"Kamu yang kemarin nodong aku pakai pistol, kan?"
Perkataan itu hampir buat Heeseung terbelalak. Hampir.
Kebanyakan orang cenderung marah dan emosi jika ketemu orang yang hampir membunuhnya. Tentu saja, itu naluri alami yang setiap manusia miliki.
Namun, berbeda hal dengan Mira.
Bukannya marah, tapi Mira bertanya. Mira berbasa-basi dengan orang yang hampir membunuhnya.
"Apa mau kamu?" balas Heeseung.
"Sini, aku bantu obatin luka kamu." mengabaikannya, Mira mulai mengacak barang-barang Heeseung di meja.
"Aku nggak butuh bantuan kamu." tolak Heeseung dengan dingin.
Mira menghela napas, dan sekali lagi menghadap Heeseung, "Oh iya? Terus kenapa kamu melamun doang dari tadi?" dengusnya kesal.
"Aku nggak melam-"
Bantahan Heeseung terpotong oleh Mira yang tiba-tiba menyamakan posisi dengan Heeseung. Heeseung terkejut, tidak pernah ada seseorang yang berani mendekatinya begitu saja.
"Don't deny it." sindir Mira, meletakkan kapas dengan alkohol tepat pada goresan luka di pipi Heeseung. Heeseung sedikit meringis, mundur menghindari kapas.
Mira mencoba untuk sabar, dan menatap Heeseung dengan sebal. Dia pun akhirnya diam, mencoba menahan sakit.
"Udah." ujar Mira, memasang plester.
Heeseung hanya memasang muka datar, menyandarkan diri pada kursinya, sementara Mira menarik kursi dan duduk di sebelahnya.
"You didn't have to do that." kata Heeseung.
"Nggak apa-apa, lagian aku mau membantu." dengan lembut Mira mengatakan itu, menatap tangannya gelisah.
"Kenapa?"
Mira sekali lagi menghela napas, dan menjawab, "Aku nggak bisa tinggal diam ketika melihat seseorang terluka."
Heeseung terkekeh sarkastis mendengar itu. Mira memandangnya dengan heran.
"Kamu yakin? Jika orang itu jahat, apakah kamu akan membantunya?" serang Heeseung dengan kasual.
"Yakin, dan iya. Pada dasarnya, semua orang itu baik, termasuk orang jahat, karena mereka hanya melakukan tindakan yang salah. Bukan berarti mereka jahat."
Sekali lagi Heeseung tertawa dan membalas, "Kamu salah. Pada dasarnya, semua manusia itu jahat. Hanya saja ada beberapa orang yang dapat menahan niat itu."
"Siapa namamu?" Mira bertanya di luar topik secara tiba-tiba.
Tanpa berpikir Heeseung pun menyeletukkan namanya, "Heeseung. Lee Heeseung."
"Dengar ya, Lee Heeseung. Aku tidak peduli apa yang kamu pikirkan, aku akan tetap berpegang pada kepercayaanku." tegur Mira.
Entah kenapa, Heeseung tidak bisa membalas Mira lagi.
Mira pun merogoh tasnya, dan mengeluarkan sekaleng kopi. Bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk Heeseung.
"Nih, buat kamu." Mira menyodorkan kopi itu, dan Heeseung mengambilnya tanpa mengucapkan sepatah kata.
"Semoga kita nggak bertemu lagi." kata Mira tegas sembari berdiri, dan tanpa melihat Heeseung, dia pun pergi dari situ.
Heeseung sedari tadi merasa bingung. Apa yang sedang dilakukan gadis itu? ucapnya dalam batin.
Namun, Heeseung menguburkan perasaannya dalam-dalam, dan juga turut pergi dari situ, meninggalkan kopi kaleng yang diberikan Mira diatas meja toko.
Keesokan harinya, suasana benar-benar berbeda dari biasanya.
Mira terbangun oleh sinar matahari yang menembus gorden. Menguap, segala ingatan Mira akan kejadian kemarin malam kembali mengalir ke dalam otaknya.
"Astaga, ya ampun. Kenapa gue bilang gitu?" gumamnya kepada diri sendiri, tindakannya kemarin yang aneh baginya begitu tertera jelas dalam kepalanya.
Apalagi bagian waktu Mira memberikan sekaleng kopi untuknya.
"Kenapa gue kasih sih? Bego, gue PHP banget ya. Apa gue harus ketemu dia biar gue jelasin? Eh, tapi kan gue udah bilang nggak akan ketemu dia lagi. Tapi nanti kalau salah paham gimana? 'Pada dasarnya semua manusia jahat', pfftt, jadi gue sebenernya jahat, gitu? Tega ya, padahal udah baik-baik gue obatin luka dia."
Dan Mira pun terus mengoceh tanpa henti sampai bel rumah berbunyi. Mira terpaku diam, berpikir keras.
"Ini Jungwon."
Mendengar hal itu, Mira langsung berlari ke arah pintu dan dengan barbar membuka pintu.
"Astaga, kenapa lo Ra." sindir Jungwon dengan kaget, melihat tingkah laku Mira yang sudah seperti orang gila.
"Gue udah sinting." dengan datar dia membalas dan kembali mengoceh lagi.
"Ngoceh apa sih lo Ra, ya Allah." protesnya sembari menutup pintu.
"Nggak tau lagi, gue bener-bener sinting." lontarnya di tengah ocehannya.
Jungwon mulai curiga bahwa kelakuan ini disebabkan oleh geng mereka semalam. Dia tidak sepenuhnya tahu, apa yang terjadi pada Heeseung. Namun dia mengesampingkan pemikiran negatif itu, lalu berkata, "Udah siap belum lo? Nanti telat kampus loh."
KAMU SEDANG MEMBACA
gunshot ↷ lee heeseung
Fiksi Penggemar ❛❛ when his danger meets her recklessness ❜❜ 〘 ft. enhypen's lee heeseung ↝ 이희승 〙 mafia au • © aeonights, 20.09.2020