Jangan terlalu mengharapkan balasan pada orang yang tidak pasti. Karena hal itu sama saja membunuh diri mu secara perlahan.
-Celia
.
.
Happy reading
.
.Seketika Vassa terdiam usai mendengar kalimat yang di lontarkan Askan. Lidahnya terasa kelu hanya untuk menjawab pertanyaan pemuda itu. Bagaimana pun, ini adalah hal yang sangat tak terduga baginya.
"Gimana, Sa? Bolehkah gua menitipkan rasa ini sama lo? Bolehkah gua menjadikan lo sebagian dari hidup gua? Maukah lo ... jadi pacar gua?" Askan berjongkok sembari menggenggam erat kedua tangan Vassa.
Hiruk-pikuk di sekitar taman seolah gagal menyamarkan degupan di dalam sana. Semua ini terasa mimpi. Bagaimana tangan besar Askan yang menggenggam jari-jari lentiknya. Bagaimana tatapan hangat itu menatapnya begitu lekat. Hingga terakhir, bagaimana kalimat itu terlontar dengan mudahnya dari pemuda di depannya ini.
"Sa?"
Vassa mengerjap kencang, mengembalikan kesadarannya yang sempat terenggut. Netranya menatap tak percaya sikap Askan barusan.
"I-itu ... g-gua-iya-enggak. Eh?"
Apa si, gua ngomong apa?!
Askan tertawa kecil menghadapi kegugupan gadis itu. "Lo gak usah gugup. Gua gak gigit, kok," kata Askan, "Lo tinggal jawab. Iya atau enggak."
Vassa menggigit bibir bawahnya. Tangannya masih di genggam erat oleh Askan.
Perihal jawaban, tentu saja ia sudah menyiapkannya. Bahkan sejak semalam. Namun, untuk mengucapkan satu kata itu saja benar-benar sangat sulit.
"Vassa? Lo denger gua, kan? Gua tau ini terlalu mendadak. But, this is the surprise." Perlahan, Askan melepaskan genggamannya. Lantas menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kalau lo gak mau juga gap-"
"Iya," celetuk Vassa.
"Ha?" Senyum Askan mengembang. "Maksudnya lo mau jadi pacar gua?!"
Vassa mengangguk pelan. Perasaannya saat ini benar-benar bahagia. Yang ia impikan sejak dulu kini tercapai. Cinta yang selama ini ia simpan rapat-rapat kini terbalaskan.
Askan merogoh saku celana belakangnya. Mengambil sebuah benda yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari.
Benda itu ia arahkan ke hadapan Vassa yang masih bergeming di tempat duduknya. Sebuah boneka beruang putih kecil itu kini sudah berpindah tempat ke tangan sang gadis.
"Buat lo sebagai hadiah pertama di hubungan kita yang baru ini," ujar Askan.
Vassa tak kuasa menahan senyumannya. "Makasih."
"Mulai sekarang, gak ada lagi canggung diantara kita. Gak ada lagi gugup diantara kita."
Vassa mengangguk cepat, lalu terkekeh menatap boneka beruang di tangannya. Jika di pikir-pikir, Askan lucu juga, ya.
"Eh, iya, udah malem. Pulang, yuk! Nanti mama lo nyariin lagi."
"Oke."
Ah, jika ini mimpi, Vassa harap tidak akan ada seorang pun yang membangunkannya selama beberapa saat kedepan..
☆☆☆
"Hati-hati, ya!" Vassa memberikan helm-nya ke tangan Askan. "Makasih untuk bonekanya."
Askan berdecak pelan. "Itu, kan, hadiah dari gua buat lo. Kenapa lo bilang makasih?" Perlahan bibir itu terangkat. "Seharusnya gua yang bilang makasih karena lo udah mau nerima perasaan gua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle✔
Teen FictionJudul awal: Cuore Forte *** "Gak seharusnya gua percaya sama dia." "Setiap penghalang harus disingkirkan, bukan?" *** Resa, gadis nan cantik satu ini tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta pada seseorang. Tapi sekalinya mengalami hal itu, i...