4. Dia siapa (2)

1.7K 195 35
                                    

Naruto menatap nanar gadis mungil yang masih terlelap di hadapannya, pikirannya berkecambuk tak karuan. Dia sudah sering menemukan hal-hal janggal seperti ini. Hal yang membuat ia tak tenang dan merasa bersalah yang berkepanjangan. "Sebenarnya kau ini kenapa?" gumam Naruto sambil menggenggam tangan Hinata. Tangan yang begitu mungil dan halus, tanpa sadar Naruto menarik kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan senyum yang begitu manis.

Tak berapa lama Naruto merasakan tangan mungil itu bergerak, dengan cepat ia melepaskannya. Matanya berbinar-binar senang saat Hinata perlahan mengerjapkan matanya.

Sinar mentari menusuk ke dalam retina mata Hinata membuat gadis itu mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya, kepalanya terasa berat namun tak berapa lama ia berhasil mengendalikan tubuhnya. Pemandangan pertama yang tertangkap oleh matanya adalah, wajah adonis Naruto yang tengah menatapnya serius.

Sontak sekujur tubuh Hinata meremang, ia langsung mundur menjauh sambil mencengkram erat selimut yang membungkus tubuhnya.

Naruto mengerutkan keningnya saat gadis itu justru bergerak menjauhinya, apa ia melakukan sesuatu? Tubuhnya melemah saat melihat gadis itu bergetar sangat ketakutan, Naruto meremas lututnya pelan untuk menyalurkan perasaan aneh yang menggerogoti hatinya.

"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu." Naruto berbicara pelan.

Hinata terdiam, deep voice Naruto seolah menarik kesadarannya. Perlahan ia mendongak dan ketika mereka bertatapan sekujur tubuh Hinata seperti di sengat listrik jutaan volt. Sorot mata biru itu sangat berbeda, teduh dan menenangkan. Bukan mata tajam dan penuh intimidasi yang mengerikan seperti kemarin.

Sementara Naruto sendiri seperti tersihir oleh bola mata seindah bulan itu, mata gadis itu menatapnya lekat seolah mencari kebenaran di setiap ucapannya. Naruto merasakan jantungnya menggila, perasaan apa ini? Kenapa tubuhnya terasa sangat ringan hanya karena menatap mata itu.

"Siapa namamu? Dan kenapa kau bisa di sini?" tanya Naruto.

Hinata tersentak dan kembali mundur kebelakangan hingga tubuhnya membentur kepala ranjang. Dia ketakutan, "Hey jangan takut, aku tidak akan menyakitimu." Naruto mengangkat kedua tangannya berusaha membuat gadis itu percaya pada ucapannya.

"Siapa yang membawamu kesini?" tanya Naruto pelan. Sangat lembut membuat gadis itu perlahan membua suaranya.

"Ibuku.." balas Hinata pelan.

Naruto tersenyum sambil mengangguk. "Jangan takut aku tidak akan menyakitimu." ujarnya dengan senyum teduh.

Apa dia pemuda yang sama?
Apa dia Namikaze Naruto yang kemarin hampir membunuhku?
Atau mereka kembar?
Atau Naruto hanya mempermainkannya?

Berbagai pertanyaan itu timbul di kepala Hinata hingga tanpa sadar ia melamun.

Naruto menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajah Hinata. "Hey!" Hinata tersentak kaget. "Kau melamunkan apa, hm?" Naruto tertawa pelan sambil mengusap rambut Hinata.

Hinata tertegun, baru kemarin ia di siksa habis-habisan kenapa hari ini pemuda itu justru beritngkah sebaliknya?

"T-tidak, aku hanya memikirkan Ibuku." bohong Hinata.

Naruto mengangguk, "Ayo turun, aku sudah memasak bubur untukmu tadi." Naruto mengulurkan tangan sambil berdiri, untuk beberapa saat Hinata hanya menatap telapak tangan itu namun tak berapa lama ia meraihnya dengan ragu-ragu.

Hinata mengikuti kemana Naruto membawanya, ah ternyata mereka masih di apartement pemuda itu. Hinata menatap sekeliling dan seketika itu tubuhnya menegang saat melihat pisau dapur yang masih tergeletak di lantai. Ia kembali mengingat kejadian saat ia menusuk tangan Naruto.

Naruto yang merasakan cengraman gadis itu menguat lantas berbalik dan terkejut saat expresi gadis itu berubah sangat ketakutan. "Ada apa?" Hinata mendongak dan saat bertemu mata dengan pemuda itu gadis itu menggeleng. Ia masih belum bisa memahami situasinya.

