Pertama...

167 46 59
                                    

Pria itu terus mengusap-usap lembut nisan di hadapannya, terhitung sudah berjam-jam ia diam berjongkok di di peristirahatan terakhir seseorang. Tidak dapat terelakkan fakta  bahwa kaki pria itu kesemutan akibat terlalu lama jongkok memposisikan tubuh agar sejajar dengan nisan dihadapannya .

Pria itu tersenyum getir, berusaha menahan air bening itu agar tidak terjatuh ia tahu menangis bukanlah hal yang dapat menyelesaikan masalah atau membuat semuanya kembali seperti semula.

Pria itu lalu  membuka plastik hitam yang ia bawa, mengeluarkan helaian mahkota bunga mawar merah muda dan menaburkannya ke atas tanah tak lupa pria itu menuangkan air ke atas gundukan tanah itu.

Tidak ia tidak bisa menahan hal ini lebih lama. Tanpa instruksi dari sang tuan, dengan lancangnya cairan bening itu menyusup keluar mengalir  membasahi pipi tirus milik pria itu. Air bening terus-menerus mengalir di atas pipi tirus  pria itu. Ia bahkan tidak berusaha untuk menyeka cairan ini , hatinya begitu hancur kesedihan itu tidak bisa lagi   ditutupi lagi.

Pria itu memaksakan menyunggingkan senyumnya  " hai bagaimana kabarmu?"

Hening.

Ia menghela napasnya lagi.

"Bagaimana kamu bisa begitu tenang tidur disana?" ucap pria itu dengan suara yang sangat menyakitkan telinga.

Angin berhembus pelan, menerbangkan helaian rambut pria malang ini. Helaian rambut mengayun-ayunkan dirinya  seakan-akan ingin menutupi wajah sedih pemiliknya tersebut.

"Kamu tau gak? Papa dan mamamu masih sangat membenciku" pria itu terkekeh pelan.

"Aku bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah, aku pikir itu ulah ayahmu tapi bagaimana pun aku tidak bisa menuduh nya tak ada bukti ini hanya sebatas perasaan ku" lanjutnya.

"Ak...aku... Aku merindukan kamu" akhirnya ia tersenyum lebar meski cairan bening itu terus mengalir tidak mau berhenti.

"Akhirnya aku bisa mengucapkan kata itu benar katamu hati akan lebih plong saat kita mengeluarkan hal yang mengganjal di hati ini sejak lama hahaha" pria itu tertawa, tawa yang terkesan sangat dipaksakan.

"Aku sudah membersihkan tempat tinggal mu bahkan aku sudah memberi bunga dan menyemprotkan parfum di bunga mawar merah muda kesukaan kamu dan kamu berhutang padaku untuk itu semua. Kamu harus membayarnya aku tidak mau tahu."

Pria itu mengelus-elus kembali batu nisan itu dan akhirnya ia menyeka air bening itu, ia tidak mau terlalu larut dalam kesedihannya.

"Baiklah aku akan pergi, aku harus bekerja untuk bertahan hidup bukan? doa kan kali ini aku tidak dipecat lagi hehe."

.

Pria itu menyusuri trotoar kota super sibuk itu, mobil berlalu lalang begitu cepat pejalan kaki juga sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mereka tidak peduli keadaan pria itu. Pria malang ini hanya  menggunakan pakaian lusuh dan sendal yang sepertinya sebentar lagi akan putus serta topi putih kotor yang menutupi wajahnya.

Tak lama ia melewati mobil pick up penjual sosis serta jenis gorengan lainnya, ia menelan saliva nya kasar.

Kruukk!!

Perutnya berbunyi seakan tidak bisa diajak kompromi, wajar saja ia sudah tidak makan sejak tadi malam dan waktu sekarang sudah  hampir siang.

Vernon Arzeallna ( √END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang