16. Pasukan Baru

26 9 0
                                    

"Rai, kamu belum ke ruang olahraga?" tanya Calla.

Kepala Raihan terangkat dari lipatan tangannya di atas meja. "Ah, aku harus membiasakan diri dengan situasi ini."

Calla menepuk-nepuk punggungnya. "Yang sabar, ya. Kalau waktu itu Juna gak menahanku, aku pasti bersih-bersih bareng kamu sekarang."

"Aaaaa malas banget bersih-bersih!" Raihan menenggelamkan kepalanya lagi.

"Ngomong-ngomong, Rai, apa kamu ... berantem lagi sama Juna?"

"Memangnya kapan aku akur sama anak itu?" Raihan menjawab enteng sekali.

"Kemarin tangan Juna terluka."

Kepala Raihan kembali terangkat secepat kilat. Kali ini dia menoleh pada Calla, terkejut. "Benarkah?"

"Kalau kamu sehat-sehat dan gak tahu apa-apa, berarti benar Juna menonjok sesuatu yang lain."

Raihan termangu. Bola matanya berputar-putar memikirkan sesuatu.

"Kalian bertengkar karena masalah apa lagi, sih? Ah, kamu pasti gak mau bilang juga sama kayak Juna." Calla berdecak.

Raihan mendesah. "Aku bikin dia marah. Sepertinya salah ngomong lagi."

"Ngomong apa?"

Alih-alih menjawab, Raihan hanya tersenyum meringis. Setelah itu, dia beranjak dari tempat duduk sambil melucuti seragam atasnya.

"Hei hei hei! Kamu apa-apaan buka baju di tengah-tengah kelas begini?" teriak Calla.

Meysha yang sedang sibuk dengan buku pun menoleh pada Raihan sambil memelotot.

"Ah, dasar cewek-cewek ini!" Raihan mengomel sambil membuka satu per satu kancing kemejanya. Calla dan Meysha teriak-teriak menghentikannya. Semua mata yang ada di kelas itu kini tertuju pada Raihan.

"Raihan, setop! Kamu mau apa, sih?" gerutu Meysha.

"Aku mau kerja!" Raihan membanting kemejanya di atas meja. Dia pergi dari kelas hanya memakai kaus putih polos yang biasa dia pakai sebagai dalaman. Celana seragamnya tentu saja tidak dilepas. Jangan berpikir aneh-aneh!

"Dikira aku mau pamer perut berotot di depan mereka apa?" omel Raihan sambil berjalan.

Raihan menghela napas berat sesampainya di depan pintu ruang olahraga. Ember yang ditumpangi alat pel ditentengnya di tangan kanan. Dia mengambilnya dari ruangan khusus alat-alat yang biasa digunakan petugas kebersihan. Tadi pagi ruangan ini habis dipakai. Sekarang dia yang bersihkan. Bagus sekali. Raihan jadi petugas kebersihan sukarela di sekolah sendiri.
Raihan masuk dan menyimpan embernya di pinggir ruangan. Dia melipat-lipat lengan kaus yang sudah pendek sampai tidak tersisa lagi. Otot lengannya jadi kelihatan, sekarang. Kalau ada Calla dan Meysha, mungkin cewek-cewek itu akan meneriakinya lagi.

Raihan tertegun ketika dirinya memeras kain pel. Dia menemukan sekaleng minuman di tengah-tengah ruangan. Raihan menaruh alat pelnya dan pergi melihat benda itu. Di atas kalengnya ada selembar sticky note berwarna kuning. Raihan membungkuk mengambil kedua benda itu. Dia tertegun saat membacanya.

Han, ini buat kamu. Semangat!
Calla

Raihan tertawa kecil. "Jadi karena ini dia tanya kenapa aku belum ke sini?"
Raihan membuka kaleng minumnya, tetapi tertegun saat menyadari sesuatu. Dia melihat tulisan dalam kertas itu lagi.

"Tapi kenapa Calla manggil aku Han? Biasanya dia panggil aku Rai," ujar Raihan pada dirinya sendiri.

Raihan membolak-balik kertas itu sambil berpikir. "Bodo amatlah," katanya, lalu meneguk minuman.
Raihan mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Dia tertegun ketika seorang gadis memasuki ruangan itu dengan alat-alat kebersihan yang sama dengannya. Dia adalah gadis pemilik papan nama Rania Julia.

ANONYMOUS CODE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang