"Aileen, temenin Lily ke perpustakaan daerah yuk!"
"Yah ... gue nggak bisa Ly, soalnya gue lagi males!" balas Aileen dan membuat Lily mengerucutkan bibirnya sebal.
"Aileen mah males terus! Kapan rajinnya?"
SKAKMAT!
Aileen terdiam, ia memang tipe orang yang kebut semalam. Belajar kalau sudah mendekati ulangan dan itu pun ia lakukan hanya sehari menjelang ulangan. Dia memang malas, tapi dia masih bisa mengejar prestasi-prestasi. Ya, walaupun sangat jauh dibanding dengan Lily.
"Em ... lo pergi sendiri aja ya Ly, gue tiba-tiba sakit perut nih!" Dia memegangi perutnya yang sebenarnya tidak kenapa-kenapa. Untung Lily mudah untuk dibohongi, jadilah anak itu hanya menganggukkan kepalanya.
Setelahnya Aileen langsung pergi dan tinggallah Lily sendirian, ia pun berjalan menuju halte depan sekolahnya. Memang hari keberuntungan, sudah ada bus yang siap mengangkut penumpang.
"Pulang sendiri, Ly?" Sebuah suara langsung membuat Lily tersentak kaget. Kepalanya saja sampai terpentuk kursi bus.
"Aduh, Kak Abitah bikin Lily kaget tau gak??" ucap Lily dengan wajah kesalnya.
Abitah Magenta, biasa dipanggil Abit atau Abitah itu dulunya pernah kenal dengan Lily saat ditunjuk menjadi panitia kartini beberapa bulan yang lalu. Mereka menjadi dekat karena sama-sama perwakilan kelas masing-masing.
"Kamu ngelamun kali, orang kakak nanyanya santai," balas Abitah dengan senyumnya. Kakak kelas Lily itu memang hobby tersenyum.
"Kakak kok tumben naik bus??" tanya Lily balik.
"Motor gue dikempesin bannya sama geng Alfarellza. Jadi gue naik bus." Abitah pun mendudukan dirinya di samping Lily.
"Ngomong-ngomong lo mau kemana??" tanya Abitah pada adik kelasnya itu.
"Rencananya aku mau ke perpustakaan daerah kak," jawab Lily santai.
"Oh gitu, gue kira mau langsung pulang. Ya udah ya Ly, kapan-kapan ngobrol lagi, gue udah nyampai di gang rumah, bye." Setelah mengatakan itu Abitah langsung bergegas turun dari bus itu.
Lily tak menyangka bahwa kakak kelasnya itu masih bersifat baik padanya. Padahal beberapa bulan lalu Abitah sempat menyatakan perasaannya pada Lily. Namun, Lily dengan polosnya menolak tanpa rasa bersalah sama sekali. Syukurlah, tidak ada dendam diantar mereka.
"JALAN MERDEKA, PERPUSTAKAAN DAERAH!!" teriak pak Kernet bus membuat Lily tersadar dan secepatnya ia turun setelah membayar.
"Selamat sore, Ly." Sapaan itu membuat Lily menoleh dan tersenyum.
"Hai Devon, sift sore lagi??" tanya Lily membuat Devon menganggukan kepalanya.
"Kok jarang kesini lagi??" tanya Devon balik.
"Sibuk, tugas Lily banyak banget soalnya," jawab Lily seadanya.
"Ya udah ya, Ly. Gue kerja dulu." Lily pun mengangguk.
Kemudian perhatian Lily teralihkan kekumpulan rak berisi buku itu. Sungguh surga baginya, bau buku bisa tercium dimana-mana. Lily pun dengan semangat langsung pergi menuju berbagai rak buku.
"Ekonomi, novel, sejarah, ih kok bukunya belum ada yang baru sih?? Ini semua yang menarik Lily udah pernah baca," gumam Lily kesal.
Buk ...
Sebuah buku tiba-tiba jatuh membuat pandangan Lily teralih menuju buku tersebut. Saat mendongak ingin mengembalikan buku tersebut dia melihat punggung kokoh seseorang yang sedikit ia kenal. Derald, ya laki-laki itu Derald. Anak yang tadi pagi ia temui di lingkungan sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATMOSFER [END]
Teen FictionDalam kehidupan semua orang memiliki hak untuk memilih jalan hidup mereka masing-masing. Namun, bagaimana jika seorang ayah menentukan seluruh jalan hidup anaknya? Itulah hal yang dialami seorang pemuda bernama Derald Atropedha Vernando. Remaja tid...