atap

394 88 2
                                    

Tepat satu hari setelah kejadian itu, seisi rumah memilih diam dan tidak menanyakan apa yang terjadi. Merasa belum terlalu pantas untuk mengenal lebih jauh, jadilah empat orang laki-laki di tambah Juwi itu lebih banyak diam dan tidak membahasnya.

Ibu sudah tahu, tapi, pura-pura tidak mengerti saja. Makan malam kali ini adalah yang kedua kali, karena kemarin Reva di suapi Yasmin.

Kali ini suasana cukup hangat karena Hendro punya teman baru sekarang—Yasmin, yang notabene hampir sama berisiknya dengan Hendro. Begitu juga Reva akhirnya mempunyai teman kedok pendiam walaupun berisik di saat-saat tertentu saja—Reza yang lebih memilih menikmati makanannya daripada menanggapi Hendro, Yasmin, dan Jordan.

Perpaduan tiga serangkai yang pas untuk chaotic di rumah.

Juwi dan Juna memang dasarnya diam, walaupun sesekali Juwi harus bertingkah bingung—karena memang dia lamban berpikir—langsung menjadi objek bercandaan Tiga Serangkai itu.

Ibu pun terlihat lebih senang. Setiap ada lemparan candaan, beliau menikmatinya seperti tidak ada kesenjangan umur di antara mereka. Dan Tiga Serangkai itu pun juga tidak masalah jika di dengar Ibu, selama bahasa mereka masih terjaga dan tidak membuat beliau tersinggung.

Dan malam ini juga, akhirnya Juna bisa melihat Reva kembali. Begitu juga tiga teman lainnya yang baru diperbolehkan menunjukan batang hidungnya malam ini.

Makan malam berjalan sangat menyenangkan. Sesekali Juna bahkan ikut tersenyum atau tertawa kecil, membuat tiga temannya saling melempar pandang keheranan karenanya. Reva juga terlihat seoerti tidak terjadi apa-apa, dan lebih leluasa karena malam ini ia tidak harus ke tempat haram itu karena permintaan makan malam bersama dari Ibu.

Selesai makan, semuanya mencuci piringnya sendiri. Hanya yang mendapat giliran—Jordan, mencuci wadah lauknya. Sisanya, hanya bersantai di ruang tengah—Yasmin dengan buku tebal dan headset nya bersama Juwita yang sibuk menerima telfon dari client kantor tempat ia bekerja.

Hendro memutuskan ke kamar nya dengan alasan garapan dari Juna belum ia selesaikan. Begitu juga Reza sibuk dengan peralatannya di ruang tengah lantai dua.

Sekarang hanya tersisa Ibu yang memilih ikut duduk dan bergabung dengan Yasmin dan Juwi.

Lalu, dimana Juna dan Reva?

Laki-laki itu memutuskan membuat kopi hitam dan naik ke atas rooftop—yang lebih sering digunakan olehnya dan berberapa tanaman milik Ibu.

Dia memandang langit malam. Dari tempat itu, jelas nampak ketika bintang mulai bertabur—berwarna putih dengan kelip indahnya. Beragam ukuran dan letaknya membuat Juna larut dengan gemas gemintang di atas kepalanya.

Hari ini, dia sudah menyelesaikan banyak hal. Dan menatap gemintang dengan tenang adalah bentuk hadiahnya setelah bekerja keras untuk pekerjaannya berberapa hari ini.

Laki-laki itu memposisikan diri untuk duduk di lantai, menyandarkan tubuh ke dinding pembatas dengan kepalanya yang masih setia mengadah untuk melihat gemintang dan langit ungu gelap malam sebelum ponselnya sedikit bergetar, menampilkan notifikasi dari seseorang.

Laki-laki itu memposisikan diri untuk duduk di lantai, menyandarkan tubuh ke dinding pembatas dengan kepalanya yang masih setia mengadah untuk melihat gemintang dan langit ungu gelap malam sebelum ponselnya sedikit bergetar, menampilkan notifikasi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Twelve Months ; Jeno Ryujin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang