"Nee, Gaku." Panggilmu pada orang yang tengah duduk tepat di sampingmu. Orang itu hanya bergumam tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi yang tengah menayangkan acara komedi.
Hari ini adalah hari minggu, dan kebetulan pacarmu juga tidak ada jadwal apapun hari ini. Maka dari itu, pagi-pagi sekali dia sudah datang ke rumahmu.
"Kamu tau nggak bedanya tanggal 28 sama 29 oktober?" tanyamu tiba-tiba.
"Bedanya? Bedanya sehari doang kan?" jawab Gaku dengan alis terangkat, bingung.
Kau menggeleng, pertanda bahwa jawaban yang Gaku lotarkan tidaklah benar, "Bukan lah. Apa hayooooo... tebak lagi dong."
"Memangnya apa?"
"Tanggal 28 oktober kan sumpah pemuda, kalo tanggal 29 sumpah aku sayang kamu." jawabmu seraya menatap Gaku yang kini mendengus geli.
"Ngegombal nih ceritanya? Lagian, aku tau kok kalo kamu itu sayang banget sama aku." Gaku tersenyum bangga, membuatmu ingin sekali melempar vas bunga pada wajah gantengnya.
"Sekarang gantian, ya. Kamu tau ga bedanya kamu sama Tsumugi?"
Wajahmu langsung datar seketika saat sebuah nama keluar dari mulut kekasihmu. Sepertinya Gaku lupa bahwa kau sangatlah sensitive dengan nama itu. "Ya beda lah, dia kan menggonggong, sementara aku engga."
Njir, dikira guguk kali yak. Batin Gaku myrys
"Serius nih."
Kau menghela napas bosan. Kau lupa jika Gaku akan semakin menyebalkan jika keinginannya tidak kau penuhi.
"Gak tau. Emang apaan?" jawabmu malas.
"Ambilin minum dulu. Nanti aku kasih tau."
Nyantet pacar sendiri dosa gak ya?
"Lho kok malah nyuruh ambilin minum? Jawab dulu lah."
"Oke deh." Gaku memilih untuk mengalah karena mendapat tatapan setajam silet darimu, "Bedanya, Tsumugi itu masalalu. Sedangkan kamu adalah masa depanku."
Gaku tersenyum manis. Saking manisnya, membuatmu ingin menampar wajah itu.
"Ah masa?" Kau memutar matamu malas. Gaku yang melihat itu hanya bisa merengut.
"Respon-nya gitu doang sih? Peluk kek."
Blush
"Hush! Belom halal. Ga boleh peluk-peluk."
"Heh, biasanya juga kamu yang nyosor."
"Eh? Engga ya! Kata siapa?!"
"Kataku tadi. Yaudah sini, aku aja yang peluk."
Kau melotot saat Gaku beringsut mendekatimu.
"Nggak boleh khilap heh! Ntar ada yang liat bahaya, Gak!"
Gaku menyeringai mendengar kalimatmu, "Jadi kalo ga ada yang liat gak apa-apa?"
"Y-ya tetep aja nggak boleh woy!"
"Oh. Yaudah." Gaku mengalihkan pandangannya pada televisi.
Ngambek ceritanya.
"G-gak? Gaku nggak sakit kan?" tanyamu hati-hati.
"Sakit apa? Sakit hati?"
"Gaku sakit hati? Bahaya loh. Entar kamu bisa mati. Ke dokter gih."
Gaku berdecak dalam hati. Ga peka banget sih ni pacarnya. Dasar, semua cewek tuh emang sama aja.
"G sih, B aja."
"O, y udh."
Gaku diam, kau pun terdiam. Kalian sama-sama diam. Dan kalau kalian terus diam, bagaimana caraku melanjutkan cerita ga jelas ini?
"Aku pulang ya?"
"Ya."
Kepala Gaku seletika menoleh ke arahmu, "Ga dicegah nih?"
Oh, mau dicegah tho?
"Lho? tadi kata mau pulang, begitu di iyain malah nyuruh nyegah. Maumu apa mas?"
"Mauku, kamu tuh jangan cuek-cuek bnget. Ga sayang sama aku ya? Apa kalimat tadi cuman sebatas kata-kata doang?"
Lha kok jadi gue yang salah? Batinmu bingung dan terheran-heran.
"Yaudah. Iya deh, maaf. Nggak cuek lagi. Iyaa."
"Buktiin dong kalo emang ga cuek lagi."
"Gimana caranya? Hmm?"
"Caranya gampang. Ketik REG spasi- eh, nggak ding. Cium aja deh."
"Harus cium?"
"Emang mau yang lain?"
"Emang yang lain apaan?"
"Yang lain... ini." Gaku menepuk pundaknya sendiri, "Pijitin. Badanku pegel-pegel soalnya."
Mendengar kalimat Gaku, kau pun memutar mata dengan malas. Punya pacar kok kampred banget ya? Udah dikasih hati malah minta lagi.
"Yaudah deh ya, daripada harus nyium yang bukan makhrom." Dengan tidak ikhlas, kau mulai memijat pundak kekasih tak halalmu itu.
"Nah, gitu dong. Pijitnya yang bner ya. Padahal tadi aku cuma nyruh cium tangan doang. Tapi gak apa-apa, dipijitin ada untungnya juga."
Tuh, kan? Sekali kampred tetep aja kampred
"Enak ya, nga-babu pacar sendiri. Bagos, lanjutkan!" Sarkasmu padanya.
Gaku tertawa dan menurunkan tanganmu dari pundaknya, "Bercanda kok, Sayang. Mana tega aku nge-babuin pacar sendiri."
Tangan pria itu lalu bergerak untuk menggenggam tanganmu. "Lagian, wanita itu tulang rusuknya laki-laki. Bukan tulang punggung, apalagi tulang iga."
Plis deh, ga nyambung banged
"Oh? Ini lagi ngegombal ceritanya?"
"Ini bukan gombal lho, tapi kejujuran."
"Ooooh, gitu."
"Y."
Mendengar jawaban teramat singkat Gaku, membuatmu kembali terdiam.
"Marah lagi? Aku salah lagi, kah?""Hah?" Gaku menoleh padamu dan menggeleng, "Ngga kok. Mana mungkin salah. Wanita kan selalu benar. Aku cuman lagi mikir."
"Mikir apa?" tanyamu padanya.
Gaku bisa mikir juga toh? Kirain tuh anak ga pernah mikir
"Mikirin masa depan kita." Gaku tersenyum ala pepsodent. Silaw, men.
"Aduh, baper."
"Aku juga baper. Makan kuy!"
"Itu lapar, sayang. Duh, ganteng-ganteng bego. Untung sayang~"
"Mau ngatain balik, tapi sayang. Yaudah, mau ga?"
"Ayo! Aku mah ngikut aja."
"Tapi kamu yang bayar ya?"
"Yaudah. Yang penting, besok kalo udah nikah, kamu yang nafkahin aku."
"Ashiap." Gaku tersenyum lima jari sebelum mengulurkan tangan padamu. Kau pun menyambut uluran tangan itu dengan senyum manis yang tersemat di bibirmu.