terarah ke kolam air berukuran besar. Berada tak jauh dari tempatku beristirahat, terlihat sekelompok monyet berekor panjang sedang bergelantungan di pepohonan. Seekor anak monyet tampak sedang bergelayut manja pada induknya sedangkan sang induk berlompatan dari dahan satu ke dahan lain untuk mencari makanan.
Sementara monyet lainnya sedang memakan dedaunan serta aneka buah dari pohon-pohon yang tumbuh di sekitar kolam. Menurut cerita tuan besar, kolam ini merupakan pemandian para selir Majapahit. Sebuah kerajaan besar yang pernah ada di Jawa. Di sinilah para selir membersihkan raga mereka. Konon, air pemandian ini dipercaya membuat awet muda dan mneyembuhkan penyakit. Sementara Raja Hayam Wuruk, raja terbesar Majapahit, menjadikan kolam ini sebagai tempat peristirahatan.
Wendit. Sebuah pemandian yang terletak di pinggir kota. Nama pemandian ini berasal dari kata Wendito yang berarti pendeta. Tempat inilah yang menjadi tujuan plesiran orang-orang Belanda terutama para pemilik perkebunan dan kaum elite lainnya. Saat memasuki pemandian ini, tak sedikit pula kumendapati beberapa anak Belanda sedang memberi makan sekelompok monyet berekor panjang. Tiada ketakutan yang menghinggapi anak-anak tersebut. Tampaknya monyet-monyet tersebut adalah binatang jinak.
Segera kutegakkan raga ini. Sosok Dorry dan tuan besar telah menghilang. Melangkah untuk melanjutkan perjalanan. Namun, setelah cukup jauh berjalan dari tempat aku beristirahat, tak satu pun kusaksikan keberadaan mereka berdua. Rasa panik mulai menyerang diri ini. Setengah berteriak, nama suami dan anakku mulai menggema di antara pepohonan besar yang kuperkirakan telah berusia ratiusan tahun.
“Dorry…tuan besar… di mana kalian berdua?”
Langkah ini makin menjauh mencari keberadaan mereka berdua. Namun, sepi, tak ada satu pun manusia yang tampak. Angin berembus membuat beberapa dahan pohon meliuk. Monyet-monyet berkeliaran dan bersuara keras. Kulihat langit yang kini berubah menjadi suram. Mendung mulai menampakkan diri dengan gumpalan awan hitam yang menghiasi angkasa. Di depan, jalan semakin gelap.
Aku berteriak semakin kencang. “Dorry…Tuan Besar….”
Satu per satu, monyet yang sedari tadi bergelantungan di atas pohon mulai turun dan mendekat. Mereka mengelilingiku disertai suara memekakkan telinga. Kututup telinga ini dan menerobos barisan monyet di depan. Namun, mereka makin mengganas dan berusaha mengejarku. Aku tak menemui pilihan lain selain berlari kencang ke arah depan. Namun, pergerakanku terhambat karena sarung batik yang kupakai. Terpaksa, kusingkap bagian bawahnya hingga menampakkan betis.
“Mammie, cepat ke sini!” Tiba-tiba suara Dorry terdengar memanggilku. Tampak olehku, putri kecilku beserta tuan besar di depan, tak jauh dariku. Mereka berdua bergandengan tangan seraya tersenyum kepada diri ini. “Maria, cepatlah. Mendekatlah!” Tuan besar memanggilku dengan gerakan tangannya.
Sesekali, kepala ini menoleh ke belakang hendak melihat gerombolan monyet yang mengejarku tadi. Anehnya, monyet-monyet tersebut tidak tampak kembali. Segera kudekap Dorry dengan erat. “Tuan Besar, mengapa meninggalkan saya sendirian?” Aku bertanya sembari menggendong bidadari kecilku.
“Kami harus segera pergi, Maria?”
“Pergi?” tanyaku keheranan.
“Kita harus segera pulang, Tuan Besar! Lihatlah, mendung menggelayuti angkasa mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Dan tadi, monyet-monyet mengejar saya. Saya benar-benar ketakutan!” keluhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moenah Sang Nyai (Sudah Terbit)
Historical FictionMoenah, gadis pribumi miskin dijual keluarganya untuk menjadi gundik Willem van Der Kruuk. Status barunya sebagai seorang nyai, membawanya menjalani kehidupan yang berwarna. Pertemuan dengan Jacobus Kruuk menjadi awal perseteruannya dengan putra san...