Hinata memberanikan diri untuk melirik tangan kanan Naruto yang kini tengah sibuk menyusun makanan di meja, jantung Hinata nyaris terlompat saat melihat bekas sayatan di telapak tangan Naruto yang masih basah namun sudah tidak mengalirkan darah.

Dia pemuda yang sama!
Dia Namikaze Naruto!
Pemuda gila yang membeli dirinya!
Yang menyiksa dan hampir membunuhnya!
Tapi....

"Apa yang menganggu pikiranmu? Apa masih sangat sakit, jika iya sebaiknya kita kembali ke kamar biar ku gendong." Naruto bersiap menggendong Hinata. Namun gadis itu langsung menolaknya.

"Tidak perlu, aku baik-baik saja." jawab Hinata sambil tersenyum manis.

Senyum yang mampu membuat jantung Naruto menggila.

"Siapa Namamu?" tanya Naruto.

"Hinata, Hyuga Hinata. Lantas, siapa Namamu?" tanya Hinata.

"Uzumaki Naruto." jawab pemuda itu.

Apa lagi ini Ya Tuhan?
Kepala Hinata hampir pecah di buatnya.
Bukankah kemarin Namikaze? Lalu kenapa hari ini Uzumaki? Argh..

Hinata mencoba tersenyum kendati hatinya gelisah dan pikirannya kacau. Setidaknya sekarang pemuda itu bersikap baik padanya, ia akan mencoba mencari cara untuk kabur dari sini selagi ada kesempatan. Ia akan bersikap baik selagi pamuda itu masih belum melukainya lagi.

Mereka makan dengan tenang, tak ada pembicaraan karena baik Hinata maupun Naruto tidak tau harus menanyakan apa.

Pemuda itu berniat membereskan piringnya namun Hinata langsung memgambil alihnya. Pemuda itu terluka, Hinata tidak mungkin membiarkannya mencuci piring dengan luka di tangannya itu. "Biar aku saja, Naruto." cegahnya

"Kau yakin sanggup? Tidak apa aku sering melakukannya sendiri." Naruto bersikeras menolak namun Hinata jauh lebih keras kepala.

"Biar aku saja," Hinata mengambil alih piring-piring itu dan memaksa Naruto untuk duduk di kursi. "Kau diam disitu selagi aku mencuci." titahnya, Naruto menganggu patuh seperti anak kecil.

Diam-diam Hinata tersenyum, ah sial Naruto yang ini manis sekali ia bisa jatuh cinta kalau begini caranya.

Selesai dengan kegiatan mencuci Hinata terlihat sibuk mencari sesuatu hingga Naruto penasaran di buatnya. "Apa yang kau cari, Hinata?" tanya pemuda itu.

"Kotak P3K, kau melihatnya?"

Naruto mengangguk, "Ada di kamar, kau terluka? Biar ku ambilkan."

Hinata menggeleng mencegahnya, "Biar aku saja, kau tunggu di sini." Hinata berlari menuju kamar mengabaikan Naruto masih masih kebingungan di dapur.

"Kenapa gadis itu?" gumamnya. Hinata kembali ke meja dapur ia duduk di sebelah Naruto, "Untuk apa itu?" tanya pemuda itu bingung.

"Kemarikan tangan kananmu." Naruto mengulurkannya. Matanya membulat saat melihat luka sayatan di telapak tangannya, sayatan yang cukup lebar dan masih basah.

"Kenapa bisa terluka seperti ini? Kau harus mengobatinya jika tidak ini bisa jadi infeksi!" gumam Hinata, ia mulai mengolesi lukanya dengan alkohol.

"Aku tidak tau." gumamnya pelan.

Hinata menggeleng, tidak tau apanya? Bukankah tadi Hinata yang menusuk pemuda itu? Sebenarnya apa yang terjadi padanya. Sandiwara kah? Atau dia berkata jujur? Persetan dengan itu, Hinata hanya ingin mengobatinya.

"Lain kali jangan menganggap sepele luka seperti ini, mengerti?" Naruto mengut-manggut mendengar penuturan Hinata.

"Nah sudah." ujar Hinata sambil tersenyum.
Lagi lagi Naruto di buat terkejut dengan senyumannya, senyuman hangat yang sanggup merambat dalam ulu hatinya. Perhatian singkatnya membuat jiwa Naruto bergetar, perasaan kosong dan haus kasih sayang dalam dirinya perlahan naik ke permukaan dan kian meletup tak karuan.










Tbc gan!

Lanjut? Komen dulu banyak-banyak.

Jangan jadi silent reader! Nanti aku ngambek terus gak mau update loh😊

Love you all💕

Because You | Namikaze Naruto✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang