jangan sendirian

203 52 5
                                    

WARNING!

16+
DOMESTIC VIOLENCE.
READ CAREFULLY, AVOID IT WHEN YOU'RE TRIGGERED WITH THE CONTENT.

.

.

Reva kembali ke kamarnya, setelah berlari dari rooftop sampai ke lantai dasar.

Ia melangkah perlahan, mendekati rak di atas meja kerjanya itu. Melihat vas kosong dengan satu kotak kecil berada di dekatnya. Tak jauh dari itu, ada boneka beruang yang kalian pasti tahu datang dari mana.

Reva menatap lamat-lamat ketiga barang itu. Gelang Juna, yang diberikan kepadanya saat hari kelulusan mereka, sebuah jaminan bahwa Juna akan kembali kepadanya.

Vas bunga tempat mawar Juna ia rawat dengan hati-hati, bahkan sampai masa hidupnya habis, ia justru membeli mawar serupa untuk mengenang pria itu di dalam hidupnya.

Senyuman miring tercetak di wajah Reva sekarang. Bagaimana ia dulu sangat kehilangan dengan sosok pria yang justru ia tekankan sebagai sahabat baiknya itu.

Walaupun memang, dia tidak bisa berbohong bahwa dia takut kehilangan Juna lagi. Tapi untuk keadaan sekarang dia juga tidak bisa mengutamakan perasaannya itu.

Dia benar-benar berharap, pilihannya tepat. Jikalau tidak, tolong, tunjukkan apa yang benar kepadanya. Karena ia takut, justru semua orang akan meninggalkannya.

Dia belum beranjak dari posisinya. Masih menatap ketiga barang itu dalam diam. Memikirkan waktu pertama kali dia bertemu Juna lagi, waktu pertama mereka datang ke rumah ini, waktu pertama mereka pergi berdua, waktu pertama Juna memberikan nasihat kepadanya, sampai di akhir cerita mereka dengan keyakinan Juna mengucap hal itu di atap rumah mereka ini.

Dia tidak menyangka, Juna benar menganggap kalimat yang ia ucap dua minggu yang lalu. Padahal, saat itu dia benar-benar kalut dengan keadaan dirinya sendiri. Entah tentang Hans, pekerjaan, mencari uang tambahan untuk Yasmin yang sebentar lagi menjadi koas, atau sampai di titik di mana dia memikirkan Juna untuk kesekian kalinya.

Sebenarnya, suka tidak sih dirinya dengan Juna? Atau sebatas menganggap pria itu teman baiknya selama ini?

Reva mengulurkan tangannya, menarik laci nomor satu dari ketiga laci yang ada di sana. Mengambil satu kemasan plastik yang belum pernah ia buka sama sekali.

Perlahan jemarinya membuka plastik itu, mengeluarkan satu persatu benda kecil yang ada di sana. Setelahnya, ia hanya melepas lapisan pelindung dari perekat di balik setiap benda itu. Lantas menempelkannya sebagian pada mejanya, dan sisanya, dia benar-benar berusaha untuk merekatkan benda itu pada langit-langit kamarnya.

Setelah kegaduhan—yang diyakini dirinya sendiri bahwa ia membuat gaduh—terpasanglah delapan bintang pada langit-langit kamarnya. Tujuh bintang hijau, dan satu bintang biru.

Jika kalian bertanya itu apa, itu adalah bintang yang tempo hari Reva lihat di dalam kamar Juwita. Ia benar membeli itu tanpa alasan—hanya ingin. Belum ada waktu untuk menempelkannya sebelum keinginan itu mepengaruhi dirinya sekarang.

Ia ragu sebenarnya. Untuk apa membeli ini—bahkan menempelkannya jika ia sendiri takut kegelapan?

Perempuan itu berbalik, melangkah ke arah saklar lampu berada. Perlahan ia mengangkat tangannya, bersiap mematikan pencahayaan di sana.

Seolah mematung, dalam diam Reva menatap benda putih itu. Belum juga menekannya—ada sesuatu yang mengalihkan atensinya. Di luar kamarnya, ada langkah kaki dan suara pintu terbuka.

Twelve Months ; Jeno Ryujin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang