Aku baru saja sampai di sekolah, berjalan di lorong untuk menuju kelasku. Di tengah jalan aku bertemu Arfa yang baru saja keluar dari ruang guru dengan setumpuk buku ditangannya."Arfa!" panggilku berlari kecil menghampirnya. "sini aku bantuin" aku meminta sebagian buku yang Arfa bawa untuk membantunya.
"Terimakasih" ungkap Arfa kemudian kami jalan beriringan menuju kelas.
"Ini buku apa?" tanyaku, buku bagian atas yang kupegang tak menunjukkan identitas dibagian luar.
"Matematika. Tugas yang kemarin" terang Arfa.
Aku merespon dengan mengangguk "pantesan aja aku enggak nemu buku matematikanya. Aku kira dipinjem Sheira" aku terkekeh atas otak lupaku.
Pun Arfa ikut terkekeh "dasar, padahal baru kemarin"
"Biasa, otak pelupa aku belum ada obatnya" balasku.
Saat sudah didepan kelas Arfa menghentikan langkahnya "oh ya Fla, sebenarnya aku-"
Aku ikut menghentikan langkahku menatap Arfa yang terlihat masih ragu.
"Kenapa enggak masuk?" sebuah suara mengalihkan perhatian kami. Itu Gefarin dengan tatapan tajam yang belum pernah kulihat.
"Ayo masuk. Jangan berdiri didepan pintu!" ungkap Gefarin datar kemudian mengambil tumpukan buku dari tanganku dan masuk lebih dulu kedalam kelas.
Arfa memutuskan untuk masuk dan mengurungkan niatannya.
Sementara aku sedikit kebingungan dengan kejadian barusan.
•••
Sebenarnya tidak mudah melupakan perasaan yang kumiliki untuk Gefarin. mengingat diriku yang lagi - lagi akan jatuh cinta pada setiap hal yang pria itu lakukan, sekecil apapun itu. Namun aku juga tak ingin kehilangan bintang itu lagi, karena saat ini dia kembali hidup saat tengah menatapku.
Ya, kuharap dengan ini saja cukup. Kuharap bintang itu membantuku untuk menyembuhkan hatiku dengan bantuan sang waktu.
Gefarin tengah serius dengan laptopku, katanya sih mau membantuku untuk mencari kesalahan coding dalam web yang kubuat karena tak bisa berjalan. Padahal aku minta bantuan pada Jafin selepas pelajaran informatika tadi. Tapi dengan cepat pria jangkung ini mengajukan dirinya, membuat kami seperti Déjà vu - duduk berdua di ruang lab Komputer.
Agak sulit untuk dipercaya, setelah dua minggu lebih dia menghindariku seperti apa yang kukatakan sekarang dia selalu berada didekatku.
"Tadinya baik - baik aja. Tapi waktu fi cek lagi malah gabisa jalan webnya" terangku.
"Si ketua kelas" ucap Gefarin dengan wajahnya tetap menghadap laptopku.
Aku mengerutkan keningku tak mengerti ucapan Gefarin yang menyangkut ketua kelas "hah? Ketua kelas?"
Gefarin mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan menatapku "si ketua kelas, ada urusan apa dia deket - deket kamu terus?"
Pertanyaannya membuat kedua bola mataku membesar. Kenapa Gefarin sangat ingin tahu? Apa dia cembu-
ah tidak! Buang jauh - jauh pemikiran itu! "enggak ada apa - apa. Cuma urusan kelas sama ngobrol biasa" balasku.Tatapannya menelisik seperti sedang mencari kebohongan atas jawabanku.
"Kenapa? Kamu cemburu?" candaku.
Tapi aku tak menyangka akan respon Gefarin yang terlihat sangat serius menanggapinya, seakan memang dia punya perasaan itu "iya, aku cemburu"
Hatiku berdebar. Ditambah dengan tatapan mata Gefarin.
Namun aku kembali tersadar, ingat akan perkataan Gefarin yang memang tak memiliki perasaan apapun padaku. Aku tak boleh seperti ini, dengan mudahnya kembali jatuh.
"Aku cuma bercanda kok, kenapa kamu serius banget jawabnya" aku tertawa sangat hambar akibat kecanggungan yang muncul dalam diriku.
Gefarin masih menatapku dari tempat duduknya "aku serius, Fla"
"Oh, udah bisa jalan lagi webnya!" seruku mengalihkan perhatianku pada layar laptop. Webku sudah kembali normal. Meski sebenarnya aku ingin menghindar, aku tak bisa melupakan kejadian dimana Gefarin menyangkal kecurigaan Jafin, menolak memiliki perasaan terhadapku.
"Terimakasih ya Gefa, aku duluan ke kelas" sedikit tergesa aku segera mengambil laptopku meninggalkan ruangan.
Gefarin menghembuskan napasnya kasar memandang kepergianku.
•••
Aku, Sheira, dan Rachel duduk diantara rerumputan taman belakang sekolah. Menikmati waktu istirahat. Dan sebenarnya menemani Rachel untuk mendapat ketenangan disini. Gadis ini tengah bersedih karena baru saja putus dari kekasihnya 2 hari yang lalu.
"Katanya aku terlalu pengatur. Padahal sebenernya aku cuma ingin dia jauhin hal - hal yang enggak baik. Ngerokok enggak baik buat kesehatan, kebanyakan marah - marah juga malah bikin orang sekitarnya kesal. Terus berantem, apa untungnya coba?" ungkap Rachel menatap kosong hamparan rumput dihadapan kami.
"Hell! Pengatur? Orang perhatian dibilang pengatur? Tahu rasa nanti dia nyesel udah putusin kamu!" kesal Sheira "cari yang lebih baik dari dia aja! Kamu pantas dapat yang lebih baik" Sheira terlihat memburu kesal.
Aku mengusap punggung Rachel "hmm, enggak tahu aja dia udah kehilangan satu orang yang perhatian sama dia. Kamu juga bilang kalau dia enggak berubah sama sekali kan sampai sejauh ini, Chel? Kamu ambil keputusan yang benar Chel lepasin dia. Kamu pantas untuk orang yang lebih baik dari dia" ungkapku.
"Sudah cukup cukup ngeratapin dia yang enggak perlu banget kita ratapin, kamu harus semangat Rachel! Ayo kita ke karaoke sepulang sekolah! Kita senang - senang" ajak Sheira.
"Ide bagus! Gimana, Chel?" aku menatap Rachel yang belum merespon
Rachel mengangguk "ayo! Aku mau buang semua tentang dia"
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
ADORE YOU [Selesai]
Teen FictionAku menarik tanganku lepas dari genggaman Gefarin. Hatiku sudah lebih dulu perih kala merangkai kata yang akan kuucapkan "Gefa, jangan bersikap baik sama aku. berhenti bersikap baik sama aku" disaat itu bintang dimata Gefarin meredup seiring kakiku...