🔥 Selamat membaca 🔥
"Ayah, tahu? Kau telah meredupkan kembali cahaya dalam hidupku." Elysia berucap tanpa melihat Ansel di sampingnya.
Ansel tetap diam lebih memilih menikmani hamparan hijau di depannya, membiarkan putri kecilnya menyeruakkan perasaannya.
"Aku—aku tidak tahu apa rencana Ayah tetapi ... bisakah kau tidak egois? Bisakah kau mengambil keputusan setelah memikirkanku jika masalah itu menyangkut diriku juga?"
Pertanyaan itu sukses membuat Ansel menoleh. Perasaannya sedikit terenyuh ketika Elysia memertanyakan itu. Apa benar dirinya egois? Dia hanya ingin yang terbaik untuk semuanya. Harusnya Elysia senang, bukan? Karena tak lama lagi ia akan bertemu dengan ibu kandungnya. "Sudah kujelaskan, bahwa perempuan itu bukan ibumu, Lysi."
"Aku tidak peduli! Bibi Tanvi juga bukan ibuku! Meskipun jiwa ibu berada di dalam raga Bibi Tanvi, aku tidak peduli karena aku lebih nyaman dengan ibu Luisa, dan wajahnya membuatku lebih tenang jika berada di sampingnya. Aku merasa ... itu adalah ibuku." Elysia menunduk, memilin gaun baby bluenya.
Ansel tidak menyahut, ayah satu anak itu lebih memilih pergi daripada ujung-ujungnya ia menyakiti putrinya.
Melihat kepergian sang ayah, Lysi membuang napas kasar, menyeka buliran bening di pipinya yang entah kapan mulai mengalir.
"Hey, Little Princess."
Elysia mendongak, seketika senyum cerianya kembali mengembang. Melupakan rasa sesaknya sejenak.
ꔷ┈────────┈ꔷ
"Hey, Paman Rega."
Aku tersenyum dan beranjak dari dudukku berlari kecil menghampiri orang yang memanggilku tadi. Lantas menghambur dalam pelukannya kala aku sampai di hadapannya.
Semerbak maskulin seketika menyerbu indra penciumanku, meski tidak setajam harum ayah terapi mampu membuatku lebih tenang.
"Ayolah, aku terlalu muda untuk kau panggil paman," gerutu Paman Rega ketika pelukan kami terlepas. Aku hanya tertawa geli mendengarnya.
"Hey! Umurmu lebih satu tahun dari ayah, usiamu sudah lebih dari 1500 tahun. Harusnya aku memanggilmu kakek, bukankah itu benar?" Aku kembali menggodanya. Sungguh! Menjahilinya adalah salah satu hobiku. Aku tidak peduli kalau kalian menganggapku tidak sopan karena telah menjahili seorang Raja werewolf. Paman Rega juga tidak mempersalahkan itu.
Aku dengannya beriringan untuk kembali duduk di kursi yang tadi aku tempati. Paman Rega duduk di sebelahku persis seperti ayah tadi. "Ku dengar kau sakit, Tuan Putri."
Perkataannya membuatku memutar kedua bola mataku kesal. Ayolah aku ini sudah sembuh dan sakitku kemarin tidak terlalu parah, ya meskipun sedikit mengkhawatirkan seluruh penghuni Kastil ini. "Ayolah Paman, aku sudah sembuh. Aku Putri yang kuat."
Paman Rega tertawa, mencubit ujung hidungku pelan. "Yayaya aku harus percaya padamu karena aku tidak mau di lempar oleh ayahmu ke dark forest."
Beban pikiranku sedikit menghilang ketika Paman Rega berkunjung. Kadang aku mengasihani diriku sendiri karena tidak seperti Putri yang lain. Meskipun umurku masih sangat muda tetapi perilaku dan pemikiranku sudah seperti gadis remaja ataupun perempuan dewasa. Kadang aku berkeluh dengan keistimewaan itu tetapi Ayah selalu bilang setiap orang mempunyai hak istimewa dalam dirinya, termasuk mempunyai kekuranganpun itu termasuk keistimewaan diri kita yang orang lain belum tentu memilikinya. Jadi, kita harus mensyukurinya. Apapun yang ada dalam diri kita ataupun yang kita miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Devil [End]
FantasíaHarap Follow terlebih dahulu okey^^ ꔷ┈────────┈ꔷ Kejadian tak terduga datang merusak kebahagiaan Luisa. Sosok demon yang tak pernah Luisa duga, membawanya begitu saja. Luisa dengan sangat terpaksa tinggal di dunia eternal. Namun, kejadian buruk men...