"Selamanya...." Ema melanjutkan kalimatnya yang seolah seperti terputus itu. Seperti menitik beratkan ke perkataan itu. Sahabat selamanya?
Dia lalu tersenyum ceria"Dia itu suka curhat apapun ke aku, sampai aku sering risih. Sebentar-sebentar telepon, sebentar-sebentar kirim pesan. Dia suka khawatir aku sedang apa dan di mana kalau tanpa dia. Lebay kan!" Kata Ema lagi dengan nada yang menurutku agak pamer.
Dia mengangkat tangannya sehingga terlihat sesuatu yang mengkilap di sela jarinya.
"Ini dari dia, cincin pasangan. Guruh tuh romantis banget! So sweet kan??" Dia mengerjapkan matanya melihatku, lalu menyentuh tangan Guruh dengan lembut. Sehingga aku jadi memperhatikan cincin di jari Guruh . Yang ternyata memang bentuknya sama, hanya lebih besar.
Aku terdiam, melihat cincin yang melingkar di jari manis wanita itu dan jari Guruh. Hatiku perih bagai ditusuk sembilu. Sakit.... Aku berusaha tersenyum mencoba ikut bahagia, tidak mau kuperlihatkan betapa hancurnya diriku saat ini. Tapi rasanya semua usahaku percuma, karena senyumku terasa begitu pahit, dan mataku terasa seperti berkabut.
Ema, 16 Desember Pk 17. 45
Aku menggenggam tangan Guruh dengan lembut di hadapannya, wanita yang bernama Pelangi itu. Sengaja kugenggam hingga dia melihat kemiripan cincin kami. Cincin pasangan. Ha, rasakan itu!
Kuelus-elus rambut Guruh dan menatapnya lembut,"Sayang, cepat pulih dong. Aku khawatir..."
Dia berdiri terdiam memperhatikan kami. Aku kaget melihatnya pertama berusaha tersenyum, lalu sebentar matanya bergelimang air mata.
"Kenapa?" tanyaku mengerutkan alis.
"Nggak apa-apa....Cuma sedih karena Guruh seperti ini." Katanya tergagap, dia cepat-cepat menyeka matanya dengan ujung lengan baju. Hidungnya jadi sedikit merah. Sama sekali tidak cantik...
Aku memandangnya dengan tajam. "Kamu suka ya sama Guruh?" tembakku langsung.
Dia tercekat kaget. Balas memandangku dengan matanya yang sembap.
"Nggak apa, bilang saja..." Lanjutku lagi dengan tenang.
"Aku...." Dia menatapku lama, "Iya, aku suka sama dia. Sudah sejak lama." Dia memandangku lagi dengan tatapan sedih. "Aku nggak bisa melawan perasaan itu."
Rasanya aku jadi kesal sekali. Karena aku tahu bahwa mereka sama-sama menyukai. Tapi tidak bisa! Karena aku sudah menyukai Guruh. Guruh tidak bisa jadi miliknya. Nanti lama-lama Guruh pasti suka sama aku. Memang apa kelebihan wanita ini dibanding aku? Penampilannya juga sangat sederhana.
"Kamu tahu kan, aku dan Guruh sudah bertunangan dan keluarga kami sudah sama-sama saling mengenal." Aku menunjuk ke arah cincinku dan cincin di jari Guruh.
Dia terdiam memperhatikanku, matanya sangat memelas. Wajahnya terlihat pucat.
"Atau kamu mau merusak kebahagiaan Guruh?" tanyaku lagi. Untuk hal mengintimidasi adalah keahlianku.
Pelangi, 16 Desember 2018, Pk 18. 15
Tidak pernah terpikir olehku dengan pertanyaan yang sangat tajam itu. Aku mau merusak kebahagiaan Guruh? Mana pernah, yang ada aku selalu mengalah!
"Kamu mau merusak kebahagiaan Guruh?" tanyanya lagi.
Aku sedikit heran dengan sifatnya yang seperti berkepribadian ganda. Karena saat perkenalan tadi, dia terlihat seperti gadis yang sangat ramah. Sebelum wajahnya berubah menjadi sejudes ini sekarang.
"Aku nggak pernah berpikir seperti itu." Jawabku singkat.
"Kalau begitu kusarankan kamu tidak boleh bertemu Guruh untuk saat ini..." Ema memandangku dengan dingin. "Kamu hanya mengecewakan Guruh sebagai sahabat yang dipercayainya. Ternyata ada udang di balik batu."
Aku memandang dia dengan kaget. "Aku nggak bermaksud begitu. Memang kamu tahu apa?" kataku dengan nada meninggi karena emosi. Kesedihanku sudah hilang karena sifat menyebalkan gadis ini.
"Tahu apa?" jawabnya ketus. "Aku adalah tunangannya!"
Aku menatapnya lagi dengan emosi, yang dibalas dia dengan tatapan marah juga.
Kesal! Pikirku.
Aku memandang Guruh, mendadak emosiku hilang berganti kesedihan.
Guruh, bangun dong.... Asal kamu bahagia, aku akan mengalah....
Aku menatap Ema, si wanita menyebalkan itu. "Aku akan kembali ke kontrakan, demi Guruh! Bukan karena kamu."
Dia mendenguskan nafasnya kesal.
"Kalau aku pergi juga, karena kupikir Guruh harus istirahat. Jadi bukan karena kamu...." Ucapku mengulang kalimat yang sama lagi, sambil memandangnya dengan tidak kalah dingin.
"Hanya saja aku khawatir dengan pilihan Guruh. Sifatmu jelek." Kataku blak-blakan. "Yah mudah-mudahan Guruh segera sadar baik dari tidurnya maupun pilihan untuk tunangannya."
Dia melotot dengan mata marah yang sama sekali tidak kupedulikan.
"Guruh, cepet sadar ya. Get well soon...." Kataku sambil melambai ke arah Guruh yang masih terbaring. Entah kenapa, aku melihat gerakan di wajahnya. Pelan sekali....
"Bye!" kataku sambil keluar dari tirai itu menuju pintu keluar ICU. Sengaja tidak kusebutkan namanya karena jengkel.
Ema hanya mengangguk dengan kaku dan mulut terkunci rapat. Pandangan matanya tertuju pada Guruh yang tertidur lelap. Aku juga menatap Guruh sesaat sebelum melangkah keluar. Miris melihat keadaannya sekarang dengan perban di kepala dan tangan.
Cepat sembuh Guruh.... batinku sekali lagi sebelum berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruh dan Pelangi (Ongoing)
Romantik"Kalau memang dia bahagia, aku rela.... " Pelangi terdiam, dilihatnya cincin yang melingkar di jari manis wanita itu. Perih hatinya bagai ditusuk sembilu. Dipasang topeng tersenyumnya depan wanita itu. Tidak akan mau diperlihatkan kerapuhan dirinya...