Loh, kok dia tau? pikirku heran lalu menatap semua temanku dan kak Bintang yang sedang asyik bermain handphone. Aku ingin menjawab pesan dari Guruh, namun urung setelah mengingat kejadian tadi siang di kafe. Maka kudiamkan saja.
Guruh, 29 Desember. Pk 18.00
Akhirnya sampai juga di tujuan, meskipun aku ragu kalau mereka masih ada di tempat makan ini. Namun aku tetap turun dari mobil dan melangkah dengan mantap, setelah mencari tempat parkiran cukup lama karena banyaknya mobil yang berderet di depan jalanan. Tempat makanan ini memang selalu ramai karena banyaknya wisatawan maupun penduduk setempat yang ingin makan di situ maupun hanya membungkusnya.
Aku melihat di kejauhan kak Bintang dan Pelangi yang baru saja keluar dari pintu masuk rumah makan. Mereka tampak tertawa bersama dengan akrabnya, entah apa yang ditertawakan hingga Pelangi tertawa sampai terpingkal-pingkal.
Ya ampun....kami kan baru bertengkar. Kok bisa ya dia secepat itu bisa kembali ceria?
Kak Bintang tiba-tiba menoleh dan menyadari kehadiranku, dia melambaikan tangan padaku sambil tersenyum lebar.
"Eh Guruh, kok kebetulan ada di sini? Ayo kemari dan bergabung dengan kami!" serunya dengan wajah sumringah seperti tidak ada apa-apa.
Aku memandangnya dengan kesal dan alis kukernyitkan, namun aku melangkah mendekati mereka. Sementara Pelangi memandangku dengan kaget. Aku tahu dia kaget, walaupun dia berusaha menyembunyikannya. Wajahnya yang tadi ceria seketika berubah muram lagi.
Aku jadi salah tingkah dengan perubahan wajah Pelangi yang begitu kentara. Dia agak membuang muka melihatku, sambil merengut. Kak Bintang melihat kami sambil tersenyum-senyum.
"Aku dan Pelangi mau jalan-jalan cari baju batik untuk reunian minggu depan. Aku minta Pelangi menemaniku. Boleh kan, Guruh?"
Aku mengernyit padanya dengan tatapan yang kuyakin setajam belati, tanpa berkomentar apa-apa. Sementara Pelangi tidak memandang kami karena dia membuang muka dan melihat arah yang berbeda.
"Eh tapi untuk apa aku izin ke kamu, ya?! Kalian hanya temenan kan? Betul kan, Pelangi?" kata kak Bintang sambil menoleh lagi ke arah Pelangi sambil terus memasang senyum lebarnya.
"Ehh....i...iya, kak...." Pelangi menjawab dengan lirih sambil menatap kak Bintang dengan ragu.
"Yah, jadi buat apa izin sama Guruh ya, Pelangi? Ada-ada aja aku ini! Ayo Pelangi....Bye, Guruh!" Kak Bintang menarik bahu Pelangi ke arahnya, yang membuatku spontan jadi gelap mata.
Buakkkk!!
Bunyi kepalan tanganku menghantam pipi kak Bintang yang disambut pekikan Pelangi. Cukup keras, karena detik berikutnya dia sudah terjatuh ke ubin. Kak Bintang memegangi pipinya sambil melotot ke arahku, lalu segera bangkit berdiri dan melayangkan bogeman mentahnya ke pipiku juga. Jadilah beberapa menit kemudian, kami berguling-gulingan di halaman restoran dengan Pelangi yang berteriak-teriak menyuruh untuk berhenti.
"Manis di depan, nusuk dari belakang!" teriakku saat melayangkan tinjuku kesekian kali yang ditahan oleh kedua tangannya.
Sembari dirinya menendangku dari bawah yang mantap terkena tulang keringku. Aku membalasnya lagi dengan tinjuku yang kali ini luput dari pertahanannya. Tepat mengenai dagunya yang langsung membuatnya knock out dan tersengal-sengal sambil berbaring di tanah. Begitu juga dengan diriku....
"Dasar bodoh! Kenapa kamu marah, kan'kamu bukan pacarnya!" Kak Bintang menatap ke arah langit dengan wajah yang lebam-lebam, lalu menatapku lagi. "Aku berhak mendekatinya, kan?"
"Tidak bolleh!!!" seruku naik pitam lagi.
"Kenapa?" Kak Bintang balik bertanya lagi sambil menaikkan alisnya dengan wajah angkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruh dan Pelangi (Ongoing)
Romansa"Kalau memang dia bahagia, aku rela.... " Pelangi terdiam, dilihatnya cincin yang melingkar di jari manis wanita itu. Perih hatinya bagai ditusuk sembilu. Dipasang topeng tersenyumnya depan wanita itu. Tidak akan mau diperlihatkan kerapuhan dirinya...