Sebentar lagi turnamen liga olahraga sekolah akan dilaksanakan. Ini merupakan liga yang menunjukkan kerjasama tim kelas, dan juga persaingan antar kelas satu sekolah.
Lihat saja, turnamen ini jelas sudah dekat melihat antusiasme Putra si tukang tidur yang kini mau memijakkan kakinya didepan kelas membuat sebuah pengumuman "kalian pasti udah tahu kenapa aku didepan sini"
"Tetap aja jelasin Putra, biar yang belum tahu jadi tahu" Fairrel menarik kursinya dan meletakkannya disamping Sadewa yang tengah duduk di meja guru dengan laptop dihadapannya.
"Tahu pendek! Jangan nyela" sudah biasa jika para lelaki saling mengumpat dikelas kami. Kurasa, memang kedekatan para lelaki itu sedikit berbeda dengan perempuan.
"Oke, dua bulan lagi turnamen liga. Kita bakalan bentuk tim buat masing - masing cabang olahraga. Tapi sebelum itu, kita mau bikin baju kelas buat liga olahraga ini. Sadewa udah bikin desainnya. Kita bisa vote buat nentuin desain mana yang bakal kepilih" Putra mengisyaratkan Sadewa untuk segera membuka desain gambar yang sudah ia buat.
"Pertama, warna dasar navy. Ada aksen garis putih. Kedua, dasar hitam aksen garis kuning. Dan terakhir pink, dengan aksesn garis hitam"
"Pink aja pink!" Hutama menyahut bersemangat. Bahkan gadis dikelas ini saja tidak suka dengan baju olahraga berwarna pink.
"Aku suka juga sama pink" sahut Jafin "gimana, Gef?" Jafin melirik Gefarin disampingnya.
"Aku prefer sama warna hitam" dibelakang Gefarin aku ikut mengangguk karena aku juga lebih condong ke desain berwarna hitam ketimbang dua lainnya.
"Enggak deh, jangan pink! Ugh, mencolok banget" tolak Rachel, langsung disahut oleh Tiara yang juga menolak.
"Kita tentuin sama vote aja. angkat tangan kalau mau pilih nomor 1, biru navy" Putra kembali mengambil alih "oke, 5 orang" tangannya menuliskan angka 5 di papan tulis.
"Terus yang kedua, warna hitam?" jari pemuda berkulit pucat itu bergerak menghitung berapa jumlah pemilih desain kedua "13 orang" termasuk dirinya.
"Terakhir, pink sisanya. Berarti 7 orang. Oke, desain yang terpilih berarti yang kedua"
"Tuliskan nomor punggung yang kalian ingin dikertas ini" Putra sedikit berjalan ke arah kirinya untuk memberikan kertas pada Hutama "usahain beda - beda" lanjutnya.
"Sambil nunggu, kita bagi tim aja dulu" tangan pucat itu kembali membuka spidol yang ia pegang kemudian menuliskan nama - nama anak kelas ke masing - masing cabang olahraga.
Tak semua nama masuk karena Putra hanya memilih orang - orang yang menurutnya mampu di cabang tersebut.
Aku mengerutkan keningku tak percaya jika namaku masuk kedalam cabang olahraga Basket.
"Hafla, kamu masuk cabang basket bareng aku" sahut Rachel senang.
"Jadi, aku enggak salah lihat?" tanyaku.
Rachel menggeleng sembari tersenyum "enggak lah"
Aku mengangkat tangan untuk melayangkan protes "aku keberatan, Putra. Aku enggak ngerti cara main basket sama sekali" itu jawaban jujur dari lubuk hatiku yang paling dalam. Yang kutahu tentang basket hanyalah melempar bola ke dalam ring saat ujian akhir.
"Badan kamu tinggi, dan itu nambah keuntungan buat tim. Masih 2 bulan, kamu bisa belajar sama Rachel. Aku juga lihat kemampuan Shoot kamu diujian akhir lumayan bagus" Belum sempat aku protes lagi Putra kembali menyahut "ingat, ini buat kelas kita. Jadi jangan main - main" tegasnya.
"Chel" rengekku. Aku sangat tidak suka dengan olahraga, tubuhku mudah berkeringat. Dan aku tidak suka dengan badanku yang terlalu banyak berkeringat.
Lagipula, aku ini tidak ada bakat dalam bidang seperti ini. Lain halnya dengan Rachel yang memang atlit tim basket putri di sekolah kami.
"Kamu pasti bisa. Nanti aku ajarin, tenang aja" Rachel menepuk bahuku memberi semangat.
Kulihat Rachel menerima kertas untuk nomor punggung dari Sheira "hmm, aku nomor 21 dong" ucapnya kemudian menyodorkan kertas itu padaku.
"19" tanpa lagi berpikir aku menuliskan nomor favoritku untuk nomor punggung dibajuku nanti.
Aku hendak memanggil Gefarin untuk memberikan kertas ini, ah tapi rasanya terlalu canggung setelah kejadian dua hari yang lalu di TMII saat aku membuat kausnya basah oleh air mata. Pun kami belum lagi terlibat percakapan, kecuali untuk mengerjakan laporan bersama sih. Tapi selebihnya dia hanya diam, jangan - jangan dia marah?
"Jafin" pada akhirnya aku memilih untuk memanggil Jafin dan memberikan kertas ini padanya.
Putra menyelesaikan untuk pembagian tim. Kulihat nama Gefarin masuk disemua cabang olahraga. Pria ini memang tak ada yang tak bisa ia lakukan.
"Semuanya udah nulis nomor punggung." Mata Putra beralih membaca kertas yang baru saja ia ambil dari meja Dara.
"Nomor punggung Dara, Sadewa sama. Lewat" lirih Putra karena tahu keduanya adalah pasangan kasmaran yang masih ingin segala sesuatu serba sama.
"Tunggu.. Hafla, Gefarin kalian pasangan baru?" ucap Putra yang membuat seluruh isi kelas menaruh atensi padaku juga Gefarin yang ada dihadapanku.
"Ma..maksud kamu? aku enggak ngerti" tanyaku gugup. Ah sial, aku tak suka jadi pusat perhatian begini.
"Nomor punggung punya kalian sama-19, kirain kalian pacaran kayak Sadewa sama Dara"
Gefarin memutar bolanya malas "suka nomor yang sama enggak berarti kita pacaran. Lagian orang punya kebebasan untuk menyukai sesuatu" ucapnya santai.
WHAT?! Jadi Gefarin juga menuliskan angka 19? Gefarin suka dengan nomor 19? Seperti diriku?
"Oke, aku 'kan cuma tanya. Kamu mau tetep sama nomor 19?"
Gefarin mengangguk "ya"
"Kamu, Hafla?"
"Aku juga" balasku yang juga tak ingin mengganti nomor favoritku.
"Oke"
"Yaampun aku kaget banget tahu. Aku kira kamu benar - benar pacaran dan enggak kasih tahu aku" bisik Rachel.
Aku hanya meringis mendengarnya "ya enggak lah"
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
ADORE YOU [Selesai]
Teen FictionAku menarik tanganku lepas dari genggaman Gefarin. Hatiku sudah lebih dulu perih kala merangkai kata yang akan kuucapkan "Gefa, jangan bersikap baik sama aku. berhenti bersikap baik sama aku" disaat itu bintang dimata Gefarin meredup seiring kakiku...