Hari senin, memang selalu menjadi hari yang panjang. Harus bangun lebih pagi karena upacara. Menjalani upacara bendera dibawah terik matahari yang membuat kita menggeliat seperti cacing kepanasan. Huh, apalagi jika yang menjadi pembina adalah si Bapak cepak! Dia akan menghabiskan waktu jam pertama juga hanya untuk ceritanya yang tidak penting!"Hey, hey! Kalian itu bukan tanaman yang lagi berfotosintesis! Kena cahaya matahari langsung nekuk kayak gitu!" dibelakang sana guru Biologi kami saat kelas satu - Pak Quro yang menjadi pengawas dibelakang para murid mengomel "kalian manusia. Manusia butuh cahaya matahari apalagi diwaktu pagi, bagus buat kesehatan kalian"
"Kayaknya buat kali ini, saya bakalan pilih jadi tanaman aja Pak! Panas banget, enggak kuat!" Jafin berceletuk membuat satu barisan kelas kami tertawa kecil menyetujui apa yang baru saja ia lontarkan.
Pun Rachel yang berdiri disampingku, ia menggeleng meski tahu teman kami yang satu itu terkadang bicaranya suka melantur kemana saja "Jafin, selalu aja" celetuknya.
"Dia bikin upacara ini jadi enggak ngebosenin, Chel" kekehku. Memang benar, sejenak kami melupakan rasa jengah karena Pak Rambe-Cepak yang tak kunjung menyelesaikan amanatnya sebagai pembina upacara.
"Kalau gitu, harusnya bapak gabung dengan kami disini dong. Bukannya bapak juga manusia yang butuh sinar matahari pagi?" kalau itu Gefarin. penuturannya berhasil membuat Pak Quro yang berdiri dibawah atap teras aula sekolah terlindung dari sengatan sinar matahari diam tak berkutik. Skakmat!
Diam - diam kami mencuri senyum apalagi saat melihat Pak Quro menanggapi perkataan Gefarin agak canggung "kalian itu anak muda, butuh cahaya lebih buat pertumbuhan kalsium kalian. Kalau bapak sudah tua"
Kulihat lagi Gefarin yang hanya mengangkat kedua bahunya dan tak lagi merespon. Sepertinya dia tak ingin membuat Pak Quro lebih malu lagi. Karena jawaban semacam itu tentu saja bisa disanggah lagi sebetulnya.
•••
Kami berhamburan ke kelas setelah akhirnya Pak Rambe mengakhiri pidato amanatnya, itu pun karena pak Kepala Sekolah sudah memberi kode untuk diselesaikan. Mengingat jam mata pelajaran pertama harus segera dimulai.
"Bu Dira enggak akan masuk buat pengarahan, beliau nyuruh aku buat tuker tempat duduk dikelas mulai hari ini. Nanti bakalan di rolling setiap minggunya" Arfa si ketua kelas berbicara didepan sana "masing - masing perwakilan maju buat ambil undian nomor meja" lanjutnya meletakkan kotak karton yang berisi gulungan kertas diatas meja guru.
"Chel kamu saja, tangan aku selalu kurang beruntung" ucapku menyuruh Rachel teman sebangkuku untuk mengambil undian tersebut.
Dia malah mendecih "kamu juga tahu tangan aku sama aja enggak beruntungnya kayak kamu kalau udah nyangkut ngambil undian"
"Gapapa, aku percaya sama kamu. Yang penting jangan paling depan atau paling belakang"
Meresponnya dengan kekehan, sebab Rachel tahu aku tak suka duduk paling depan karena terlalu dekat dengan guru membuatku sedikit tegang. Atau paling belakang, akan sulit melihat papan tulis meski mataku masih normal.
Rachel kembali setelah mengambil satu gulungan kertas. Memang, tangan kami ini sangat tidak beruntung dalam hal mengambil undian yang benar. Dan sekarang kami duduk dikursi barisan pertama dari pintu dan terletak dideret paling belakang.
"Udah aku bilang, 'kan" racau Rachel mengaitkan tasnya disamping meja.
Meski sedikit kecewa, aku masih bisa menerima sebab tadi akulah yang menyuruhnya untuk mengambil undian "gapapa, cuma satu minggu kok"
"Halo tetangga belakang" Jafin memutar badannya untuk menyapa kami yang berada tepat di meja belakangnya "aku sama Gefarin bakalan jadi tetangga depan kalian" dia kembali berucap dengan tawa yang menampilkan seluruh giginya dan menenggelamkan kedua bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADORE YOU [Selesai]
Teen FictionAku menarik tanganku lepas dari genggaman Gefarin. Hatiku sudah lebih dulu perih kala merangkai kata yang akan kuucapkan "Gefa, jangan bersikap baik sama aku. berhenti bersikap baik sama aku" disaat itu bintang dimata Gefarin meredup seiring kakiku...