Hinata enggan membuka mata, namun tak urung ia memaksakan satu tangannya untuk meraba tempat di samping ia berbaring.
Terasa kosong, dan dingin. Sontak matanya terbuka, menatap dengan bingung ke sekeliling. Berharap ia masih waras dan tak sedang berhalusinasi.
Ia melihat ke sekeliling, pakaian yang berserakan masih di posisi yang ia ingat semalam, pun dengan jubah hitam khas ninja yang biasa ia tonton di tv, juga masih teronggok di kaki ranjang. Lalu kemana si empunya pergi?
"Sasuke-kun?" Hinata sedikit berseru, ia menarik selimut tipis untuk menutupi tubuhnya yang polos. Mengabaikan rasa sakit dan tidak nyaman di antara kedua pahanya.
"Hinata, sudah bangun?" Sasuke datang membawa sebuah bungkusan, tercium wangi mentega dari sana.
Tanpa sadar wajahnya merona, lalu mengangguk, berniat kembali ke ranjang sebelum Sasuke kembali menjadi seorang gentleman dengan menggendong Hinata, dan mendudukkannya di sofa.
Ia bergerak ringan kesana kemari, mengambilkan summer dress Hinata dari koper, mengambil piring dan gelas untuk meletakkan roti dan susu yang ia beli tadi.
"Makanlah." Sasuke menyerahkan sepotong pretzel untuk Hinata. Dan dengan ragu Hinata menerimanya. "Kau ingin ku suapi?" goda Sasuke.
Hinata memutar matanya, lalu memulai menggigit pretzelnya sedikit demi sedikit.
"Kemarilah." Sasuke menunjuk pahanya.
"Eh?" alis Hinata berkerut bingung, mereka duduk bersebelahan, dan Hinata benar-benar tak tau maksud Sasuke.
Sasuke hanya menggelengkan kepalanya, ia sedikit menarik lengan Hinata dan mendudukkan wanita itu di pahanya. Mereka berhadapan, dengan Hinata yang terus menunduk.
"Tenanglah, aku ingin menghilangkan ini." Sasuke memperlihatkan lebam kebiruan di pinggul Hinata. Sasuke mengeluarkan sedikit cakranya dan perlahan lebam itupun menghilang.
"Bagaimana punggungmu?" tanya Hinata, malu. Pasalnya mereka masih tetap dalam posisi intim, dimana Hinata duduk di pangkuan Sasuke dengan pakaian yang bahkan tak bisa di katakan menutupi tubuhnya.
"Itu hanya cakaran, aku terbiasa dengan luka yang lebih parah." Sasuke tersenyum, ia tak bisa berhenti tersenyum lebih tepatnya. Dua tahun penuh deritanya telah berakhir, jadi kini ia hanya ingin mengeluarkan kegembiraannya.
"Kalau begitu, aku hanya belum terbiasa."
Sasuke tersenyum, membalas tatapan Hinata padanya.
.
.
.
"Bagaimana kau bisa menemukanku?" Hinata bertanya, suaranya teredam oleh dada Sasuke. Tapi pria itu bisa mendengarnya.
"Bisakah kau menatap lawan bicaramu?" ia sedikit geli saat Hinata berbicara, bibir Hinata menggelitik kulitnya.
Pada akhirnya mereka hanya menghabiskan waktu di atas ranjang hingga siang sudah hampir berakhir.
Hinata menggeleng.
"Aku mengembalikan ingatan keluargaku dan Naruto. Sedangkan di kampus, tidak ada yang mencurigai tentang keabsenanku. Naruto tidak mengubah ingatan siapapun, tapi nampaknya aku di dunia ini memang tidak punya banyak teman, jadi tidak ada yang menanyakan keberadaanku."
Hinata mendongak, akhirnya ia menatap wajah Sasuke setelah dari tadi ia membenamkan wajahnya di tubuh Sasuke. "Bagaimana Naruto-kun dan Sakura-san di duniamu?"
"Aku pergi tanpa mengatakan apapun pada Naruto."
"Bagaimana dengan Sakura-san?"
.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Happens?
LosoweMenjelang kematiannya, Neji berpesan pada Naruto sang sahabat agar menjaga adik kesayangannya. Hinata. Tentu Naruto tak bisa menolak, tapi semakin lama Hinata yang culun pun berubah menjadi angsa putih nan cantik. Rasa ingin memiliki pun timbul, t...