Pelangi, 16 Desember Pk 17.00
Aku melihat jam di dinding dan membandingkannya dengan jarum yang berdetak di jam tanganku. Sudah dari tadi kuperhatikan jarum jam itu. Rasanya tiap detik berjalan lama sekali. Mungkin kalau jam bisa bicara sudah merah mukanya. Malu karena kuperhatikan terus.
Aku membelalakkan mata saat jarum itu akhirnya mendarat di pukul 5 sore.
"Yes!" kataku sambil berdiri dari kursi yang terasa panas itu. Panas karena kududuki berjam-jam.
Percuma merayu suster atau bapak satpam yang berkumis melinting itu. Tidak bergemingnya mereka saat aku berusaha membujuk, tersenyum, melebarkan bola mataku yang kelihatan memohon. Hufhhhh!
"Udah boleh masuk kan Pak?" tanyaku pada satpam berkumis kelinting itu. Kulihat nama di sakunya "Suratno"
"Boleh," katanya singkat sambil mengangguk pelan. Senyumnya dikulum di bawah kumis klintingnya.
"Makasih pak." Aku membuka pintu ruangan itu, yang ternyata ada beberapa tempat tidur dan sebagian besar ditutupi gorden. Wah di mana Guruh?
Aku berjalan dengan langkah perlahan. Memperhatikan satu demi satu tempat tidur yang ada di ruangan itu. Kadang kuintip sedikit celahnya bila ada yang tertutup tirai berwarna biru. Mataku bersiborok dengan tatapan seorang anak perempuan yang duduk di pinggir tempat tidur seorang kakek. Matanya seperti ada lingkaran hitam. Mungkin dia kurang tidur karena menjaga kakeknya. Pikirku sok tau.
Terus berjalan dengan langkah pelan, kutemui lagi seorang ibu yang terbaring dengan perban di kepalanya dan infus di pergelangan tangan. Matanya beradu pandang lagi denganku. Aku tersenyum sambil mengangguk dan melewatinya.
Duh, di mana kamu Guruh?
Aku terus berjalan hingga ke ujung kamar di dekat jendela yang pemandangannya mengarah ke gedung-gedung tinggi. Ada dua tempat tidur di ujung kiri dan kanan. Kulihat seorang gadis cantik dengan rambutnya yang tergerai indah. Di sampingnya ada Guruh....
Ema, 16 Desember 2018. Pk 17.10
Aku merapikan selimut Guruh dan kurapikan barang-barang di meja samping tempat tidurnya. Aku memang kurang suka melihat sesuatu yang berantakan. Lalu aku duduk lagi dan menghela nafas.
"Pelangi...." Aku mengulang nama itu. Mendengar namanya saja aku sudah kesal. Apa ini yang namanya cemburu? Mana pernah aku cemburu sama wanita lain? Biasanya aku yang dicemburui sama teman kencanku kalau aku jalan dengan lelaki lain. Aku memanyunkan bibir. Itu kebiasaanku kalau sedang jengkel. Aku kembali memandang ke layar handphone lagi. Melihat status whats app temanku yang bermacam-macam.
"Guruh?"
Aku mengangkat wajahku dan melihat seorang gadis. Wajahnya terlihat lugu, ada sedikit jerawat di pipi kanan dan dagunya. Rambutnya sebahu dan terlihat kusut. Siapa ya?
"Sore, aku ke sini mau menjenguk Guruh." dia terlihat ragu-ragu saat melihatku. "Aku temannya dari Jakarta..." Dia menatap Guruh dengan khawatir dan matanya berkaca-kaca, lalu kembali menatapku lagi. Aku sudah mengetahui kalau dia pasti...
"Namaku Pelangi." Katanya sambil mengulurkan tangan memberi salam perkenalan.
Nah kan!
Pelangi, 16 Desember Pk 17.20
Miris! Begitu aku melihatnya terbaring tak berdaya, rasanya hatiku sakit tidak karuan. Ya ampun Tuhan...berikan dia kesembuhan.
Aku menatap gadis cantik itu lagi yang memandangku dengan penuh tanda tanya.
"Namaku Pelangi." Aku memperkenalkan diri sambil mengulurkan tanganku hendak memberi salam. Dia membalas uluran tanganku seraya tersenyum.
"Aku Ema....aku sering mendengar tentangmu dari Guruh." katanya lagi dengan ramah. Baru kulihat dia punya lesung pipit juga. Ya ampun, cantiknya...Pikirku kagum sambil sedikit merasa minder. Penampilanku acak-acakan dengan jins dan kaus, belum lagi rambut yang tidak disisir sejak turun dari motor,
"Benarkah?" kataku tanpa bisa menyembunyikan perasaan senang. Guruh suka menceritakanku? Apa artinya...?
"Iya, dia suka cerita...." Ema tersenyum sambil menatapku penuh arti.
Entah ada apa tapi aku merasa banyak pesan yang ada dalam bola matanya. Aku hanya memandangnya karena penasaran dengan apa yang dia ingin ucapkan selanjutnya.
"Dia suka cerita kalau dia punya sahabat yang baik di Jakarta." lanjut gadis yang bernama Ema itu lagi "Dia bilang kalian adalah BFF......best friend forever. Sahabat selamanya. Kalian akan selalu menjadi sahabat..... "
Aku terdiam mendengarnya. Sahabat? Bukannya memang begitu? Tapi akan selalu jadi sahabat? Beneran Guruh ngomong begitu ke Ema?
Dadaku rasanya ngilu seperti ditusuk jarum-jarum yang tidak kelihatan. Mataku menatap nanar ke arah Guruh yang terbaring di tempat tidurnya, lalu melihat Ema dengan pandangan kosong. Rasanya dia ngomong sesuatu lagi, tapi aku sudah tak bisa mendengarnya.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruh dan Pelangi (Ongoing)
Romance"Kalau memang dia bahagia, aku rela.... " Pelangi terdiam, dilihatnya cincin yang melingkar di jari manis wanita itu. Perih hatinya bagai ditusuk sembilu. Dipasang topeng tersenyumnya depan wanita itu. Tidak akan mau diperlihatkan kerapuhan dirinya...