Lily mulai membuka pintu ruang rawat milik Derald dengan perlahan. Ia bisa melihat seorang pemuda yang wajahnya tertutup oleh sebuah buku yang usai dibaca. Nampaknya laki-laki itu belum menyadari ada orang lain di ruangannya. Lily pun langsung mendekat menarik buku itu dari wajah Derald.
“Ada ap--Lily,” pekik Derald dengan mata melotot kaget.
“Ya ampun, Dei. Kok bisa separah ini, kamu nggak ngelawan balik?” tanya Lily khawatir.
“Lo kok bisa ada di sini?” tanya balik Derald tanpa menjawab pertanyaan sebelumnya.
“Hehe, hari ini Lily alih profesi jadi penyusup,” jawab Lily sambil menyengir lebar, menampilkan sederetan gigi putih miliknya yang membuat gadis ini tampak bodoh.
Derald hanya dapat menggelengkan kepalanya heran dengan tingkah aneh gadis di depannya.
Tangan mungil Lily terangkat menyentuh luka Derald. Wajah pemuda di depannya terlihat mengerikan walau tetap tampan. Ia meringis pelan saat membayangkan betapa brutalnya Rajendra dalam memukul anak bungsunya. “Pasti sakit ya Dei, papa Dei keterlaluan banget,” ucap Lily. Derald pun tersenyum, perlahan tangannya mengambil tangan lily yang ada diwajahnya.
“Gue udah terbiasa, lagian ini bukan pertama kalinya gue kayak gini,” jawab Derald enteng.
“Apa, bukan pertama kalinya?” pekik Lily keras.
Derald terkekeh pelan melihat wajah syok gadis di depannya. Tentu saja Lily syok, selama ini dia dibesarkan dilingkungan yang harmonis.
Papanya sangat menyayangi ibu dan anak-anaknya. Begitupun sebaliknya, andai saja Derald seberuntung Lily pasti dia akan bahagia.
“Kok buburnya belum dimakan Dei?” tanya Lily melihat bubur Derald yang masih utuh.
“Belum sempat, Ly. Gue masih baca buku buat olimpiade,” jawab Derald membuat Lily berdecak sebal.
“Harusnya Derald makan dulu, kesehatan Derald itu lebih penting daripada olimpiade,” ujar Lily.
Derald tersenyum pahit, kesehatannya lebih penting dari olimpiade itu.Itu mungkin pemikiran yang ada dalam otak Lily dan juga para sahabatnya. Tapi untuk Rajendra itu adalah hal sebaliknya. Olimpiade lebih penting dari segalanya, termasuk kesehatan Derald. Rajendra adalah orang yang ambisius dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
“Bagi papa gue, olimpiade yang menentukan nilai gue sebagai anaknya,” jawab Derald sendu. Lily mengusap bahu lebar Derald menenangkan.
“Ya udah gak usah di pikirin Dei. Sekarang Derald makan dulu, biar Lily suapin,” ucap Lily dengan senang hati dia menyuapkan bubur itu.
“ Thanks,”ucap Derald.
“Oh iya Dei, Lily punya hadiah buat Derald.” Lily langsung mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dia mengeluarkan kertas origami dengan berbagai warna.
Hal itu kembali membuat Derald bingung. Kemarin baru saja Lily memberinya permen cokelat payung. Sekarang origami, tetapi entah mengapa hal-hal aneh itu selalu berhasil membuat kenangan yang terekam jelas pada otaknya.
“Buat apa?” tanya Derald, dia mengambil salah satu kertas yang disodorkan oleh Lily. Namun, bukannya menjawab Lily malah mengeluarkan dua buah botol kaca bertutup kayu dari tasnya.
“Lily mau Derald nulis impian Derald dan Lily juga nulis impian Lily sendiri. Nanti botol-botol ini kita gantung di rumah pohon, tempat rahasia kita. Terus beberapa tahun selanjutnya kita bakal kesana lagi, membuktikan bahwa mimpi kita bukan cuma omong kosong, melainkan bisa terwujud dan membawa kita kebahagiaan ke depannya,” jelas Lily.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATMOSFER [END]
Teen FictionDalam kehidupan semua orang memiliki hak untuk memilih jalan hidup mereka masing-masing. Namun, bagaimana jika seorang ayah menentukan seluruh jalan hidup anaknya? Itulah hal yang dialami seorang pemuda bernama Derald Atropedha Vernando. Remaja tid...