15. Telur Goreng

257 34 2
                                    


Malam-malam gue terbangun karena lapar, masuk kehamilan minggu ke 8 ini gue semakin sering lapar. Dan selalu malem kalo pengen sesuatu, merasa gak enak harus bangunin suami tapi ya nyuruh siapa lagi kalo selain dia.

"Yun" gue mengguncang tubuh Yunis yang sedang tidur terlelap di sebelah gue, dia gak terbangun sama sekali.

Gue coba memanggilnya lagi dengan menggerakan badan dan menepuk pipinya pelan, tapi Yunis malah mengubah posisinya dengan menyembunyikan wajahnya ke bantal.

"Iihh, Yunis banguuunn" gue mencubit lengannya dan berhasil membuat dia bangun. Dengan mata merahnya dia menatap gue, wajahnya terlihat ngantuk. Tentu saja, ini jam 2 subuh dan dia baru tidur jam 12 malam tadi karena lembur kerjaan.

"Mas, sayang. Panggil Mas" gumam Yunis sambil kembali menutup matanya. Ya, setelah obrolan waktu itu di rumah Ibu. Yunis meminta di panggil Mas, persis kayak Clarisa ke suaminya.

"Maass" panggil gue manja, Yunis akhirnya tersenyum dan membuka matanya yang masih merah. "Pengen telor ceplok"

Senyuman Yunis memudar, dia menoleh ke belakang untuk melihat jam dinding. "Ini jam 2 pagi" ujarnya dengan suara paraunya.

"Iya tau" jawan gue tak berdosa.

"Tidur dulu, nanti pagi aku bikinin"

"Nooo, aku pengennya sekarang" ujar gue dengan mata yang mulai berkaca-kaca, kehamilan kedua ini sungguh membuat emosional gue sensitif banget. Gue aja lelah kayak gini, seharian selalu aja nangis meski hal sepele.

Yunis mengusap wajahnya dengan kasar, dia memutuskan untuk bangun dari tidur. Menatap gue yang masih berbaring, wajahnya mendekat untuk mengecup bibir gue agak lama. Salah satu kebiasaan barunya saat bangun tidur.

"Wait" ujarnya lalu beranjak dari ranjang untuk keluar, gue tersenyum senang tentunya. Ikut bangun, tak lupa mengenakan cardigan karena dingin dan baju tidur gue sangat tipis.

Dengan berjalan sedikit berjingkrak, Yunis tertawa kecil melihat cara gue jalan. Dia meraih bahu gue untuk di rangkul dan kami berjalan menuju dapur. Leon tentu masih tidur jam segini,  jadi gue harus pelan-pelan saat lewat kamarnya.

Yunis mulai membuka kulkas untuk mengeluarkan telur, dan gue duduk di kursi bar. Menatap punggung lebar suami yang sedang memasak, sebenernya bisa aja gue masak sendiri. Tapi, melihat Yunis masak seperti ini itu kesenangan sendiri. Bahagia aja gitu liatnya.

"Setengah mateng ?" Tanya Yunis menoleh, gue mengangguk cepat. Dia terkekeh lagi lalu kembali fokus ke teplon.

Lima menit kemudian telur mata sapi dan sosis goreng tersaji di atas meja bar, gue gak minta di gorengin sosis sih tapi ya lumayan juga buat ganjel perut. Karena gue selalu lapar dalam waktu 2 jam sekali mungkin.

Melihat piring di atas meja bar, gue cemberut. Menatap Yunis yang terlihat sedang menahan kantuknya. Alisnya terangkat melihat ekspresi gue. "Kenapa ?"

"Jelek telornya, bikinin lagi" ujar gue, wajah Yunis terlihat terkejut. Gue juga gak tahu, tapi melihat hasil suami gue ini malah bikin mood gue jelek.

"Serius, sayang. Cuma gara-gara penampilannya jelek ?" Tanya Yunis tak percaya, gue pun mengangguk. Dengan terpaksa Yunis bangun kembali dan memasak telor lagi.

Tapi gue masih belum puas, sampai masakan ke enam gue baru mau makan. Yunis memakan sisa yang ia masak tadi, wajahnya masih keliatan ngantuk tapi memaksakan untuk makan.

"Kayaknya dalam sebulan aku gak mau liat telur mata sapi" ujar Yunis yang langsung gue jawab dengan tawa, Yunis melotot untuk mengingatkan agar tidak kencang-kencang karena Leon masih tidur.

HIM : My Husband || Cho SeungyounTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang