Chapter 17

4.1K 330 1
                                    

Degub jantung Jimin masih saja berorkes dendang, Ingatannya masih saja mememutar kata 'saranghae' dari mulut si kulit pucat seperti kaset kusut. Bahkan sesekali ia menghentakan kakinya gemas ke atas karpet bulu maroonnya. Hingga tingkahnya di hentikan oleh ketukan dari arah pintu.

Jimin langsung terdiam ketika sosok sang ayah muncul dari balik pintu dan menyelinap masuk menghampirinya yg sedang duduk santai di sofa.

"Boleh ayah duduk di sebelahmu?" Seunghyun menatap wajah Jimin yg merona. Jimin mengangguk pelan seraya sedikit menggeser bokongnya agar bisa berbagi sofa dengan Seunghyun.

Mereka gak saling bicara meski Seunghyun sudah duduk di sebelah Jimin beberapa menit yg lalu. Mereka sama sama canggung untuk sekedsr membuka mulut untuk saling bertegur.

Sejak Jimin sampai di istana T.O.P kemarin sore. Mereka belum saling terlibat percakapan yg benar benar ber2. Karna yg ada di pikiran Jimin adalah dia harus segera kabur dari rumah yg besarnya se lapangan bola piala dunia ini.

Di tambah ucapan ucapan gak masuk akal sang paman yg akan menjodohkannya dengan orang lain semakin membuat perasaannya kacau yg berakibat engsel bahunya bergeser karna mencoba kabur tanpa perhitungan.

"Ayah tidak bisa basa basi untuk sekedar menyapa mu kemarin." Kata Seunghyun pada akhirnya. "Ayah benar benar rindu dan menyesal."

Jimin bergeming, tak tau harus membalas dengan kalimat apa atas ucapan sang ayah padanya. Sesekali ia hanya melirik ayahnya yg sedang menatap kosong ke arah karpet maroon.

Jimin tau ada ketulusan seorang ayah disana. Bagaimana dia bisa setega itu mengabaikan pengakuan sang Ayah yg terlihat begitu menyesal akan perbuatan nya dulu.

"Aku juga rindu." Jimin akhirnya bercicit mantap menjawab sang ayah.

"Seharusnya aku bisa berhenti dari awal seperti GD dan CL lakukan-"

"Time goes by." Sela Jimin "dan lihat aku sekarang, aku tumbuh jadi anak baik dan manis seperti pesan papa dan ayah dulu." Jimin tersenyum dan memberanikan diri melihat ke arah sang ayah yg sekarang benar benar semakin tertunduk.

"Dulu aku masih anak 9 tahun yg takut karna tau ayahnya seorang penjahat dan Pembunuh. Hanya anak 9 tahun yg kecewa karna ayah membuang dari dunianya. Bahkan aku benar hampir lupa klo aku masih punya ayah.

"Tapi meski kemauanku begitu. Kenyataannya tidak. Kau masih tetap ayahku. Seberapapun aku ingin sekali mengabaikan ayah, aku tetap rindu. Bisa saja kemarin aku berteriak waktu anak buah ayah memaksaku masuk kedalam mobil karna menyuruhku pulang.

"Tapi aku mengurungkan niat karna aku hanya ingin tau atau sekedar melihat wajah ayah seperti apa sekarang. Syukurlah ayah masih hidup. Hanya bertambah garang dan matang." Jimin terkekeh.

"Butuh banyak keberanian untuk bisa menghadapimu secara langsung Prince. Rasanya jauh lebih mudah meloloskan diri dari bidik laser pointer senapan. Boleh ayah memelukmu Mochi?"

Ada getaran berbeda di hati setelah nama itu kembali di ucapkan oleh sang ayah. Tanpa bisa menolak dengan segera Jimin menganggukan kepala.

Dengan penuh rasa kasih sayang dan kehati hatian Seunghyun memeluk rindu Pangeran kecilnya dengan aroma Orange Blossom. Hingga air mata lolos dengan mudahnya dari pelupuk mata tajam Seunghyun. Semakin dalam Seunghyun terisak hingga kaos Jimin basah.

Dengan 1 tangannya Jimin mengusap lembut punggung sang ayah, dan mereka terisak bersama.

Tak cukup lama mereka menyudahi acara tangis menangis mereka dan mulai saling bertukar senyum. Wajah Jimin sudah semerah tomat dengan mata yg sembab.

[✓]   A F E K S I  | YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang