ED. 23: Tatapan itu

1.4K 222 0
                                    

🔥 Selamat membaca 🔥

"Tidak biar aku saja."

Jack menggeleng sambi memelototi Luisa. "Tidak, tidak. Ayri itu calon tunanganku sudah seharusnya aku memberi perhatian kepadanya."

"Baru calon, 'kan? Lagipula aku pelayan pribadinya jadi yang mempunyai tanggung jawab sepenuhnya adalah aku," tandas Lui tidak mau kalah.

"Bukankah sekarang kau ditugaskan untuk melayani pangeran Ansel dan putri Tanvi?" sarkas Jack menyeringai menang.

Luisa terdiam, mengerjapkan matanya berulang kali. Ya, Jack benar sekali, mengapa ia lupa dengan hal itu. "Tetapi aku sudah terlanjur membawa ini untuk putri Ayri."

Jack berdecak, merebut paksa nampan yang dibawa Luisa. "Kembalilah, aku yang akan memberikan ini kepada Ayri dan kau meminta lagi pada guru Mogwel untuk kedua tamu terhormat." Tidak mau mendengar bantahan Luisa lagi, akhirnya Jack memilih melenggang duluan menuju kamar pujaannya.

Luisa mendengus, menghentakkan kaki sebelum pergi untuk membawakan keperluan Tanvi dan Ansel.

Di tengah perjalanan, Eliza menghentikan langkahnya. "Ada apa?" tanya Lui malas.

"Mau ke mana?"

"Mengantarkan ini." Luisa menunjukkan beberapa selimut yang ia bawa.

"Oh, yasudah."

Tanpa dosanya Eliza pergi begitu saja membuat kekesalan Luisa berkali lipat. Demi menghibur diri, mulutnya komat-kamit menyanyikan salah satu lagu favoritnya saat masih menjadi manusia biasa. Jika diingat-ingat Lui sudah hampir tiga bulan di sini tetapi ia sama sekali tidak merindukan kehidupan normalnya, mungkin karena rasa traumanya bisa saja iya, 'kan?

Sungguh momen malam itu belum pudar dari benaknya walaupun sudah berbulan-bulan tetapi pikirannya tidak mau melepaskan kejadian itu.

Luisa menghela napas guna menghilangkan bayangan itu. Mempercepat langkahnya menuju kamar Tanvi dan Ansel tetapi dengan mendadak ia menghentikan langkah kakinya. Luisa menatap kaget orang yang tengah berjalan ke arahnya?

Itu ... itu Ibu Suri!

Hampir saja Luisa menjatuhkan selimut yang ia bawa. Sejak kapan Ibu Suri kemari? Apa Elysia juga ikut ke sini? Pasti ikut bukan mana mungkin mereka meninggalkan Elysia sendiri.

"Kau mau ke kamarku?"

Lui berjengkit kaget mengetahui Tanvi dan Lyv sudah di hadapannya. Lantas, ia membungkukkan tubuhnya. "Iya, Tuan Putri," jawabnya sambil menunduk. Ia mengintip Lyv sebentar dari sudut matanya.

Tanvi mengangguk. "Tolong beri selimut juga di samping kamar Ansel untuk Ibu Suri Sekotadi."

"Baik, Tuan Putri."

Tanpa pamit, Tanvi dan Lyv pergi begitu saja. Sementara Luisa ia tengah bergelut dengan segala pertanyaan di benaknya, beberapa pertanyaan menyerbunya begitu saja.

ꔷ┈────────┈ꔷ

Setelah membereskan kamar Tanvi, Luisa beralih menuju kamar di sebrang kamar Tanvi. Kamar milik Lyv. Perlahan Luisa mendorong salah satu bagian pintu ganda di depannya ini. Kamar sudah bersih, pasti sebelum dirinya ke sini ada pelayan lain yang membereskannya, tidak masalah karena pekerjaan Luisa tidak bertambah berkat pelayan itu, ia hanya tinggal memberikan selimut baru di atas kasur empuknya.

Eternal Devil [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang