(Bukan request-an, cuma pindah lapak)
.
.
."Then you changed my world with just one kiss"
Berkunjung ke rumah nenekmu, membuatmu jadi mengenang kembali memori masa kecil. Di sanalah, kau bertemu dengan seseorang yang kini menjadi kekasihmu.Riku, lelaki berambut merah itu membiarkanmu memeluk lengannya dengan manja. Kau bersandar di bahunya, kendati sedang berjalan menyisiri tempat bermain kalian semasa kecil.
Kalian berhenti di sebuah taman yang tampak sepi. Hanya ada guguran bunga dan daun yang menutupi permukaan tanah. Lelaki itu mengambil daun kering, kemudian meremasnya hingga hancur dan membiarkan serpihan daun kering itu tersapu angin sore yang terasa hangat.
Kau terkekeh geli melihat kebiasaannya yang tidak pernah berubah sejak kecil. Sangat menyukai daun kering di musim gugur.
"Riku-kun, kau masih ingat dengan ayunan itu?"
Riku mengalihkan perhatiannya. Kau tersenyum lebar sambil menunjuk sebuah ayunan yang terlihat usang dan tua.
"Tentu saja." Riku mengangguk penuh keyakinan. "Kau pernah jatuh saat bermain ayunan itu dan menangis tanpa henti."
"Dan kau yang menghentikan tangisanku. Kau ingat?" tanyamu lagi.
"Ngg ... ya, aku ingat." Riku tertawa pelan. "Tapi kau sempat memukulku."
Giliran wajahmu yang memerah malu, "Ish. Aku 'kan hanya teringat pesan ibuku."
Tawa Riku kembali terdengar. "Aku tahu."
Saat kalian hendak kembali ke rumah Nenekmu, sebuah ingatan kembali menyeruak masuk dalam kepalamu.
Kali ini kau tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutmu.
"Apa ada yang lucu?" tanya Riku bingung.
"Tidak, aku hanya ..." Kau menyeringai jahil, "teringat lagi setelah kau mengucapkan janjimu padaku dulu."
Riku berusaha mengingat-ingat apa yang kau maksud. Sampai perlahan wajah lelaki itu mulai memerah. "Aish, kau masih saja mengingatnya!"
Kau tergelak. Riku terus membujukmu untuk melupakan kejadian memalukannya di masa kecil.
Pertemuan pertama kalian di musim gugur.
"Hiks ... Mama ..." Kau di masa kecil terus menangis. Kau baru saja terjatuh dari ayunan yang mengakibatkan lututmu terluka. Meski ada seorang bocah laki-laki yang datang menolong, kau tetap saja menangis.
"Hei, aku sudah mengobati lututmu dengan plester. Kenapa kau masih menangis?"
Riku kecil kebingungan karena kau tak kunjung menghentikan tangisanmu. Ia tidak tega melihat wajah cantikmu sembap karena air mata.
Entah muncul ide dari mana, dengan nekat Riku kecil mengecup bibirmu. Ia berharap apa yang dilakukannya bisa menghentikan tangisan itu, tapi yang terjadi kemudian benar-benar di luar prediksi.
BUAGH!
Riku justru mendapatkan satu pukulan keras di wajahnya. Bocah itu meringis kesakitan sambil memegangi pipinya yang terasa nyeri. "Kenapa kau memukulku?"
Bukannya menjawab, kau justru menangis kencang.
"Kau jahat! Kau mencium bibirku! Aku tidak bisa menikah, huweeeeee~"
"Ke-Kenapa?" Riku panik, "Kenapa kau tidak bisa menikah?"
"Kata Mama, selain orang tuaku, nanti yang boleh mencium bibirku hanya suamiku di masa depan. Tapi ... tapi ... barusan kau mencium bibirku. Aku tidak bisa menikah, huweeeeeee~
Riku terkejut mendengar penuturan polos yang terlontar darimu.
"Ngg ... aku minta maaf ..."
"Hiks ... kau jahat ... hiks ..."
"Kalau begitu, biar aku saja yang menjadi suamimu," celetuk Riku.
Matamu berkedip-kedip lucu. "Kau ... mau menjadi suamiku?"
Riku mengangguk, "Ya! Jika aku sudah besar nanti, aku akan menjadi suamimu. Siapa namamu?"
"[Name] ..." Gadis itu mengusap kedua matanya, "Namaku [Name]..."
"Baik, dengarkan aku!" Riku meletakkan tangannya di dada. "Aku Nanase Riku, jika aku sudah besar nanti, aku berjanji akan menjadi suami [Name]..."
Kau terdiam selama beberapa detik. Melihat kesungguhan di wajah Riku, kau pun tersenyum lebar. Mengarahkan jari kelingkingmu pada bocah itu. "Janji?"
Riku ikut tersenyum melihat ekspresi ceria di hadapannya. Ia menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingkingmu.
"Janji"
Senyumanmu memudar saat mendapati Riku memegangi pipinya. Ah, sekarang giliran kau yang merasa bersalah karena sudah memukul bocah yang baru saja menolongmu itu.
"Sakit?" tanyamu sambil mengelus wajah Riku.
"Sedikit."
Kau terdiam sejenak, sebelum akhirnya mendaratkan satu kecupan lembut di pipi kiri Riku. "Hush ... hush ... ayo sakitnya pergi ..."
Riku hanya tersenyum lebar. "Sakitnya sudah pergi."
Kau mengangguk senang, sampai pemandangan selanjutnya membuatmu menatap horor ke arah bocah laki-laki di depanmu. "Kyaaaa ... hidung Riku-kun berdarah!"
Yah... pertemuan yang cukup manis, kau rasa.